Seremoni pelantikan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, digelar di Kompleks MPR, Minggu (20/10/2019) mulai pukul 14.30 WIB.
Namun yang ditunggu-tunggu publik bukan seremoninya, melainkan komposisi kabinet Kerja II Jokowi-Ma'ruf.
Jokowi sendiri meminta semua pihak termasuk wartawan untuk bersabar menanti pengumunan. Jumat (19/10/2019) lalu, dia mengatakan, momen pengumuman setelah pelantikan, Senin (21/10/2019) atau paling lambat, Selasa (22/10) nanti.
"Pak posisi menteri bagaimana," tanya awak media di akhir acara silaturahmi dan perpisahan kabinet di Istana Negara, Jumat (18/10/2019)
"Mbok ya sabar, paling sehari-dua hari. Paling lama tiga hari nanti kan juga tahu. Bisa mungkin minggu, senin, bisa selasa," jawab Jokowi.
Namun, Hari Minggu (20/10/2019) dinihari, menjelang Subuh, atau sekitar 10 jam sebelum seremoni kenegaraan itu, di media sosial beredar komposisi calon menteri.
Dari kompsisi yang diperoleh Tribun, setidaknya ada 81 Nama Calon Menteri, termasuk 31 nama calon wakil menteri.
Mereka terdiri 4 menteri koordinator, 32 Menteri, 31 Wakil. Posisi wakil banyak diduduki oleh politisi dan kaum muda.
Jika betul, Jokowi banyak mengakomodir nama wakil menteri, inilah dalam sejarah kabinet Indonesia, terbanyak wakil menterinya.
Kebanyakan posisi wakil menteri dari delegasi partai, profesional, akademisi, dan mantan aktivis mahasiswa.
Mantan Ketua Umum PB HMI M Arief Rosyid, yang dikonfirmasi tadi malam, tak banyak berkomentar.
Aktivis kaum millennial ini diproyeksi masuk sebagai Wakil Menteri Pemuda & Olah Raga mendampingi putra eks Presiden SBY, Agus Harimurti Yudhoyono.
"Allahumma Amin, mohon bimbingan dan doanya," kata Arief menjawab Tribun, soal acara Millennial yang dia inisiasi di Taman Budaya, Dukuh Atas, Jakarta, Sabtu (19/10) malam bersama pemuda Indonesia.
Selain 67 nama menteri plus wakilnya, juga tercantum enam nama pejabat setingkat menteri, 6 pejabat Baru, seperti yang dijanjikan Jokowi, awal Oktober ini, serta ada 3 Juru Bicara.
Najwa Shihab, termasuk salah satu jubir Istana presiden, bersama pakar komunikasi politik Effendi Ghazali, dan aktivis 98, Benny Ramdhani.