Breaking News:

Ada Salah Ketik dalam UU Cipta Kerja, Pengamat: Tampak Bagaimana Buruknya Proses Ugal-ugalan Ini

Bivitri mengatakan, makna pembuatan undang-undang dikerdilkan hanya untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu.

Editor: Irsan Yamananda
KOMPAS.com/SANIA MASHABI
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti dalam Diskusi Bertajuk Pro Kontra Omnibus Law RUU Cipta Kerja di Kantor LIPI, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2020) 

TRIBUNEWSMAKER.COM - Presiden Joko Widodo diketahui telah menandatangani UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu.

Kini, undang-undang yang sempat jadi kontroversi tersebut resmi diundangkan dengan Nomor 11 Tahun 2020.

Sayangnya, UU Cipta Kerja yang telah diresmikan tersebut masih mengandung kesalahan ketik di sejumlah pasal.

Mengenai hal ini , Pengamat Hukum Tata Negara Bivitri Susanti angkat bicara.

Ia mengatakan, jika kesalahan dalam UU Cipta Kerja ini mau diubah, maka prosesnya tidak bisa sembarangan.

Menurut Bivitri, pemerintah harus menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terlebih dahulu untuk memberikan kepastian hukum agar pasal-pasal tersebut bisa dilaksanakan.

Baca juga: AKHIRNYA Istana Angkat Bicara Cacat UU Cipta Kerja, dari Isu Penghapusan Pasal Hingga Salah Ketik

Baca juga: Sudah Diteken Jokowi, UU Cipta Kerja Resmi Jadi UU Nomor 11 Tahun 2020, Ini Link untuk Unduh Drafnya

Baca juga: RESMI BERLAKU, UU Cipta Kerja Sudah Diteken Presiden Jokowi, Ini Link untuk Mengunduh Secara Lengkap

Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak)

"Kalau pemerintah mau membuat ada kepastian hukum agar pasal-pasal itu bisa dilaksanakan, bisa keluarkan Perppu."

"Karena UU ini tidak bisa diubah begitu saja," kata Bivitri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (3/11/2020).

Kesalahan penulisan dalam UU Cipta Kerja, lanjut Bivitri, makin memperjelas proses pembahasan dan pembentukannya yang ugal-ugalan.

Bivitri mengatakan, makna pembuatan undang-undang dikerdilkan hanya untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu.

Baca juga: Menaker Ida Fauziyah Tegaskan UU Cipta Kerja Tetap Berlaku : Kalau Tidak Puas, Bisa Digugat ke MK

"Makin tampak ke publik bagaimana buruknya proses ugal-ugalan seperti ini."

"Seakan-akan mengerdilkan makna pembuatan UU, padahal UU itu seperti kontrak sosial warga melalui wakil-wakilnya," kata Bivitri.

"Itu pun sudah disimpangi dengan tidak partisipatif dan tidak transparannya proses penyusunan dan pembahasan."

"Ini akibatnya kalau tujuan buruk menghalalkan segala cara," tuturnya.

Penelusuran Kompas.com, Selasa (3/11/2020), ditemukan kesalahan ketik yang cukup fatal pada Pasal 6 di Bab Peningkatan Ekosistem Investasi dan Kegiatan Berusaha.

Pasal 6 menyebutkan, peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a meliputi (a) penerapan perizinan berusaha berbasis risiko; (b) penyederhanaan persyaratan dasar perizinan berusaha; (c) penyederhanaan perizinan berusaha sektor; dan (d) penyederhanaan persyaratan investasi.

Baca juga: Jokowi Akhirnya Ungkap Alasan RUU Cipta Kerja Dikebut di Tengah Pandemi, Singgung Soal Reformasi

Namun, rujukan ke Pasal 5 ayat (1) tidak jelas karena dalam UU Cipta Kerja Pasal 5 tidak memiliki ayat.

Pasal 5 hanya berbunyi, ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait.

Kemudian, ada pula kesalahan ketik dalam Pasal 175 di Bab Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja.

Pasal 175 angka 6 mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan Nomor 30 Tahun 2014. Pasal 53 itu terdiri atas 5 ayat yang mengatur soal syarat sah keputusan pemerintahan.

Ayat (1) berbunyi, batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Baca juga: Jumlah Halaman UU Cipta Kerja Berubah Lagi, KSPI Sebut DPR Memalukan & Seperti Sinetron Kejar Tayang

Ayat (2), jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.

Ayat (3), dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan keputusan dan/atau tindakan sebagai keputusan atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan yang berwenang.

Ayat (4), apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), badan dan/atau pejabat pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.

Baca juga: POPULER - Pihak Istana Jelaskan Soal Pasal yang Dihapus di UU Cipta Kerja, Sebut Tak Ubah Substansi

Ayat (5), ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan keputusan dan/atau tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.

Semestinya, ketentuan dalam ayat (5) merujuk pada ayat (4). Bukan pada ayat (3) sebagaimana yang ditulis dalam UU Cipta Kerja. (TribunNewsmaker/ *)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ada Kesalahan Ketik Fatal, Proses UU Cipta Kerja Dinilai Ugal-ugalan ".

BACA JUGA : di Tribunnews.com dengan judul Ada Salah Ketik dalam UU Cipta Kerja, Pakar: Makin Tampak Bagaimana Buruknya Proses Ugal-ugalan Ini.

Sumber: Kompas.com
Tags:
UU Cipta KerjaJoko WidodopresidenBivitri Susanti
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved