Lalu mereka menyantap ketimun bersama-sama dengan lahap.
Karena ketimun masih banyak, esok harinya, Kancil membawa ketimun dan bergegas pergi untuk membaginya ke teman-temannya.
Namun dalam perjalanannya keluar hutan, Kancil dikagetkan dengan sebuah perkampungan penduduk yang kering dan gersang.
Akhirnya karena kasihan, si Kancil memberikan ketimun tersebut kepada anak-anak di kampung tersebut.
Tak hanya sampai disitu, Kancil kemudian berinisiatif mengajak penduduk di perkampungan tersebut ke rumahnya di hutan timur.
Sesampai di rumahnya Kancil mengajari mereka cara menanam ketimun.
Begitu selesai, orang-orang di perkampungan tersebut langsung mempraktikkan ilmu menanam ketimun dari sang Kancil.
Kancil kemudian berpesan kepada mereka dengan mengatakan bahwa sesuatu yang baik harus di bagi.
Akhirnya mereka mendengarkan, dan tak lama tanah mereka hijau dan ditumbuhi ketimun yang segar.
Hingga suatu hari, saat Kancil mengunjungi tempat mereka lagi.
Ia terkejut masih ada sebidang tanah yang masih gersang.
Setelah ia periksa, ternyata ada sumber air di desa itu dipagari oleh beberapa orang yang tak ingin berbagi.
Kancil lalu sedih, dan ia kemudian mencoba membongkar pagar itu.
Saat asik membongkar, Kancil didapati oleh empunya.
Akhirnya si kancil di tangkap dan dikurung ke dalam kandang. Kancil pun sedih.