Sosok
Sosok & Profil Hakim Djuyamto, Tersangka Suap, Mahfud MD Sebut Hakim 'Bersih' yang Disingkirkan
Berikut sosok dan profil Djuyamto, hakim jadi tersangka kasus suap CPO, Mahfud MD sebut orang jujur tapi dibuang.
Editor: ninda iswara
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Nama Djuyamto selama ini dikenal sebagai salah satu hakim yang menjunjung tinggi kejujuran di tengah carut-marut sistem peradilan Indonesia.
Namun kini, reputasinya tercoreng setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap.
Penilaian terhadap Djuyamto tidak main-main. Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, pernah menyebutnya sebagai sosok hakim yang 'bersih' dan jujur, namun justru tersingkir karena integritasnya.
"Djuyamto merupakan hakim ‘bersih' yang disingkirkan karena integritasnya." ujar Mahfud MD.
Baca juga: Sosok & Profil Marsda TNI Eko Dono Indarto, Sebut Pemerintah akan Bina Preman yang Ingin Tobat
Mahfud juga menilai bahwa Djuyamto merupakan contoh nyata dari hakim yang terbuang akibat rusaknya sistem peradilan di negeri ini.
"Djuyamto disebut sebagai hakim yang terbuang lantaran sistem peradilan yang rusak." kata Mahfud MD
Namun, ironinya, kini Djuyamto menjadi sorotan karena diduga menerima gratifikasi dalam penanganan perkara besar.
Ia bersama dua hakim lainnya, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom, disebut menerima suap sebesar Rp22,5 miliar.
Ketiganya merupakan majelis hakim yang mengadili perkara korupsi terkait pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Profil Singkat Djuyamto
Djuyamto saat ini menjabat sebagai Hakim Tingkat Pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ia lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967, dan meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Perjalanan kariernya cukup panjang. Sebelum bertugas di Jakarta Selatan, ia sempat mengabdi di berbagai daerah, mulai dari PN Tanjungpandan, PN Temanggung, PN Karawang, PN Dompu, PN Bekasi, hingga PN Jakarta Utara.
Pangkat terakhirnya adalah Pembina Utama Muda (IV/c), dan ia juga dikenal aktif dalam organisasi profesi sebagai Sekretaris Bidang Advokasi di Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi).
Tak hanya dikenal sebagai hakim dengan integritas tinggi, Djuyamto juga pernah menangani sejumlah kasus besar.
Salah satunya adalah kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, pada Juli 2020.
Saat itu, Djuyamto menjabat sebagai ketua majelis hakim yang menjatuhkan vonis dua tahun dan satu tahun enam bulan penjara terhadap dua pelaku.
Belakangan, ia juga menjadi hakim tunggal dalam praperadilan yang diajukan oleh Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, di PN Jakarta Selatan.
Dalam perkara tersebut, Djuyamto menolak permohonan praperadilan Hasto, sehingga status tersangkanya tetap dinyatakan sah, dan proses penyidikan kasus dugaan suap serta perintangan penyidikan pun berlanjut.
Baca juga: Sosok & Profil Mayjen TNI Eddie Marzuki Nalapraya, Eks Wagub DKI Meninggal, Cerdik Lawan Penjajah

Jadi Tersangka Kasus Suap
Hakim Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka kasus suap vonis lepas kasus ekspor crude palm oil (CPO) di tiga perusahaan yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Djuyamto bersama Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) selaku hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, diduga menerima suap sebesar Rp 22,5 miliar. Pada saat itu, ketiganya merupakan majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO.
Uang tersebut diserahkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), sebanyak dua kali.
Tujuannya, agar ketiga hakim memutuskan perkara CPO onslag atau putusan lepas.
Muhammad Arif Nuryanta awalnya menyerahkan uang Rp 4,5 kepada ketiga hakim.
Lalu pada September-Oktober 2024, Muhammad Arif Nuryanta menyerahkan uang senilai Rp 18 miliar kepada Djuyamto (DJU).
Djuyamto membagi uang tersebut dengan Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) yang diserahkan di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Pusat.
"Untuk ASB menerima uang dollar AS dan bila disetarakan rupiah sebesar Rp 4,5 miliar, DJU menerima uang dollar AS jika dirupiahkan sebesar atau setara Rp 6 miliar, dan AM menerima uang berupa dollar AS jika disetarakan rupiah sebesar Rp 5 miliar," ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar saat konferensi pers di Lobi Kartika, Kejaksaan Agung, Sabtu (12/4/2025) malam.
Disebut Mahfud MD Hakim Jujur yang Terbuang
Mahfud mengungkap keprihatinannya atas nasib hakim jujur di Indonesia yang justru tersingkirkan.
Ia kemudian menyinggung nama Djuyamto yang pernah berniat memperbaiki sistem peradilan, namun malah mendapatkan perlakuan yang tidak adil.
“Sekarang kalau (hakim) jujur hilang, menjadi jujur menjadi terbuang. Saya kasih contoh Djuyamto ya,” kata Mahfud dalam program Gaspol! Kompas.com, dikutip Selasa (13/5/2025).
Pada 2011, Djuyamto pernah mendatangi Komisi Yudisial (KY) untuk mengeluhkan kondisi pengadilan.
"Dia katakan, ‘Pak, kami akan memutus mata rantai kolusi di pengadilan, ini harus diakhiri, pengadilan harus bersih,’ gitu,” kata Mahfud.
Saat itu, KY menyambut baik usulannya untuk memperbaiki kondisi peradilan, termasuk soal gaji hakim. Djuyamto pun dibina.
“Dibinalah ini oleh KY, usul-usulnya untuk kenaikan gaji digarap oleh Mahkamah Agung dan KY,” ucapnya.
Namun, perjuangan Doktor di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, tersebut justru mendapat tentangan dari pimpinan Mahkamah Agung, alih-alih mendapat dukungan.
“Djuyamto ini dimarahi karena dia usul naik gaji. Kan dimarahi oleh pimpinan Mahkamah Agung, ‘malu-maluin kamu minta gaji naik,’” ucapnya.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu lantas mengungkapkan argumentasi Djuyamto untuk mendorong kesejahteraan bagi hakim.
Salah satunya, supaya tetap bisa hidup saat menjaga integritasnya.
"Dia bilang, ‘saya ingin memperbaiki pengadilan dan saya tidak ingin mati kelaparan, pokoknya cukup sajalah gaji, naikkan dikit.’ Ini Djuyamto,” ucap Mahfud.
Usai dimarahi, Mahfud mengungkapkan bahwa Djuyamto kemudian justru dipindahkan ke daerah terpencil di luar Jawa.
Diketahui, Djuyamto pernah bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpandan, Kepulauan Bangka Belitung dan PN Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Tahun 2012 hakim jujur betul Djuyamto ini dibuang, dibuang ke tempat kuntilanak luar Jawa gitu,” kata Mahfud.
Djuyamto, lanjut Mahfud, sempat mengadu kembali ke Komisi Yudisial terkait pemindahannya tersebut.
“Datang dia ke KY lagi, ke rumah teman-teman saya, ngadu, ‘Pak, mau berbuat baik kok susah, saya dibuang ke sana sekarang,’” ucapnya.
Namun, beberapa tahun kemudian, Djuyamto kembali bertugas di Jakarta dan tertangkap dalam kasus dugaan korupsi.
Pada April 2025, Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas untuk terdakwa korporasi dalam perkara ekspor crude palm oil (CPO).
Djuyamto yang menjabat sebagai hakim ketua yang memutus perkara itu diduga menikmati uang Rp 60 miliar yang diberikan tiga korporasi sawit, bersama dua rekannya, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.
Uang itu diduga diberikan sebagai imbalan atas putusan lepas dan membebaskan terdakwa dari segala tuntutan pidana, yang perkaranya ditangani Kejaksaan Agung.
Menurut Mahfud, Djuyamto adalah gambaran kondisi memprihatinkan hakim jujur yang tidak diberi ruang untuk mempertahankan integritasnya.
“Nah tiba-tiba dia masuk ke Jakarta lagi ketangkap. Apa gambarannya? Ya itu, yang masuk ke Jakarta itu kira-kira ya hakim yang mau ‘bermain’, kalau tidak dibuang,” kata Mahfud.
(TribunNewsmaker/BangkaPos)
Sumber: Bangka Pos
Sosok Salsa Erwina Hutagalung, Perempuan yang Berani Menantang Ahmad Sahroni di Medan Debat Publik |
![]() |
---|
Sosok Federico Barba Pemain Baru Persib Bandung, Dulu Pernah Kalahkan C. Ronaldo di Liga Italia |
![]() |
---|
Sosok Teungku Nyak Sandang, Tokoh Kemerdekaan Asal Aceh yang Bantu RI Miliki Pesawat Pertama |
![]() |
---|
Sosok Susmiarto, Sekda Sleman Minta Guru Cicipi MBG Dulu Agar Cegah Siswa Keracunan: 'Mitigasi' |
![]() |
---|
Sosok Simon Aloysius Mantiri, Dirut Pertamina Dapat Tanda Jasa dari Prabowo, Dulu Gantikan Ahok |
![]() |
---|