TRIBUNNEWSMAKER.COM - Keluarga diplomat muda Arya Daru berada dalam persimpangan yang rumit.
Di satu sisi ingin memperjuangkan kebenaran, di sisi lain dihantui kekhawatiran akan munculnya hal-hal pribadi ke publik.
Apakah keinginan mencari keadilan harus dibayar mahal dengan risiko membuka luka yang selama ini disimpan rapat?
Baca juga: Jejak Terakhir Arya Daru: HP Tiba-tiba Mati Usai Chat dengan Istri, Ada Fakta yang Disimpan?
Keluarga almarhum Diplomat Muda Arya Daru Pangayunan disebut sudah ancang-ancang menunjuk kuasa hukum.
Namun hal itu masih dibahas dalam lingkup keluarga dan belum diputuskan.
Rupanya langkah itu disoroti oleh sebagian pihak sebagai tindakan yang kurang tepat.
Sebab dikhawatirkan hal-hal yang bersifat pribadi justru akan muncul ke publik jika keluarga menunjuk kuasa hukum.
Jika hal itu sudah terjadi, tentu saja bisa membuat malu pihak keluarga Arya Daru Pangayunan.
Arya Daru ditemukan tewas dengan kepala tertutup plastik dan terlilit lakban di kamar kosnya, kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa (8/8/2025).
Sempat diduga dibunuh, polisi menyimpulkan Arya Daru meninggal dunia tanpa melibatkan siapapun.
Hal itu berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di TKP hingga hasil autopsi.
Pihak keluarga tidak yakin Arya Daru meninggal dunia karena keinginanya sendiri.
Bahkan menurut kakak iparnya, Meta Bagus, Arya Daru adalah sosok yang sangat optimis.
Hal itu terlihat dari sikapnya saat hendak ditugaskan ke Finlandia.
"Itu kepindahan beliau itu salah satunya, itu nanti ketika sudah sampai di Finlandia, dia kepengen punya SIM rally mas, SIM-nya mobil rally mas," kata Meta Bagus dikutip dari Youtube Metro TV, Sabtu (2/8/2025).
Dari gelagat itu, Meta menyimpulkan bahwa Arya Daru adalah sosok yang optimis.
"Setelah ditanyakan oleh jenengan, itu menunjukan bahwa ini kan optimis ya anaknya," kata Meta.
Sementara itu, saat ditanya apakah akan menunjuk kuasa hukum, Meta Bagus mengaku belum bisa memberikan bocoran.
"Kami masih membahas di dalam keluarga, jadi kami belum bisa komentar lebih lanjut," tandasnya.
Menanggapi hal itu, Penasihat Ahli Kapolri Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi menilai, apa yang dilakukan oleh keluarga Arya Daru itu sudah benar.
Keluarga, kata dia, tidak mungkin membenarkan Arya Daru meninggal dunia karena keinginannya sendiri.
"Maaf ya kalau saya pribadi, seandainya saya mengalami gitu, ada saudara yang seperti itu. Saya akan ngomong seperti itu, yang (keluarga) korban sekarang ini mengatakan," katanya dikutip dari Youtube Beritasatu, Sabtu.
Sebab jika mengakui apa yang disampaikan polisi, kata dia, hal itu akan berimbas pada keluarga almarhum sendiri.
"Tidak akan mengaku saudara saya begitu. Malu kan, kita pasti akan ngomong begitu, sudah otomatis," jelasnya.
Ia pun menilai kalau hal itu bukan suatu ungkapan kekecewaan dari keluarga Arya Daru.
"Menurut saya itu bukan kekecewaan dari keluarga, tapi merupakan cara yang wajar dilakukan oleh siapapun yang jadi keluarga korban yang mengalami seperti itu," ucapnya.
Menurut Aryanto, pihak Polda Metro Jaya pasti sudah secara terang-terangan memberikan penjelasan pada keluarga.
"Keluarga tahu tapi bahasa formalnya untuk menanggapi ini. Jadi surat yang disampaikan itu bukan suatu keberatan dan kurang percaya pada polisi," ucap Aryanto lagi.
Senada, Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala juga menyarankan keluarga untuk tidak menunjuk kuasa hukum.
Ia justru menyarankan agar keluarga bisa berkomunikasi secara intens dengan penyelidik di Polda Metri Jaya.
"Saya mengharapkan dibuka kontak sebesar-besarnya antara keluarga dengan PMJ secara informal," katanya.
Sebab menurut Adrianus, pihak kepolisian sudah sangat menahan diriuntuk tidak memberi tahukan segala hal terkait kasus tersebut yang sudah masuk dalam ranah privat dan sensitif ini.
"Polisi jangan dipaksa ngomong hal yang bersifat private itu jadi public knowledge. Kalau misalnya pernah ada yang mengatakan akan pakai penasihat hukum, itu nanti ujung-ujungnya akan menjadikan hal yang private itu akan terbuka," kata dia.
Ia berharap isu ini tetap menjadi private dan tidak menjadi konsumsi publik.
"Kalau sudah terbuka dan resmi, yang malu siapa? Sekarang saja sudah banyak pemberitaan yang mengarah-mengarah dan agak personal," ungkapnya.
Sehingga menurut dia, langkah yang paling tepat yakni berkomunikasi dengan polisi jika masih ada hal yang janggal.
"Ketika nanti polisi dipaksa bicara, maka hal itu akan menjadi terbuka dan resmi. Nanti ujung-ujungnya gak enak. Jadi saya menyarankan kembali ketemu polisi, dan polisi dibantu kalau memang masih ada hal-hal yang kurang menurut keluarga," ucap dia.
(TribunNewsmaker.com/TribunnewsBogor.com)