Kisah Kakek 71 Tahun di India Dihukum Lakukan Ini di Depan Umum karena Jualan Sayur Saat Lockdown

Editor: Talitha Desena
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kisah Kakek 71 Tahun di India

"Tidak boleh ada kendaraan yang berkeliaran di jalan karena lockdwon."

"kami diberhentikan oleh polisi berkali-kali."

"Tapi mereka melepaskan kami saat mengetahui kondisi ku."

"Saya bertanya-tanya apa yang akan terjadi di rumah sakit karena saat itu sudah malam."

"Tapi untung saja dokter dan perawat sangat ramah."

"Keluarga kami, yang ingin ke rumah sakit naik bus, tidak bisa melakukannya karena lockdown."

• Imbas Corona, Pemprov DKI Sebut Puluhan Ribu Buruh Kena PHK dan Dirumahkan

Pekerja migran India berjalan kaki pulang ke desanya sambil membawa kipas angin, saat pemerintah memberlakukan lockdown, sebagai tindakan pencegahan atas penyebaran virus corona baru Covid-19 di New Delhi, Sabtu (28/3/2020). Pada 28 Maret 2020 puluhan ribu pekerja migran India beserta keluarganya 28 berjuang memasuki bus yang dikelola negara bagian terpadat di India, untuk membawa mereka ke kampung halaman mereka di tengah pandemi virus corona. AFP/SAJJAD HUSSAIN (AFP/SAJJAD HUSSAIN)

Bayi kembar itu dilahirkan di Dr BR Ambedkar Memorial Hospital.

Juru bicara rumah sakit tersebut, Shubhra Singh berkata ibu dan kedua bayi kembarnya sudah dipulangkan dari rumah sakit dan dalam keadaan sehat.

Shubhra Singh menceritakan, setibanya Verma di rumah sakit, tindakan segera dilakukan untuk menjalani operasi sesar karena ada komplikasi pada persalinannya.

"Dalam waktu 45 menit setelah kedatangan mereka, persalinan berhasil dilaksanakan dengan baik."

Virus Corona di India

Berdasarkan data yang dihimpun Worldometers (3/4/2020), sebanyak 2.567 orang di dunia terinfeksi Covid-19.

Dari jumlah tersebut, 72 di antaranya meninggal dunia dan 192 orang lainnya sembuh.

Pemerintah telah menerapkan lockdown selama 21 hari terhitung mulai tanggal 24 Maret lalu.

Namun, lockdown tersebut diumumkan tiba-tiba sehingga menimbulkan kekacauan di masyarakat.

Diberitakan Tribunnews Minggu (29/3/2020), kekacauan (chaos) dan ancaman kelaparan melanda India setelah pemerintahnya merapkan lockdown guna mengantisipasi penyebaran virus corona (Covid-19).

Selasa lalu, Perdana Menteri Narendra Modi mengumumkan lockdown selama 21 hari untuk menahan penyebaran virus yang telah menewaskan 17 orang dan menginfeksi lebih dari 700 lainnya di India.

Saat lockdown diterapkan di negara berpenduduk 1,3 miliar orang tersebut, jutaan orang kehilangan pekerjaan tanpa mendapatkan kompensasi apa pun dari negara.

Keputusan tersebut membuat para pekerja terancam kelaparan karena tidak mempunyai pemaksukan maupun bahan makanan.

Meskipun pemerintah menyerukan kepada para pekerja untuk tidak mudik di saat lockdown, gelombang besar eksodus mulai menerpa ibu kota India.

Mereka terpaksa pulang kampung karena pabrik-pabrik dan pusat industri tutup.

Para pekerja tidak punya cukup uang untuk bertahan hidup, mengingat mereka diupah harian.

Pembatasan transportasi umum juga memaksa mereka terpaksa jalan kaki pulang ke desanya.

Seorang pekerja meninggal setelah berjalan sejauh 270 mil untuk bisa kembali ke rumah, Pada Sabtu (28/3/2020) kemarin.

Dilaporkan BBC, Akibat keputusan lockdown yang diambil pemerintah India juga menyebabkan jutaan orang telantar tanpa memiliki makanan.

Pemandangan lain terlihat antrean panjang masyarakat berjuang memborong barang dan kebutuhan pokok.

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India melaporkan peningkatan kasus infeksi telah stabil setelah lockdown.

"Jumlah kasus Covid-19 meningkat, tapi peningkatannya tampaknya relatif stabil. Namun, ini hanya tren awal," kata seorang juru bicara.

Menurut laporan terbaru oleh Dewan Penelitian Medis India (ICMR), sebanyak 27.688 tes virus corona telah dilakukan pada pukul 09.00 pagi, Jumat (27/3/2020).

"Sebanyak 691 orang telah dikonfirmasi positif di antara kasus yang diduga dan punya riwayat kontak dekat dengan pasien positif yang diketahui," demikian pernyataan ICMR.

Meningkatkan fasilitas pengujian

Para ahli juga mengatakan kemampuan India untuk menguji buruk.

Karena itu dia meminta perlu peningkatan kualitas pengujian COVID-19 agar mengetahui persis penyebarannya di India.

"Kita harus menguji siapa pun yang menunjukkan gejala apa pun. Kita tidak dapat membatasi pada kasus rawat inap atau mereka yang memiliki riwayat perjalanan," kata Dr T Sundaraman, penyelenggara nasional Gerakan Kesehatan Rakyat.

"Kami tidak tahu banyak karena tingkat pengujian masih sederhana dan sangat terbatas. Jika pengujian ini diperluas, kita akan menemukan angka nyata yang tidak kami miliki," katanya kepada Al Jazeera.

Menghadapi keadaan darurat kesehatan terbesar sejak negara itu memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1947 lalu, pemerintah India mengumumkan serangkaian langkah yang dimulai dengan jam malam pada Minggu (29/3/2020).

Pemerintah juga telah meningkatkan fasilitas pengujian dan melibatkan kontraktor swasta untuk membantunya melakukan pengujian.

Dari 72 pusat pengujian pada awalnya, India sekarang memiliki 104, dengan kapasitas untuk menguji 8.000 sampel setiap hari.

Dua laboratorium pengujian cepat lainnya yang dapat melakukan lebih dari 1.400 tes per hari juga diharapkan akan segera beroperasi.

Kekurangan APD dan ventilator

Tidak hanya kemampuan pengujian India yang rendah, di tengah terus meningkatnya kasus COVID-19, negara ini juga menghadapi kekurangan peralatan yang dibutuhkan untuk mendukung tenaga medis.

Diantaranya kekurangan masker N-95 dan alat pelindung diri (APD) lainnya yang digunakan oleh petugas kesehatan.

(Tribunnewsmaker.com/*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pria 71 Tahun Dihukum Polisi India karena Buka Warung Sayur di Saat Lockdown dan di Tribunnews Bogor dengan judul Viral Bayi Kembar Lahir saat Lockdown India, Orang Tua Beri Nama 'Corona' dan 'Covid'

Dan di Tribunnews.com, Jualan Sayur Saat Lockdown, Kakek 71 Tahun di India Dihukum Harus Lakukan Ini di Depan Umum