TRIBUNNEWSMAKER.COM - Sejak SMP, Ahmad Sahroni sudah mencari uang sendiri, menjadi tukang semir sepatu dan ojek payung demi bisa sekolah.
Nilai akademisnya tak tinggi, tapi tekad dan kerja kerasnya menuntun ia hingga meraih gelar doktor dalam Ilmu Hukum.
Kini, rumahnya dijarah massa, namun kisah perjuangan masa kecilnya mengingatkan bahwa kesuksesan tak selalu diukur dari angka di rapor.
Baca juga: Keberadaan Eko Patrio saat Rumahnya Ludes Dijarah Warga, Bukan di China, Ternyata Berada di Kota Ini
Nilai akademis Ahmad Sahroni menjadi perbincangan publik setelah ijazahnya ikut dijarah massa. Rupanya ada kisah pilu di balik nilai Sahroni saat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Rumah Ahmad Sahroni di Tanjung Priok, Jakarta Utara digeruduk massa.
Rumah tersebut dihancurkan dan barangnya dijarah massa.
Berbagai barang dibawa, mulai dari tas branded, jam mewah, sampai ijazah.
Dari foto yang beredar di media sosial, ijazah yang diambil massa adalah SMP.
Rata-rata nilai Ahmad Sahroni saat SMP antara 6 dan 7.
Termasuk pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang hanya mendapat nilai 6.
Perolehan tersebut berada di bawah ambang batas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di angka 7.
Namun begitu ada kisah pilu di balik nilai Sahroni saat SMP.
Sahroni lahir di Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 8 Agustus 1977.
Dia lahir dari keluarga sederhana yang berprofesi sebagai penjual nasi padang di Pelabuhan Tanjung Priok.
Ia menempuh pendidikan dasar dan menengah di Tanjung Priok.