Berita Nasional
Geger UU TNI hingga Efisiensi Anggaran, Prabowo Diimbau Gandeng Kelompok Ini untuk Redam Gejolak
Akademisi Shiskha Prabawaningtyas menilai Prabowo perlu mempertimbangkan keterlibatan kelompok masyarakat sipil kritis dalam kabinet pemerintahannya.
Editor: Noviana
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Gelombang protes hingga kontroversi mewarnai awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Terkini, pengesahan Undang-Undang (UU) TNI, memicu penolakan besar-besaran di seluruh wilayah Indonesia.
Demonstrasi terjadi secara serentak hingga muncul laporan kekerasan yang dilakukan aparat hingga massa aksi.

Untuk menanggulangi hal ini, Akademisi Universitas Paramadina Shiskha Prabawaningtyas menilai Prabowo perlu mempertimbangkan keterlibatan kelompok masyarakat sipil kritis dalam kabinet pemerintahannya.
Hal ini menjadi penting setelah melihat berbagai gejolak yang terjadi paska 100 hari jalannya pemerintahan Kabinet Merah Putih.
“Paska 100 hari pemerintahan berjalan, beberapa kontraksi terjadi, seperti terkuaknya judol dan kasus-kasus korupsi yang diduga melibatkan pejabat namun nihil tindak lanjut penuntasannya, ketidakjelasan implementasi program Makan Bergizi Gratis, problem efisiensi anggaran, melemahnya perekonomian dan penurunan harga saham, sampai gelombang demonstrasi mahasiswa terhadap UU TNI yang berujung ricuh dengan aksi kekerasan. Menurut saya situasi ini harus diantisipasi Presiden Prabowo secara cermat dengan formula politik yang baik,” ujar Shiskha kepada wartawan, Selasa (25/3/2025).
Baca juga: Trending Topic X, Demo Tolak UU TNI di Malang Diwarnai Kerusuhan, Kekerasan Aparat hingga Pembakaran
Menurut doktor politik internasional lulusan Jerman ini, menghadapi situasi dan tekanan yang pelik ini, salah satu upaya yang dapat dilakukan Prabowo adalah memposisikan pemerintahannya untuk lebih terbuka dan inklusif.
Hal itu dilakukan antara lain dengan mempertimbangkan keterlibatan berbagai kelompok masyarakat sipil seperti teknokrat dan intelektual kritis yang memiliki kepedulian dan kepakaran di dalam pemerintahan.
“Dalam sistem demokratis, kelompok kritis atau intelektual publik, dengani kepakaran, kecerdasan dan idealismenya dapat berfungsi bukan saja sebagai pendeteksi apakah pemerintahan telah berjalan dengan baik dan efektif. Namun juga bisa diminta memberikan pemikiran dan konsep solutif alternatif-alternatif kebijakan pembangunan. Secara alamiah, mereka justru lebih mampu menangkap suasana kebatinan rakyat, sekaligus membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat,” ujarnya.
Shiskha mencontohkan dalam setiap fase kepemimpinan, para presiden Indonesia selalu menempatkan kelompok intelektual bergabung dan menjadi motor pemerintahan.
Awal Indonesia merdeka adalah era pemerintahan yang dijalankan sosok-sosok intelektual kritis, ditandai oleh Soekarno, Hatta, sampai Jenderal Nasution.
Awal Orde Baru justru desain ekonomi yang kokoh dilakukan oleh kelompok intelektual kritis termasuk ayah dari Presiden Prabowo sendiri, Soemitro Djojohadikusumo.
Begitupun di era Gus Dur, Megawati, SBY sampai Jokowi.
Kelompok masyarakat sipil berkarakter dan intelektual independen diajak bergabung menjalankan pemerintahan.
Baca juga: Kode Prabowo Subianto, Sebut Jaksa Agung sedang Kejar Seseorang hingga Adanya Penghasut Mahasiswa
“Apalagi dalam konteks pergeseran geopolitik dan geoekonomi global, sangat dibutuhkan sinergi seluruh kekuatan politik domestik dalam membangun fungsi negara yang kokoh dan resilient terhadap perubahan. Kelompok masyarakat sipil yang independen, kritis, justru dibutuhkan negara untuk memberikan pemikiran alternatif sekaligus merumuskan kebijakan yang tepat. Publik cenderung menerima dan mendukung kehadiran kelompok akademisi, masyarakat sipil dan intelektual yang kritis dalam pemerintahan,” ujar Shiskha.
Shiskha menilai kerja sama dan gotong royong adalah kunci membangun Indonesia, baik dalam konteks state building (fungsi negara dan proses bernegara) dan nation building (konsolidasi kekuatan politik nasional).
Dirinya menyarankan agar Presiden Prabowo bisa mendengar dan merangkul intelektual publik dan kalangan masyarakat sipil kritis untuk terlibat kelanjutan membangun nation-state building ini.
“Mungkin kerjasama dan gotong-royong dalam sistem demokrasi harus diartikan sebagai sinergi dan empati dalam menemukan kepentingan bersama, bukan sentimen rivalitas politik, eksklusivisme, atau sebatas persaingan ekonomi-politik kepentingan sempit individu atau kelompok. Harus ada moralitas politik dan konsensus sosial yang dibangun atas nilai-nilai idealisme, keadilan dan integritas,” tutur Shiskha.
Teror ke Media Tempo Rugikan Presiden
Teror yang dialamatkan kepada jurnalis media Tempo dinilai juga merugikan pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto.
Aktivis 98, Haris Rusly Moti, menilai, peneror sengaja melakukan hal tersebut untuk merekayasa persepsi seakan pemerintahan Prabowo anti kritik atau anti demokrasi.
Haris meyakini bahwa pelaku teror bukan dari jajaran pemerintah Prabowo atau pun pendukungnya.
Sebab, menurutnya, Prabowo memiliki komitmen menghargai sikap kritis media.
”Peneror bertujuan merekayasa persepsi seakan pemerintahan Prabowo anti demokrasi," ujarnya Haris, Senin (24/3/2025).
Haris menambahkan, keterbukaan Presiden terhadap kritik dapat dilihat pada arahannya untuk jajaran kabinet.
Di mana, menurutnya Prabowo, meminta agar jajaran kabinetnya melakukan introspeksi agar tidak muncul beragam kesalahpahaman dan protes akibat masih adanya kekurangan dalam komunikasi publik pemerintah.
Hal tersebut disampaikan Prabowo dalam pidatonya 19 Maret lalu.
Haris juga menegaskan bahwa kebebasan bersuara dijamin oleh konstitusi sehingga patut dihormati oleh seluruh kalangan.
"Padahal pidato Presiden Prabowo beberapa hari sebelumnya jelas-jelas menghargai sikap kritis media massa dan media sosial,” imbuh Haris.
”Sudah jelas, Presiden memerintahkan seluruh jajaran pemerintahan, para menteri dan terutama penanggungjawab komunikasi untuk memperbaiki komunikasi ke rakyat,” ungkapnya.
Baca juga: Teror Paket Kepala Babi ke Jurnalis Tempo, Istana Berseloroh Dimasak, Tempo Sindir Soal Image Babi
Oleh karena itu, pihaknya berharap agar kepolisian dapat mengungkap aksi teror tersebut.
”Kami mendukung langkah hukum yang sedang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap pelaku, dalang dan motif dibalik rangkaian teror yang menyebarkan rasa takut, menimbulkan kegaduhan serta memunculkan persepsi negatif pada pemerintah ini,” jelasnya.
Haris juga berharap rangkaian teror tersebut tak menyurutkan kritik media massa kepada pemerintah.
Tempo diketahui sudah dua kali mendapatkan kiriman teror bangkai hewan dari orang tidak dikenal.
Pertama adalah kiriman kepala babi tanpa telinga yang diterima pada Rabu (19/3/2025), ditujukan kepada Francisca Christy Rosana, wartawan desk politik sekaligus host siniar Bocor Alus Politik.
Kemudian, kiriman kedua diterima pada Sabtu (22/3/2025), berisi enam ekor tikus dengan kondisi kepala yang sudah terpenggal.
Kapolri telah memerintahkan Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada untuk mengusut tuntas peristiwa teror tersebut.
"Kaitannya dengan peristiwa di media Tempo, saya sudah perintahkan kepada Kabareskrim untuk melaksanakan penyelidikan lebih lanjut," jelas Sigit usai safari Ramadan di Masjid Raya Medan, Sumatera Utara, Sabtu (22/3/2025),
Ia memastikan pihaknya akan memberikan pelayanan terbaik khususnya dalam menyelidiki kasus teror tersebut.
"Saya kira kita semua tentunya akan memberikan pelayanan yang terbaik untuk bisa menindaklanjuti hal tersebut," ucapnya.
Sebelumnya, teror terhadap Tempo semakin nyata setelah pada 21 Maret 2025, saat redaksi menerima pesan ancaman melalui media sosial.
Akun Instagram @derrynoah mengirim pesan berisi ancaman bahwa teror akan terus dilakukan hingga kantor Tempo "mampus".
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra menegaskan bahwa kiriman bangkai tikus ini semakin memperjelas adanya upaya teror terhadap kerja jurnalis.
"Pengirimnya dengan sengaja meneror kerja jurnalis," ujar Setri dalam keterangannya, Sabtu.
"Jika tujuannya untuk menakuti, kami tidak gentar, tapi stop tindakan pengecut ini."
Kemudian, pada 21 Maret 2025, Setri telah melaporkan kasus teror paket kepala babi ke Markas Besar Polri.
Barang bukti pun telah diserahkan kepada pihak kepolisian untuk penyelidikan lebih lanjut.
(Tribunnews.com/Milani/Muhammad Zulfikar/Ilham Rian/Malvyandi Haryadi) (Tribun-Sulbar.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunsulbar.com dengan judul Pemerintahan Prabowo Sarat Gejolak sejak Awal Menjabat, dari MBG hingga UU TNI, Ini Saran Akademisi
Isu Matahari Kembar usai Menteri Prabowo Panggil Jokowi 'Bos', Ini Kata PDIP hingga Istana |
![]() |
---|
Reaksi Rocky Gerung hendak Diundang Presiden Prabowo Subianto Bertemu, Singgung Indonesia Gelap |
![]() |
---|
3 Orang Dekat Prabowo Subianto Diserang, Pakar Singgung Upaya Sistematis Lemahkan Pemerintahan |
![]() |
---|
Pernah Dibocorkan Mahfud MD, Ini Alasan Prabowo Kebut Revisi UU TNI: Nggak Ada Niat Dwifungsi! |
![]() |
---|
Saat Prabowo Subianto Dicecar 7 Jurnalis selama 3 Jam, Bahas RUU TNI hingga Teror Kepala Babi |
![]() |
---|