Akan Serahkan Gaji Pertama untuk BPJS Kesehatan, Pernyataan Menteri Terawan Jadi Trending Topic
Pernyataan Menteri Terawan untuk memberikan gaji pertamanya kepada BPJS Kesehatan menjadi trending topic, banyak warganet yang akan ikuti jejaknya.
Editor: Desi Kris
Dokter Terawan sendiri sempat diberi sanksi pelanggaran kode etik kedokteran.
Sanksi tersebut berkaitan dengan metode penyembuhan tak biasa yang dilakukan oleh dokter Terawan.
• Total Kekayaan Deretan Menteri Jokowi, Ada Nadiem Makarim, Prabowo hingga Luhut, Siapa Paling Kaya?

Bahkan dokter Terawan pernah berkonflik dengan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait metode yang dilakukannya tersebut.
Ia memiliki metode "cuci otak" untuk mengobati penyakit.
• Dilantik Jadi Menteri, Wishnutama Korbankan Momen Bahagia Putrinya, Tulis Permintaan Maaf Menyentuh
Beberapa tokoh nasional yang sudah merasakan metode tersebut dan memberikan testimoni yang baik.
Kini dokter Terawan kembali menjadi sorotan setelah menyinggung soal gaji pertamanya sebagai Menteri Kesehatan.
Berikut fakta-fakta yang TribunNewsmaker.com himpun terkait sosok dokter Terawan.
1. Dipecat sementara

Sempat menuai kontroversi dengan menerapkan sistem cuci otak bagi penderita stroke, dokter Terawan diberi sanksi.
Mantan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto ini dianggap melanggar Pasal 4 dan Pasal 6 Kode Etik Kedokteran Indonesia.
"Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri," demikian bunyi Pasal 4 Kode Etik Kedokteran Indonesia.
• Jokowi Ungkap Alasan Masuknya Sejumlah Nama Menteri Kabinet Indonesia Maju, Prabowo Hingga Terawan
Sementara Pasal 6 Kode Etik Kedokteran Indonesia berbunyi, “Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.”
Pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun angkat bicara terkait metode cuci otak dr Terawan tersebut.
"Harus dibuktikan kembali bahwa dengan cara itu saja apakah bisa menggantikan terapi konservatif yang ada? Belum tentu, dia harus membuktikan," kata Ketua Umum PB IDI Prof dr Ilham Oetama Marsis, SpOG kepada wartawan, Senin (9/4/2018).
2. Dikenal sederhana semasa SMA
