Sosok
Sosok & Profil Hadi Poernomo Eks Ketua BPK yang Tersandung Korupsi Dikabarkan Merapat ke Istana
Sosok dan profil Hadi Poernomo eks Ketua BPK yang tersandung korupsi di masa lalu.
Editor: Candra Isriadhi
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Sosok dan profil Hadi Poernomo eks Ketua BPK yang tersandung korupsi.
Sosok Hadi Poernomo kini tengah mendapatkan sorotan tajam dari netizen.
Pasalnya Hadi Poernomo dikabarkan akan segera menjabat sebagai penasihat Prabowo Subianto.
Hadi Poernomo akan menempati jabatan sebagai penasihat khusus di bidang penerimaan negara.
Kabar penunjukan Hadi Poernomo sebagai penasihat Prabowo mencuat setelah beredarnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 45/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara.
Keppres tersebut beredar di kalangan jurnalis.
"Mengangkat Dr. Drs. Hadi Poernomo sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara," tulis diktum kesatu Keppres tersebut, dikutip Kamis (15/5/2025).
Baca juga: Sosok & Profil Iwan Setiawan Lukminto, Komut Sritex Diduga Korupsi Kredit Bank, Ditangkap di Solo
Keppres tersebut mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
"Dan kepada yang bersangkutan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setinggi-tingginya setingkat dengan jabatan menteri," lanjutnya.
Namun, hingga artikel ini ditulis, kabar Hadi Poernomo ditunjuk sebagai penasihat khusus Presiden RI Prabowo Subianto belum bisa dipastikan kebenarannya.

Sosok Hadi Poernomo
Nama dan gelar: Dr. Drs. Hadi Poernomo, S.H., Ak., CA., M.B.A
Tempat, tanggal lahir: Pamekasan, Madura, Jawa Timur, 21 April 1947
Pendidikan:
- Akademi Ajun Akuntan Pajak, Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta, 1969
- Institut Ilmu Keuangan (IIK), Jurusan Akuntansi, Departemen Keuangan, 1973, Akuntan Register Negara No. D786
- Sarjana Hukum, Universitas Krisnadwipayana, 2022
- Master of Bussiness Administration
- Doktor Hukum, Universitas Pelita Harapan, 2022
Baca juga: Sosok & Profil Hakim Djuyamto, Tersangka Suap, Mahfud MD Sebut Hakim Bersih yang Disingkirkan
Hadi Poernomo merupakan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2009-2014.
Ia dijadikan tersangka atas kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.
Saat itu, Hadi masih menjabat sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Direktorat Jenderal Pajak 2002-2004.
Namun, hakim tunggal Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 26 Mei 2016, memenangkan gugatan praperadilan Hadi Poernomo dan menyatakan surat perintah penyidikan KPK yang menetapkan Hadi sebagai tersangka tidak sah.
Dihimpun dari berbagai sumber, Hadi Poernomo memulai karier sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak 1965.

Ia sempat menjabat sebagai pemeriksa pajak di Kantor Pusat DJP pada 1966.
Kemudian, Hadi Poernomo menjadi Kepala Seksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Samarinda mulai 1982.
Beberapa tahun setelahnya, Hadi Poernomo diangkat sebagai Kepala Seksi Keberatan di Balikpapan (1984) dan Malang (1987).
Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan Pajak di Kanwil Pajak Manado (1996).
Lalu, pada 1998, Hadi Poernomo menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Penyidikan Pajak di Direktorat Pemeriksaan Pajak.
Tahun 2000, Hadi Poernomo dipercaya menjabat sebagai Direktur Pemeriksaan Pajak DJP.
Ia kemudian naik jabatan menjadi Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (2001–2006), dan dikenal dengan program modernisasi perpajakan dan pembentukan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar (LTO) pada 2002.
Pada 2006, Hadi Poernomo menjadi Anggota Dewan Analis Strategis Badan Intelijen Negara (BIN).
Kemudian, pada 2009 hingga 2014, Hadi Poernomo dipercaya sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menggantikan Anwar Nasution.
Kilas Kasus Hadi Poernomo Jadi Tersangka Korupsi
Dlansir Tribunnews, KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus dugaan penyalahgunaan wewenang terkait dengan surat keberatan pajak sebuah bank.
Hadi menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) pajak penghasilan (PPh) satu bank swasta tahun pajak 1999–2003 yang diajukan 17 Juli 2003.
Hadi ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Pajak 2001–2006.
Saat itu, terdapat bank lain yang mengajukan permohonan yang sama, tetapi ditolak oleh Hadi.
Oleh karena itu, ia dijerat dengan pasal Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dalam perkara keberatan pajak satu bank swasta yang diduga merugikan negara hingga mencapai Rp 370 miliar.
KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka pada 21 April 2014, bertepatan dengan hari terakhir Hadi menjabat sebagai Ketua BPK.
Hadi kemudian melakukan perlawanan dengan menggugat Laporan Hasil Audit Investigasi Inspektorat Bidang Investigasi Irjen Depkeu Nomor: LAP-33/IJ.9/2010 tentang Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat/Pegawai DJP dalam Proses Pemeriksaan Dana Keberatan bank swasta, yang menjadi satu alat bukti yang digunakan KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Namun, PTUN menolak gugatan tersebut.
Lebih lanjut, atas penetapan tersebut, Hadi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), tanpa didampingi kuasa hukum.
Dalam putusannya, hakim tunggal PN Jaksel Haswandi mengabulkan permohonan Hadi dan menyatakan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK tidak sah karena penyelidik dan penyidik tidak berasal dari Kepolisian atau Kejaksaan.
Kemudian, KPK mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan tersebut ke Mahkamah Agung (MA).
Permohonan PK tersebut memang ditolak.
Namun, MA menyatakan bahwa PN Jaksel telah melampaui batas kewenangannya untuk menghentikan penyidikan yang dilakukan KPK.
Bahkan, putusan PN Jaksel yang membebaskan Hadi dari status tersangka dapat dikualifikasikan sebagai upaya mencegah, merintangi, menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Tidak berhenti di situ, Hadi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), tetapi ditolak.
PT TUN enggan mencabut Laporan Hasil Audit Investigasi Inspektorat Bidang Investigasi Irjen Depkeu Nomor: LAP-33/IJ.9/2010 tentang Dugaan Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat/Pegawai DJP dalam Proses Pemeriksaan Dana Keberatan bank swasta yang menjadi alat bukti KPK.
Namun, dia kembali menggugat permohonan tersebut pada tingkat kasasi.
Kemudian, MA mengabulkan gugatan Hadi dan mencabut Laporan Hasil Audit Investigasi yang dijadikan sebagai alat bukti oleh KPK untuk menetapkan Hadi sebagai tersangka.
(TribunNewsmaker.com/Tribunnews.com)
Sumber: Tribunnews.com
Profil Nono Anwar Makarim, Ayah Nadiem Makarim Dulu Pejabat KPK, Pernah jadi Bosnya Hotman Paris |
![]() |
---|
Sosok Pendukung Polisi yang Lindas Ojol, Ogah Minta Maaf ke Keluarga Affan: Tak Punya Niat Jahat |
![]() |
---|
Sepak Terjang Arif Budimanta, Eks Stafsus Presiden Era Jokowi Meninggal Dunia, Dulu Ketua DPP PDIP |
![]() |
---|
Mengenal Kiki Ucup Festival Director Pestapora, Tahun Lalu Sukses Bikin SBY Tampil, Kini Tuai Kritik |
![]() |
---|
Sosok Diego Wenas, Putra Dirut Freeport Tony Wenas yang Tinggal di Amerika, Anak Tunggal Kaya Raya! |
![]() |
---|