Terdakwa Kasus Novel Baswedan Divonis 1 Sampai 2 Tahun Penjara, Jokowi Diminta Bentuk Tim Usut Ulang
Tim Advokasi Novel Baswedan minta Jokowi bentuk TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) untuk usut ulang kasus penyiraman air keras Novel Baswedan
Editor: Talitha Desena
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Akhirnya dua orang terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis menerima vonis akhir.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis terhadap dua penyerang Novel, masing-masing 2 tahun penjara untuk Rahmat Kadir dan Ronny Bugis 1 tahun 6 bulan penjara pada Kamis 25 Juni 2020.
Keduanya dinyatakan bersalah karena melanggar Pasal 353 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 351 Ayat (2) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ronny Bugis dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan. Menetapkan masa penetapan terdakwa dikurangi dari pidana yang dijatuhkan,"
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Rahmat Kadir dengan pidana penjara selama dua tahun. Menetapkan masa penetapan terdakwa dikurangi dari pidana yang dijatuhkan," kata Ketua Majelis Hakim Djuyamto.
Novel Baswedan juga memberi reaksi terkait vonis pengadilan tersebut di akun Twitternya.
• Dua Penyerangnya Divonis Ringan, Novel Baswedan: Indonesia Bahaya Bagi Orang yang Berantas Korupsi
• Jelang Vonis Terdakwa Penyiram Air Keras, Novel Baswedan Tak Menaruh Harapan, Sebut Soal Sandiwara

Novel menilai putusan tersebut adalah akhir dari 'sandiwara pengadilan'.
“Sandiwara telah selesai sesuai dengan skenarionya.
Point pembelajarannya adalah Indonesia benar-benar berbahaya bagi orang yang berantas korupsi.
Selamat bapak Presiden @jokowi, Anda berhasil membuat pelaku kejahatan tetap bersembunyi, berkeliaran dan siap melakukannya lagi!” tulis Novel melalui akun Twitter @nazaqistsha, Jumat 17 Juli 2020.
Tim Advokasi Novel Baswedan meminta Presiden Joko Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta, untuk mengusut ulang perkara penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
"Pasca-putusan hakim, Presiden harus segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta, menyelidiki ulang kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik KPK Novel Baswedan."
"Sebab, penanganan perkara yang dilakukan Kepolisian terbukti gagal mengungkap skenario dan aktor intelektual kejahatan ini," ujar Muhammad Isnur, anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, lewat keterangan tertulis, Jumat (17/7/2020).
Sejak awal penanganan perkara, dia menilai, terdapat skenario membuat tuntutan yang ringan untuk mengunci putusan hakim.
Masing-masing terdakwa hanya dituntut pidana penjara oleh jaksa penuntut umum selama satu tahun.
Selama ini, dia melihat, tidak ada putusan yang dijatuhkan terlalu jauh dari tuntutan, kalaupun lebih tinggi daripada tuntutan.
Misalnya, tidak mungkin hakim berani menjatuhkan pidana 5 tahun penjara untuk terdakwa yang dituntut 1 tahun penjara.
"Mengapa putusan harus ringan? Agar terdakwa tidak dipecat dari Kepolisian dan menjadi whistle blower/justice collaborator."
"Skenario sempurna ditunjukkan sikap terdakwa menerima dan tidak banding meski diputus lebih berat dari tuntutan penuntut umum," ujarnya.
Pihaknya juga meyakini, barang dan alat bukti yang dihadirkan di persidangan tidak memiliki keterkaitan serta kesesuaian dengan para terdakwa.
Sehingga, putusan majelis hakim harus dikatakan bertentangan dengan pasal 183 KUHAP yang mengamanatkan hakim harus memiliki keyakinan dengan didasarkan dua alat bukti sebelum menjatuhkan sebuah putusan;
Selain itu, Tim Advokasi Novel Baswedan menuntut pertanggungjawaban Presiden Joko Widodo selaku Kepala Negara, karena selama ini mendiamkan citra penegakan hukum dirusak oleh kelompok tertentu.
"Dengan hormat kami ingatkan Bapak Presiden, bahwa Kapolri dan Kejagung berada di bawah Presiden, karena tidak ada kementerian yang membawahi kedua lembaga ini."
"Baik buruk penegakan hukum adalah tanggung jawab langsung Presiden, yang akan terus tercatat di sejarah Negara Hukum Republik Indonesia," tambahnya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara menjatuhkan vonis kepada kedua terdakwa penganiaya Novel Baswedan.
Sidang beragenda pembacaan putusan digelar di ruang sidang PN Jakarta Utara, Kamis (16/7/2020), selama sekitar 8 jam.
Terdakwa Rahmat Kadir Mahulette, penyiram air keras kepada Novel Baswedan, divonis 2 tahun penjara.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa selama 2 tahun,” kata ketua majelis hakim Djuyamto saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Utara, Kamis (16/7/2020).
Rahmat Kadir terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penganiayaan terencana kepada Novel Baswedan.
Rahmat terbukti melanggar Pasal 353 ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saat melakukan tindak pidana, Rahmat dibantu Ronny Bugis yang mengendarai sepeda motor.
Untuk Ronny Bugis, majelis hakim menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Hukuman itu lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum.
Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulete sebelumnya dituntut hukuman penjara selama 1 tahun.
Mereka masing-masing dituntut melakukan tindak pidana penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, yang mengakibatkan luka-luka berat, seperti yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan subsider jaksa penuntut umum.
Ketua majelis hakim Djuyamto menjelaskan alasan menerapkan pasal 353 ayat (2) KUHP.
Karena, terbukti di persidangan, Rahmat Kadir tidak mempunyai niat untuk membuat Novel Baswedan menderita luka berat.
Sehingga, kata dia, dakwaan primer pasal 355 ayat (1) KUHP Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dari jaksa penuntut umum tidak memenuhi unsur pidana.
"Unsur penganiayaan dakwaan primer tidak terpenuhi," kata Djuyamto di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Kamis (16/7/2020).
Dia menjelaskan, Rahmat Kadir tidak berniat membuat Novel Baswedan menderita luka berat, karena anggota Brimob Polri itu mencampur air dengan air aki.
Campuran air itu yang digunakan menyiram Novel Baswedan Baswedan.
"Tidak menghendaki timbulnya luka berat pada diri Novel Baswedan."
"Sebab, jika memang sejak awal niat menimbulkan luka berat, tentu tidak perlu menambahkan air dengan air aki," kata Djuyamto.
Djuyamto menilai Rahmat Kadir tidak berniat membuat Novel Baswedan menderita luka berat.
"Jelas perbuatan penganiayaan adalah memang mengakibatkan luka berat."
"Namun, luka berat pada faktanya adalah bukan niat atau kehendak. Tidak menjadi sikap batin sejak awal," paparnya.
Selain itu, kata dia, upaya Rahmat Kadir meminta bantuan Ronny Bugis untuk mengantarkan ke kediaman Novel Baswedan pada hari kejadian, sudah memenuhi unsur Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penyertaan.
"Terbukti perbuatan memenuhi unsur penyertaan," tambahnya.
Pada pertimbangannya, majelis hakim menyatakan hal yang meringankan hukuman, yaitu terdakwa sudah meminta maaf kepada Novel Baswedan.
"Terdakwa sudah menyampaikan permohonan maaf kepada saksi korban (Novel Baswedan) dan keluarga, rakyat Indonesia, dan institusi Polri," beber Djuyamto.
Untuk hal lainnya yang meringankan hukuman, terdakwa berterus terang mengakui perbuatan dan belum pernah dihukum.
Sedangkan untuk hal yang memberatkan hukuman, perbuatan terdakwa tidak mencerminkan seorang Bhayangkari negara, dan perbuatan terdakwa mencederai lembaga Polri.
Kedua terdakwa menerima putusan majelis hakim.
"Bagaimana Saudara Rahmat Kadir terhadap putusan?" tanya Djuyamto, saat bertanya apakah terdakwa akan mengajukan banding.
"Terima kasih. Saya menerima yang Mulia," jawab Rahmat Kadir.
Hal yang sama juga ditanyakan Djuyamto kepada Ronny Bugis.
Ronny Bugis mengaku menerima putusan itu dan tidak menempuh upaya hukum lanjutan.
"Kami menerima yang Mulia," jawab Ronny.
Selain kepada kedua terdakwa, majelis hakim memberikan kesempatan kepada tim jaksa penuntut umum melakukan upaya hukum terhadap putusan itu.
Tim jaksa mengaku akan mempertimbangkan mengajukan banding.
"Saya pikir-pikir," jawab jaksa.
Majelis hakim memberikan kesempatan, apabila akan mengajukan banding, disampaikan selambat-lambatnya selama kurun waktu 7 hari setelah pembacaan putusan.
(Tribunnewsmaker.com/*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Tim Advokasi Novel Baswedan Desak Jokowi Bentuk TGPF dan Usut Ulang Kasus Penyiraman Air Keras