Kecewa dengan Pelayanan RS, Pria di Sumbar Ini Tega Doakan Tenaga Medis Kena Corona, Kini Ditangkap
Seorang Pria di Kecamatan Luhak, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat mendoakan tenaga medis terkena corona. Kini ditangkap.
Editor: Listusista Anggeng Rasmi
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Seorang Pria di Kecamatan Luhak, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat kini harus berurusan dengan hukum karena perbuatannya.
Pria berinisial D alias A tersebut mendoakan tenaga medis agar terkena virus corona atau Covid-19.
Ia menulis doa buruk tersebut di laman Facebook pribadinya.
Tentunya apa yang dituliskan D menuai kecaman dari warganet.
Bagaimana tidak, tenaga medis yang menjadi garda depan menghadapi virus corona justru malah didoakan tidak baik.
Banyak yang geram dan mengecam tindakan D.
• Banyak Kasus Pasien Corona Dikucilkan, Warga Cimahi justru Lakukan Aksi Mulia, Najwa Shihab Terharu
• Viral Pria Sumbang Ribuan Meter Tanahnya tuk Pemakaman Jenazah Corona, Ternyata Profesinya Tak Biasa

Berdasarkan pengakuan D, status tersebut ditulis karena D merasa kesal.
D dan keluarganya pernah mendapatkan pelayanan yang kurang baik di rumah sakit yang bersangkutan.
Pelayanan yang didapatkan D membuat dirinya geram.
Ia pun nekat menuliskan doa tersebut di Facebook.
Pengakuan pelaku dibeberkan oleh ujar Kapolres Payakumbuh AKBP Dony Setiawan.
"Berdasarkan pengakuannya, dia dan keluarganya pernah mengalami pelayanan yang kurang baik dari salah satu rumah sakit di sini," ujar Kapolres Payakumbuh AKBP Dony Setiawan saat dihubungi, Kamis (16/4/2020).
Status D dikomentari oleh ribuan warganet dan mendapatkan kecaman oleh berbagai pihak.
Status tersebut kemudian dilaporkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia Kota Payakumbuh ke Polres Payakumbuh.
D sempat menyangkal dan berkata kepada petugas bahwa akun Facebook istrinya yang digunakan untuk menulis status direntas oleh orang lain.
Namun D mengunggah fotonya dengan polisi saat di Mapolsek Luak di akun Facebook yang ia sebut direntas oleh orang lain,
• Ruang Mayat Membludak, Kondisi Jenazah Covid-19 di RS Amerika Ditumpuk dan Disandarkan Tak Beraturan
“Petugas curiga dan tak berapa lama dilakukan penangkapan dan kemudian pelaku mengakui perbuatannya," kata Dony.
D kemudian ditangkap polisi pada Senin (13/4/2020) di rumahnya.
Polisi menilai, D telah melanggar tindak pidana yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), tentang penyebaran informasi yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik.
"Menimbulkan ujaran kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas sara,” ujar Dony Setyawan dalam video conference.
• Jenazah Perawat Positif Corona Ditolak Warga, Suami Curhat Pilu, Ungkap Kronologi: 3 Kali Dihentikan
Dari tangan D, polisi mengamankan satu ponsel dan tangkapan layar akun Facebook atas nama nola.bundanyaasraf.
“Petugas berhasil menyita satu ponsel, screnshoot postingan akun Facebook atas nama nola.bundanyaasraf.
Serta akun facebook dan email atas nama nola.bundanyaasraf,” ujar Dony.
Menurut Dony, pelaku Pelaku terancam pidana penjara selama 6 tahun atau denda Rp 1 miliar. (Tribunnewsmaker/*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kecewa dengan Pelayanan Rumah Sakit, Pria di Sumbar Doakan Tenaga Medis Terkena Corona"

Kisah Pilu Perawat Lawan Stigma di Tengah Pandemi Corona, Jenazah Ditolak hingga Ditampar & Diancam
Nasib pilu dialami sejumlah perawat yang tetap bekerja di tengah pandemi corona.
Berjuang di garda terdepan, para perawat ini justru kerap mendapat perlakuan tak mengenakkan.
Padahal para tenaga medis termasuk perawat dan dokter menjadi pahlawan dalam situasi seperti ini.
Rasa cemas terus menghinggapi mereka ketika merawat pasien Covid-19.
Bahkan nyawa mereka pun menjadi taruhannya.
Namun tanggung jawab yang besar membuat para perawat tak memiliki pilihan lain.
Mereka tak gentar dengan nyali yang membawa.
Resiko yang mereka tanggung pun cukup berat bahkan bisa menghilangkan nyawa mereka sendiri.
Tak sedikit perawat yang gugur lantaran ikut tertular ketika merawat pasien virus corona.
Namun tidak semua orang menyadari besarnya pengorbanan tersebut.
Ironisnya, stigma hingga tindakan tak menyenangkan masih saja ada. Berikut kisah-kisahnya:
1. Di Semarang, jenazah perawat positif corona ditolak warga

Jenazah seorang perawat RSUP Dr. Kariadi Semarang yang dinyatakan positif corona ditolak oleh sekelompok warga di Desa Sewakul, Ungaran.
Sewakul, Ungaran dipilih sebagai lokasi pemakaman lantaran ayah sang perawat juga dimakamkan di tempat tersebut.
"Keluarga meminta dimakamkan di Sewakul Ungaran Timur agar dekat dengan makam ayahnya," kata Humas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Semarang Alexander Gunawan.
Awalnya tak ada penolakan. Namun di hari pemakaman, sekelompok warga tiba-tiba tak menerima jenazah perawat tersebut.
Penolakan berujung dipindahnya makam perawat berusia 38 tahun itu.
"Oleh keluarga kemudian dimakamkan di Bergota makam keluarga RS Kariadi Semarang, karena beliau bertugas di sana," ujar dia.
Buntut penolakan pemakaman, tiga orang tokoh masyarakat di Ungaran ditangkap.
Mereka diduga memprovokasi 10 warga dan memblokade jalan masuk menuju pemakaman.
Direktur Reskrimum Polda Jateng Kombes Budi Haryanto menjelaskan, tiga pelaku diduga melanggar Pasal 212 KUHP dan 214 KUHP serta Pasal 14 ayat 1 UU no 4 tahun 1984 tentang penanggulangan wabah.
Menyusul kejadian ini, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta maaf.
Ia memastikan, jenazah pasien positif yang telah meninggal tak akan menularkan virus.
Dengan mata berkaca-kaca, Ganjar meminta agar masyarakat mengasah kepekaan dan rasa kemanusiaan.
"Para perawat, dokter dan tenaga medis tidak pernah menolak pasien, kenapa kita tega menolak jenazah mereka?" ungkap Gubernur Ganjar.
2. Perawat RSUP Persahabatan terpaksa angkat kaki dari indekos

Para staf medis dan perawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan memilih angkat kaki dari indekos mereka lantaran mendapat perlakuan diskriminatif.
Hal itu dibenarkan oleh Direktur RSUP Persahabatan Rita Rogayah.
Kuatnya stigma tetangga indekos membuat perawat RSUP Persahabatan memilih pergi.
"Mereka tidak nyaman karena ada stigma, mereka bekerja di RSUP Persahabatan sebagai rumah sakit infeksi," kata dia.
Lingkungan tempat indekos memposisikan para petugas medis tersebut membawa penyakit, padahal mereka telah melalui prosedur yang ketat setiap pulang dari bertugas.
"Sehingga mereka kalau kembali ke rumah, mereka merasa sepertinya menularkan Covid-19 dan membawa virus ke rumah. Lingkungan itu menstigma mereka itu membawa penyakit," kata dia.
Menyusul kejadian itu, beberapa pihak telah mencarikan tempat bagi mereka.
Beberapa donatur bersedia menawarkan bantuan akomodasi bagi para petugas medis.
3. Perawat Ditampar Saat Ingatkan Pakai Masker

Seorang perawat klinik berinisial HM mendapatkan tamparan usai mengingatkan seorang satpam supaya mengenakan masker saat berobat.
Maksud baik sang perawat untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 itu justru berujung penganiayaan.
Oknum satpam berinisial B awalnya berobat di Klinik Dwi Puspita, Semarang.
B saat itu datang tanpa memakai masker. HM yang melihatnya kemudian mengingatkan B untuk memakai masker.
Bukan berterima kasih, B justru menampar HM hingga perawat itu trauma dan mengalami pusing.
HM pun akhirnya melaporkan kejadian itu ke Polsek Semarang Timur.
Selain ditampar, HM mengaku diancam akan dibunuh.
Ia berharap, semoga kejadian yang sama tak lagi terulang, lebih-lebih pada para tenaga medis sepertinya.
"Tolong hargai profesi kami. Karena kami bekerja dengan hati ikhlas membantu masyarakat," kata HM.
4. PDP ancam perawat dengan pecahan kaca

Seorang Pasien dalam Pengawasan (PDP) di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, Kalimantan Timur mengamuk, memecahkan kaca serta mendobrak pintu.
Tak berhenti di situ, pasien juga melakukan ancaman pada perawat.
"Dia juga mengancam perawat pakai pecahan kaca," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Samarinda Osa Rafsodia, Sabtu (11/4/2020).
Bahkan petugas kepolisian pun dipanggil lantaran pasien dinilai mengancam keselamatan petugas medis.
Setelah berhasil ditenangkan, pasien klaster Ijtima Ulama Gowa itu dipulangkan dengan catatan wajib mengisolasi diri di rumahnya.
Osa mengatakan, pasien itu diisolasi mulai tanggal 8 April 2020 usai hasil rapid test menyatakan pasien reaktif terpapar virus corona.
Ia berharap, kasus ancaman hingga kekerasan pada perawat tak lagi terulang. (TribunNewsmaker.com/*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah-kisah Perawat Melawan Aniaya dan Stigma di Tengah Pandemi Corona, Diancam Pecahan Kaca dan Jenazah Ditolak Warga
dan di Tribunnews Pria di Sumbar Ini Tega Doakan Tenaga Medis Terkena Corona, Kini Ditangkap, Ini Pengakuannya