Anggota ABK Kapal China Beberkan Perlakuan Keji yang Dialami, Harus Minum Air Laut & Kerap Ditendang
ABK Indonesia di kapal China ungkap kondisi memilukan yang dialami, minum air laut & sering ditendang hingga dimaki jika lelah
Editor: Talitha Desena
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Anggota ABK ceritakan perlakuan yang dialami ketika bekerja di kapal China.
Mereka harus mengalami eksploitasi yang tak terbayangkan.
Seperti apa detailnya?
ABK Indonesia di kapal China ungkap kondisi memilukan yang dialami, minum air laut & sering ditendang hingga dimaki jika lelah.
Masyarakat tengah menyoroti kasus yang terjadi di kapal China Longxing 629.
18 ABK Indonesia yang bekerja di kapal tersebut mengalami eksploitasi parah.
• Curhat Pilu Orang Tua ABK yang Meninggal di Kapal China, Tak Tahu Jasad Anaknya Dibuang ke Laut
• Kisah Pilu Keluarga ABK Kapal China, Tak Pernah Bisa Menghubungi, Kini Putranya Meninggal & Dilarung

Hingga 4 dari 18 orang tersebut meninggal dunia dan yang meninggal di kapal, jenazahnya dilarung di laut.
ABK yang berhasil bertahan hidup pun buka suara mengenai kekerasan yang dialami.
Dirinya mengalami berbagai perlakuan yang kurang menyenangkan.
Kejadian ini sampai menjadi isu internasional dan masyarakat mengecam hal yang dilakukan pada para ABK Indonesia.
Pemerintah China belum merespons resmi laporan itu dan belum juga menjawab pertanyaan BBC News Indonesia mengenai hal itu.
Data dari Migrant Care menunjukkan mereka menerima 205 aduan kekerasan terhadap ABK Indonesia di kapal asing, juga gaji yang ditahan, dalam kurun waktu delapan tahun belakangan.
Koordinator National Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia, M. Abdi Suhufan, menyebut konflik di kapal sering terjadi karena ABK asal Indonesia tidak dibekali kemampuan bekerja di atas kapal asing.
"Ada ABK asal Indonesia yang aslinya tinggal di daerah pegunungan dan tidak mengerti cara melaut, nggak ngerti alat pancing, jaring. Kemampuan bahasa juga tidak dibekali," ujar Abdi.
"Kadang-kadang mereka salah mengerti (perintah bahasa asing). Itu yang mungkin membuat suasana kerja menjadi tegang hingga akhirnya terjadi konflik di atas kapal," ujarnya.
Jika hal ini tak dibenahi, Abdi mengatakan praktik kekerasan di kapal asing yang menimpa ABK Indonesia 'akan terus berulang'.

"Kami nggak mengerti, lalu dibentak"
Salah seorang ABK, Andrisen Ulipi, 23, menceritakan ia tak menyangka cara bekerja di kapal ikan asing sangat berbeda dengan pengalamannya bekerja di kapal kargo Indonesia.
Pria asal Manado itu memutuskan menjadi ABK di kapal ikan berbendera China tahun 2019.
Dia mendaftar di sebuah agen pengiriman ABK di Pemalang, Jawa Timur, yang hanya mensyaratkannya menyerahkan KTP, KK, ijazah, buku pelaut, dan paspor.
Tak ada pembekalan mengenai cara bekerja di kapal ikan atau perkenalan bahasa asing. Di kapal itu lah ia baru benar-benar belajar menangkap ikan.
"Kalau di Indonesia kan pakai jaring agak kecil, di sana (kapal asing) jaring agak besar. Baru belajar saat di kapal," ujarnya.
"(Kami) nggak tahu jahit jaring bagaimana, tapi disuruh jahit. Lalu mandor dan kapten marah-marah," ujarnya.
Andrisen, lulusan SMK jurusan bangunan, mengatakan sejumlah ABK juga sering tak mengerti apa yang disampaikan oleh pimpinan kapal yang berbahasa asing.
"Kami nggak ngerti. Dimarahin, dibentak-bentak sama dia."
Konflik biasanya memuncak ketika para ABK Indonesia kelelahan.
"Kami ditendang dan dimaki-maki ketika kelelahan, itu sudah biasa," katanya.
Dalam kurun waktu lima bulan, ia dan sejumlah rekannya berhenti bekerja dan pulang ke Indonesia karena mengaku mendapat perlakuan tak layak itu.
Hingga kini, Andrisen mengaku, belum mendapat gaji.

Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Basilio Dias Araujo, menyoroti perihal pelatihan dan sertifikasi ABK Indonesia.
Indonesia, kata Basilio, sudah meratifikasi The International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Fishing Vessel Personnel, yang mengatur sertifikasi yang diperlukan oleh ABK.
Aturan yang dikeluarkan ILO itu, kata Basilio, penting karena Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak menempatkan ABK di kapal asing, setelah Rusia dan China. Namun, proses sertifikasi itu kerap tak dilakukan.
"Banyak nelayan kita tidak dilengkapi sertifikasi yang layak," ujarnya.
Ia menjelaskan, pelatihan untuk sertifikasi itu penting karena di luar negeri, kapal ikan yang digunakan umumnya di atas 300 Gross tonnage (GT). Sementara, di Indonesia, kapal ikan di atas 150 GT saja dilarang.

Plt Dirjen Binapenta dan PKK Kementerian Ketenagakerjaan Aris Wahyudi mengatakan sesuai tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia idealnya orang yang bekerja di luar negeri memiliki sertifikat kompetensi.
"Kalau itu tidak dipenuhi, dampaknya akan mengikuti. Nanti dibodohi dan bargaining ketika membahas atau nego di perjanjian kerja menjadi sangat terbatas," ujarnya.
Ia mengatakan kedepannya pihaknya akan melarang ABK yang tidak memenuhi standar kompetensi untuk bekerja di luar negeri.
Aris menambahkan kedepannya, pelatihan-pelatihan kompetensi itu akan diberikan Kementerian Perhubungan dan Kelautan dan Perikanan.
Lima pintu sulitkan pengawasan

Akibat kondisi ini, ujarnya, upaya pengawasan ABK sangat sulit.
"KBRI akhirnya sulit mendeteksi keberadaan mereka untuk melakukan monitoring dan pengawasan karena aturan tiap-tiap instansi pengirim berbeda," kata Abdi.
Hal itu membuat data jumlah ABK Indonesia di kapal asing berbeda-beda.
Namun, pemerintah kerap mengatakan jumlahnya lebih dari 500.000, ujar Asisten Deputi Keamanan dan Ketahanan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Basilio Dias Araujo.
Basilio mengatakan harusnya keselamatan para pekerja diawasi Kemenaker.
Namun, ia menyebut, hingga kini Kemenaker enggan meratifikasi konvensi internasional untuk perlindungan para ABK, termasuk Konvensi Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan (K-188) yang disusun ILO.
"Bagaimana mau menekan negara lain terkait keselamatan ABK Indonesia kalau Indonesia sendiri tidak meratifikasi konvensi yang bisa memberikan perlindungan?" katanya.
Kementerian Ketenagakerjaan, dalam hal ini diwakili Plt Dirjen Binapenta dan PKK, Aris Wahyudi, belum memberi jawaban terkait tudingan itu karena ia berkata "masih perlu mencari tahu".
Terkait dengan pengiriman ABK, ia mengatakan sejauh ini, hal itu diatur oleh Kementerian Perhubungan.
"Untuk awal kapal, kemenaker belum masuk," katanya.
Untuk menyelesaikan masalah tumpang tindihnya aturan mengenai izin keberangkatan ABK, Aris mengatakan kementerian terkait akan melakukan harmonisasi aturan.
Peraturan itu kini dibahas dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan, katanya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Cerita ABK di Kapal Asing: Tanpa Pembekalan, Kami Ditendang, Dimaki Ketika Kelelahan