“Masukan dan kritik dari masyarakat akan menjadi pengingat agar saya bekerja lebih sungguh-sungguh, amanah, dan berpihak pada rakyat."
"Salam hormat dari saya untuk masyarakat semua,” tulis Nafa Urbach lagi.
Nafa Urbach juga menyampaikan bahwa timnya saat ini tengah berupaya membangun sumur bor di sejumlah desa di dapilnya yang terdampak kemarau.
Namun, Nafa Urbach mengakui pembangunan belum bisa menjangkau seluruh wilayah karena proses pengeboran membutuhkan waktu serta pencarian sumber air yang tepat.
“Mungkin belum terjangkau semua krn kan memang buanyak yah guys desanya dan butuh proses pengeboran yg tdk mudah krn harus mencari sumber airnya,” ungkap Nafa Urbach.
Polemik yang menimpa Nafa Urbach dan sikap berbeda yang ditunjukkan oleh Primus Yustisio memberikan gambaran kontras tentang bagaimana publik menilai wakil rakyat.
Di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan, setiap pernyataan pejabat publik soal fasilitas atau tunjangan memang sangat sensitif.
Masyarakat menginginkan wakilnya menunjukkan empati dan kesederhanaan, bukan sekadar menjalankan hak administratif.
Kasus Nafa Urbach memperlihatkan betapa cepat opini publik bisa berbalik arah, bahkan berujung pada konsekuensi serius seperti penonaktifan jabatan.
Di sisi lain, sosok Primus yang memilih naik KRL justru dipuji karena dianggap dekat dengan realitas masyarakat.
Padahal, keduanya sama-sama memiliki beban kerja sebagai anggota DPR.
Dari sini, jelas bahwa ukuran kepercayaan publik tidak hanya diukur dari kinerja formal, tetapi juga dari simbol-simbol sederhana yang mencerminkan solidaritas dengan rakyat: cara bertransportasi, gaya hidup, hingga cara berbicara di ruang publik.
Kesalahan dalam mengomunikasikan kebijakan bisa lebih berbahaya daripada kebijakan itu sendiri.
Sebagai penulis, saya melihat bahwa kejadian ini adalah pengingat penting bagi semua pejabat publik.
Di era keterbukaan informasi, rakyat tidak hanya menilai hasil kerja, tetapi juga menilai sikap, pilihan, dan sensitivitas moral para wakilnya.
Menjadi wakil rakyat berarti siap diawasi, dikritik, bahkan dibanding-bandingkan. Dan justru dalam kritik itulah, wakil rakyat diuji: apakah akan belajar dari kesalahan, atau justru mengulangi pola yang sama.
(Tribunnewsmaker.com/Surya.com)