Akhirnya setelah mengetahui sejumlah hal penting, Maryati menghubungi Rina dan mengajak untuk membuat campaign #UrunanProduksi.
"Fokus dari #UrunanProduksi adalah mengajak orang-orang untuk membantu kami memproduksi Baju Hazmat," ungkap Maryati.
"Pas Mery (panggilan Rina ke Maryati), ngajakin, aku mau. Ini sebenarnya kayak spontanitas karena kita punya teman yang backgroundnya sama yakni di garda terdepan dan tahu cerita mereka seperti apa," ungkap Rina.
Selanjutnya, keduanya mulai fokus untuk riset bahan apa yang kira-kira mendekati untuk dipakai sebagai pengganti baju hazmat.
Tentunya harus yang lebih baik dari jas hujan plastik dan bentuknya mendekati yang standar.
"Ini juga kita hati-hati banget. Kita riset sana sini dan cari rekomendasi sama orang yang ahli. Sampai akhirnya diberikan rekomendasi soal bahan baju hazmat itu. Jadi kita pakai bahan non woven laminated," jelas Maryati.
Pada produksi pertama, sekitar 50 baju hazmat sedang diproduksi oleh mereka dengan menggandeng sejumlah konveksi rumahan di sekitaran Depok.
Pada awalnya, produksi tersebut menggunakan dana pribadi.
Namun kemudian mulai banyak yang menyumbang atas nama pribadi atau organisasi.
Konveksi rumahan dipilih mereka dengan alasan bisa diambil harian dan bisa mengatur atau mengkordinasikan perihal jumlahnya.
"Kalau setiap konveksi bisa menghasilkan 20 baju hazmat setiap hari, jika kami bisa menggaet 10 konveksi saja, maka setiap harinya ada 200 baju yang bisa kami distribusikan. Ini bisa jadi pengganti sementara menunggu pasokan APD dari pemerinta," jelas Maryati.
Open donasi
Merasa gerakan #UrunanProduksi sebagai hal yang baik. Akhirnya pada Selasa (24/3/2020) keduanya memutuskan untuk mempublikasi apa yang mereka lakukan melalui media sosial.
Tujuan utama dari gerakan ini sebetulnya ingin mengajak teman-teman untuk memproduksi baju hazmat.
Hal ini lantaran APD yang semakin terbatas di Rumah Sakit dan paramedis mengandalkan jas hujan sebagai perlindungan diri.