Setelah Insiden Susur Sungai, Kondisi Siswa SMPN 1 Turi Memprihatinkan, Trauma, Teriak hingga Nangis
Inilah kondisi sekolah SMPN 1 Turi, Sleman setelah tragedi susur sungai yang menewaskan 10 siswanya.
Editor: Listusista Anggeng Rasmi
Nindia yang alumni sekolah itu pun heran, mengapa dalam kondisi mendung pihak pembina tetap bersikeras melanjutkan aktivitas susur sungai.
Karena menurutnya, saat ia bersekolah di sana, jika cuaca mendung atau hujan maka agenda di luar kelas diganti materi di dalam kelas.
Begitu mendapat informasi bahwa agenda susur sungai tersebut berakhir dengan insiden tenggelamnya para siswa, ia bersama kakaknya langsung membagi tugas untuk mencari data anak-anak yang selamat.
Pasalnya ia tak menemukan di mana posisi adiknya pada sore itu.
"Saya bagi tugas dengan kaka saya. Saya di Klinik SWA, kakak saya di puskesmas dan sekolah," imbuhnya.
Hatinya semakin hancur ketika di Klinik SWA sudah ada empat janazah.
Ia tak berani berandai-andai. Kekhawitarannya semakin membuncah.
"Waktu itu saya tanya ke perawat, kalau saya cari adik saya yang bernama Annisa Ramadhani. Petugas meminta saya untuk kuat dan mengarahkan saya untuk memeriksa satu persatu jenazah yang ada di situ. Saya takut yang di sana itu adik saya," kenangnya.
Ia dengan berat hati memeriksa satu-persatu jenazah itu, dan ternyata itu bukanlah adiknya.
Ia baru merasa lega ketika mendengar adiknya ternyata sudah berada di sekolah.

Nindia pun sempat mendengar peristiwa yang dialami adiknya.
"Saat itu, adik saya sempat mengukur sungai, memang ada yang selutut tapi ada juga yang seleher. Adik saya mengajak teman-temannya untuk naik," paparnya.
Namun ternyata tidak semua temannya mengikuti anjuran Annisa.
"Nanti kalau ennggak turun dimarahi pembina loh," ujar Nindia menirukan ucapan teman Anissa.
"Tapi adik saya ngeyel, dia naik bersama lima orang lainya, baru balik badan sebentar ternyata teman-temannya yang lain sudah ada keseret. Adik saya terus cari pertolongan ke warga," jelasnya.