Draf UU Cipta Kerja Berubah Jadi 1.187 Halaman, Ada Pasal yang Dihapus, Ini Penjelasannya
Sebelumnya, ada sebanyak 812 halaman. Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya menjelaskan bertambah tebalnya draf UU Cipta Kerja.
Editor: Listusista Anggeng Rasmi
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Draf terbaru Undang-Undang Cipta Kerja kini mengalami perubahan.
Hal itu diungkapkan oleh pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Draf ndang-Undang Cipta Kerja kini menjadi setebal 1.187 halaman.
Sebelumnya, ada sebanyak 812 halaman.
Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya menjelaskan bertambah tebalnya draf UU Cipta Kerja.
Rupanya ada perubahan format halaman setelah draf UU Cipta Kerja diserahkan ke Sekretariat Negara.
Baca juga: Simak Keuntungan Status Karyawan Kontrak yang Diatur dalam UU Cipta Kerja yang Ramai Didemo Massa
Baca juga: Ini Keuntungan Status Karyawan Kontrak yang Diatur dalam UU Cipta Kerja yang Banjir Kritik

Hal itulah yang membuat halaman bertambah banyak.
"Itu disesuaikan format kertas," kata Willy saat dihubungi, Jumat (23/10/2020).
Berdasarkan informasi yang ia terima, da penyesuaian format penulisan sesuai tata naskah RUU yang akan ditandatangani presiden.
Penyesuaian itu mulai dari jenis kertas yang bertanda resmi kop kepresidenan, margin kiri-kanan dan atas bawah, serta jarak spasi antar pasal/ayat.
Karena itu, terjadi perubahan ketebalan halaman dari semula 812 halaman saat diserahkan DPR, menjadi 1.187 halaman.
Jika dibandingkan dengan naskah 812 halaman, memang tampak perbaikan pengaturan format penulisan sehingga lebih rapi dan jelas pemisahan antara satu pasal dan pasal lainnya.
"Format atau setting semua PUU di Setneg adalah margin kiri dan kanan berjarak 3 cm.
Margin atas kurang lebih 6,5 cm ke huruf paling atas.
Tulisan paling bawah menggunakan 'frasa sambung' di halaman berikutnya," kata Willy.
Kendati demikian, ditemukan adanya perubahan isi dalam draf 1.187 halaman.
Dalam draf terbaru, ketentuan pengubahan Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dihapus.
Dalam UU Cipta Kerja setebal 812 halaman, ketentuan itu tertuang pada Pasal 40 angka 7 yang mengubah ketentuan Pasal 46 UU Minyak dan Gas Bumi.
Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas, membenarkan soal penghapusan pasal tersebut.
Supratman mengatakan, pasal tersebut memang semestinya dihapus sesuai dengan kesepakatan dalam rapat panitia kerja (Panja) sebelumnya.
Baca juga: SETELAH Puji UU Cipta Kerja, Jenderal Gatot Nurmantyo: Catat! Saya Keluar dari KAMI Jika Jadi Parpol
Baca juga: Kata Menaker Ida Fauziyah Soal Aturan Pegawai Kontrak Seumur Hidup yang Diprotes di UU Cipta Kerja
"Jadi kebetulan Setneg yang temukan, jadi itu seharusnya memang dihapus," ujarnya.
Supratman menjelaskan, Pasal 46 UU Migas itu berkaitan dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas.
Dia mengatakan, pemerintah sempat mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menambahkan satu ayat. Usul tersebut tidak disetujui Panja.
Namun, Pasal 46 masih tercantum dalam naskah setebal 812 halaman yang dikirim DPR ke Setneg.
"Ternyata masih tercantum ayat (1) sampai (4). Karena tidak ada perubahan, oleh Setneg itu mengklarifikasi ke Baleg.
Saya pastikan setelah berkonsultasi semua ke kawan-kawan itu benar seharusnya tidak ada," kata Supratman.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan, substansi naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman sama dengan yang diserahkan DPR RI kepada Presiden Joko Widodo.
Ia memastikan, tidak ada perubahan naskah UU Cipta Kerja.
"Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1.187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan oleh DPR kepada Presiden," kata Pratikno dalam keterangan tertulis, Kamis (22/10/2020).
Ia mengatakan, sebelum disampaikan kepada Presiden, setiap naskah RUU dilakukan penyuntingan dan pengecekan teknis terlebih dahulu oleh Kementerian Sekretariat Negara agar siap untuk diundangkan.
Setiap detail perbaikan teknis yang dilakukan, misalnya kesalahan penulisan dan lain-lain dilakukan atas persetujuan pihak DPR, yang dibuktikan dengan paraf Ketua Badan Legislasi (Baleg).
Adapun, tentang perbedaan jumlah halaman, Pratikno menilai, tak bisa digunakan untuk mengukur kesamaan dokumen.
Kesamaan dokumen dengan menggunakan indikator jumlah halaman, hasilnya bisa tidak valid.
"Sebab, naskah yang sama, yang diformat pada ukuran kertas yang berbeda, dengan margin yang berbeda dan font yang berbeda, akan menghasilkan jumlah halaman yang berbeda," tutur Pratikno.
"Setiap naskah UU yang akan ditandatanganin Presiden dilakukan dalam format kertas Presiden dengan ukuran yang baku," kata dia.

Draf UU Cipta Kerja 1.187 Halaman, Ahli Sebut Tak Masuk Akal
Ahli hukum tata negara pada Universitas Andalas, Feri Amsari mencurigai adanya perubahan substansial di dalam UU Cipta Kerja menyusul beredarnya draf UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman.
Feri mengatakan, perubahan jumlah halaman dari 812 menjadi 1.187 tidak mungkin hanya disebabkan oleh perubahan format seperti font dan margin tulisan.
"Tidak masuk akal kalau hanya perubahan font dan margin, itu dipastikan ada perubahan substansial, itu akan semakin membuktikan memang ada permasalahan," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/10/2020).
DPR menyerahkan draf RUU Cipta Kerja setebal 812 halaman kepada Pemerintah.
Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Muhammadiyah menerima naskah UU Cipta Kerja terbatu setebal 1.187 dari Pemerintah.
Menurut Feri, perubahan jumlah halaman tersebut tidak mungkin disebabkan oleh perubahan format tulisan.
Lagipula, kata Feri, Pemerintah tidak berhak mengotak-atik draf yang sudah disetujui DPR dan diserahkan ke Pemerintah.
"Hanya sekadar ditandatangani presiden, presiden tidak berhak memeriksa substansi karena sudah disetujui bersama. Kalau terjadi perubahan-perubahan lain, itu mengingkari persetujuan bersama," kata Feri.
Ia mengatakan, beredarnya draf UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman ini semakin menunjukkan proses penyusunan UU Cipta Kerja yang cacat formil.
"Ini memperlihatkan ada cacat formil yang luar biasa yang tidak bisa diututupi pemerintah dan DPR sebagai pembentuk undang-undang bahwa banyak sekali yang diubah," kata Feri.
Majelis Ulama Indonesia ( MUI) dan Muhammadiyah menerima naskah Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terbaru.
Wakil Ketua Umum MUI Muhyidin Junaidi mengatakan, naskah UU Cipta Kerja yang diterima tersebut setebal 1.187 halaman.
"Iya, MUI dan Muhammadiyah sama-sama terima yang tebalnya 1.187 halaman. Soft copy dan hard copy dari Mensesneg (Menteri Sekretaris Negara)," kata Muhyidin kepada Kompas.com, Kamis (22/10/2020).
Sebelum draf 1.187 halaman itu beredar, sebelumnya terdapat sejumlah draf RUU Cipta Kerja antara lain setebal 1.082 halaman, 905 halaman, 1.035 halaman, dan 812 halaman.
Draf RUU Cipta Kerja setebal 812 halaman itulah yang kemudian diserahkan DPR ke Presiden Joko Widodo pada Rabu (14/10/2020). (Tribunnewsmaker/*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Draf UU Cipta Kerja Berubah Jadi 1.187 Halaman, Ada Penghapusan Pasal" dan "Muncul Draf UU Cipta Kerja 1.187 Halaman, Ahli: Tak Masuk Akal kalau Perubahan "Font" dan "Margin""
dan di Tribunnews Polemik Draf UU Cipta Kerja Berubah Jadi 1.187 Halaman, Ada Pasal yang Dihapus, Ini Penjelasannya