Breaking News:

Beria Viral

Sosok Fahmi Mochtar, Dulu Dirut PLN Era SBY Kini Tersangka Korupsi Proyek PLTU Kalbar Rp323 Miliar

Sosok yang dulu dihormati sebagai penggerak utama kelistrikan nasional kini terjerat dalam kasus korupsi besar-besaran.

Editor: Eri Ariyanto
TribunNewsmaker.com | TribunNews
TERSANGKA KASUS KORUPSI - Direktur Utama (Dirut) PT PLN Persero 2008-2009, Fahmi Mochtar ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat 2x50 megawatt tahun proyek 2008-2018. Adapun dia ditaksir membuat rugi negara mencapai 62.410.523 dolar AS (62,4 juta dolar AS) serta Rp323.199.898.518 (Rp323,1 miliar). 

Totok menuturkan pada tahun 2008, PLN mengadakan proyek PLTU yang berlokasi di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.

Lalu, saat proses lelang, Fahmi Mochtar yang saat itu menjabat sebagai Dirut PLN, melakukan pemufakatan jahat dengan memenangkan PT Bumi Rama Nusantara agar bisa mengerjakan proyek tersebut.

Padahal, kata Totok, perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat.

"Selanjutnya dalam pelaksanaan lelang, diketahui bahwa panitia pengadaan atas arahan Direktur Utama PLN tersangka FM telah meloloskan KSO BRN, Alton, dan OJSC meski tidak memenuhi syarat teknis administrasi."

"Selain itu diduga kuat bahwa perusahaan Alton OJSC tidak tergabung dalam KSO (Kerja Sama Operasi) yang dibentuk dan dikepalai PT BRN (Bumi Rama Nusantara)," kata Totok.

Totok mengatakan pada tahun 2009, ketika adanya penandatanganan kontrak, KSO BRN telah mengalihkan proyek PLTU ke PT Praba Indo Persada.

Selanjutnya, Dirut PT Praba Indo Persada yang juga tersangka berinisial HYL menjadi pemegang keuangan KSO BRN.

Padahal perusahaan yang dipimpin HYL tidak memiliki kompetensi untuk mengerjakan proyek PLTU tersebut.

Masih di tahun yang sama, Fahmi Mochtar melakukan tanda tangan kontrak dengan RR terkait proyek PLTU dengan total nilai mencapai 80,8 juta dolar AS dan Rp507.424.168 (Rp507,4 miliar).

"Kemudian pada tanggal 24 Juni 2009, dilakukan tanda tangan kontrak oleh tersangka FM selaku Dirut PLN dengan tersangka RR selaku Dirut PT BRN dengan nilai kontrak 80.488.341 USD dan Rp507.424.168 atau total kurs saat itu Rp1,24 triliun saat itu," ujar Totok.

Dalam kontrak tersebut, pengerjaan PLTU Kalbar dilakukan dari 28 Desember 2009-28 Februari 2012.

Namun, hingga akhir kontrak, KSO BRN dan PT Praba Indo Persada tidak mampu menyelesaikan proyek itu meski telah dilakukan 10 kali amandemen.

"Akan tetapi faktanya pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,25 persen. Sehingga PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari PT PLN sebesar Rp323 miliar dan sebesar 62,4 juta dolar AS. Itulah yang merupakan total loss," katanya.

Dugaan Aliran Dana Suap

Polri juga mendalami dugaan aliran dana dari konsorsium BRN melalui PT PI kepada sejumlah pihak yang diduga menerima suap.

“Ada beberapa pihak yang menerima aliran uang. Untuk mendalami dan menyempurnakan kami perlu alat bukti tambahan,” ujar Cahyono.

Status Hukum dan Langkah Lanjutan

Kasus ini awalnya ditangani oleh Polda Kalimantan Barat sejak April 2021, lalu diambil alih oleh Bareskrim Polri pada November 2024 karena keterbatasan anggaran dan risiko kerawanan.

Hingga kini, belum ada penahanan terhadap para tersangka. Polri menyatakan masih berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum untuk kelengkapan berkas perkara.

“Kami sudah lakukan pencegahan agar tidak melarikan diri,” tegas Cahyono.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Halim Kalla maupun Fahmi Mochtar

(TribunNewsmaker.com/BangkaPos.com)

Halaman 4 dari 4
Tags:
Fahmi Mochtarkorupsitersangka
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved