TRIBUNNEWSMAKER.COM - Sosok Menteri Sosial ( Mensos), Juliari Batubara mendadak jadi sumber perhatian masyarakat.
Seperti diketahui, ia sudah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Politisi PDIP ini terjerat kasus dugaan suap pengelolaan dana bantuan sosial untuk penanganan dampak pandemi Covid-19 di Kementerian Sosial ( Kemensos).
Awalnya, Juliari sempat jadi buronan KPK.
Namun kini, ia telah menyerahkan diri ke pihak berwajib.
Dalam kasus tersebut, KPK juga menetapkan 4 orang lainnya sebagai tersangka.
Baca juga: Mensos Terjerat Kasus Dugaan Suap Bansos Covid-19, Adakah Peluang Pidana Mati? Ini Kata Ketua KPK
Baca juga: Korupsi Bansos Covid-19, Pejabat Kemensos Ditangkap, Pernyataan KPK Soal Ancaman Pidana Mati Viral
Baca juga: Mensos Juliari Batubara Terjaring OTT KPK, Ini Jenis Bansos yang Dikorupsi, Fee Rp 10 Ribu per Paket
KPK menemukan uang dengan sejumlah pecahan mata uang asing dalam OTT kali ini.
Masing-masing yakni sekitar Rp 11,9 miliar, sekitar 171.085 dollar AS, dan sekitar 23.000 dollar Singapura.
Sebelum Juliari, ada dua Menteri Sosial yang pernah tersandung kasus korupsi dan ditangkap KPK.
Mulai dari Bachtiar Chamsyah hingga Idrus Marham, berikut ulasan lengkapnya:
1. Bachtiar Chamsyah
Pria kelahiran Aceh, 31 Desember 1945 ini merupakan mantan Menteri Sosial periode 2001-2009.
Mengutip dari Tribunnews.com, ia divonis satu tahun delapan bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Bachtiar terbukti bersalah menyalahgunakan kewenangan yang ada padanya dalam kasus korupsi pengadaan sarung, mesin jahit dan sapi impor di Kementerian Sosial.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 1 tahun 8 bulan dan denda Rp 50 juta," ujar Ketua Majelis Hakim Tjokorda membacakan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/3).
"Apabila denda tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama tiga bulan," imbuh Tjokorda.
Baca juga: KPK Bongkar Cara Korupsi Bansos Covid-19 Oleh Menteri Juliari, dari 10 Ribu per Paket, Total Rp 17 M
Menurut majelis hakim, Bachtiar secara sah dan meyakinkan, telah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Namun, majelis Hakim menilai Bachtiar tidak terbukti menikmati uang dari korupsi kasus itu yang ada dalam dakwaan alternatif jaksa.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai Bachtiar telah memberikan persetujuan penunjukan langsung yang tidak sesuai dengan pemberantasan korupsi, sebagai hal yang memberatkan.
Sedangkan hal yang meringankan, Bachtiar dinilai tidak menikmati hasil korupsi dan bersikap sopan selama mengikuti persidangan.
Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan JPU yang menuntut Bachtiar dijatuhi pidana 3 tahun penjara dan membayar denda Rp 100 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Dalam kasus ini, Bachtiar dianggap menyalahgunakan kewenangan dengan melakukan penunjukan langsung dalam proyek pengadaan sarung, sapi, dan mesin jahit periode 2004-2006.
Bachtiar telah melakukan penunjukan langsung PT Lasindo milik Musfar Aziz untuk pengadaan mesin jahit dengan menggunakan dana APBN 2004.
Sedangkan untuk pengadaan sapi tahun 2004 dan sarung pada tahun 2006-2008 diduga menggunakan dana unit kesejahteraan sosial.
2. Idrus Marham
Mantan Menteri Sosial (Mensos), Idrus Marham ditahan KPK pada Jumat, 31 Agustus 2018 setelah menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka.
Sebelumnya, Idrus ditetapkan sebagai tersangka atas kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau 1.
"Dalam proses penyidikan, ditemukan fakta baru, bukti, keterangan saksi, surat dan petunjuk dan dilakukan penyelidikan baru dengan satu orang tersangka, yaitu atas nama IM Menteri Sosial," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Jumat (24/8/2018) sepeti dikutip dari Kompas.com.
Idrus saat itu diduga telah menerima suap bersama-sama dengan tersangka Eni Maulani Saragih.
Baca juga: OTT KPK Mensos Juliari Batubara: Menyerahkan Diri, Uang Suap Dana Bansos Rp 17 M Disimpan di 7 Koper
Patut diketahui, pada tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta hanya menjatuhkan 3 tahun penjara serta harus membayar denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan pada Idrus.
Namun, pada tingkat banding, ia dijatuhi hukuman 5 tahun penjara serta diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Idrus kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dan MA pun mengurangi vonis tersebut menjadi 2 tahun penjara.
Saat masih menjalani masa penahanan di rutan KPK, Ombudsman RI menemukan pelanggaran prosedur dalam pengawalan terhadap Idrus saat berobat di RS Metropolitan Medical Center (MMC).
Pengawal tahanan Idrus saat itu yang bernama Marwan diketahui sering meninggalkan pengawasan terhadap Idrus dan melakukan pengawasan berjarak sehingga Idrus bisa bebas bertemu keluarga dan kuasa hukum.
Padahal, sesuai izin yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Negeri DKI Jakarta, Idrus hanya diperbolehkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di RS MMC, tanpa maksud lain.
Marwan diduga menerima uang sebesar Rp300 ribu karena memberikan pengawalan yang longgar. Atas perbuatannya, KPK sudah memecat Marwan.
Ketua KPK Isyaratkan Peluang Pidana Mati
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, pihaknya tak berhenti dengan hanya mengusut dugaan penerimaan suap oleh penyelenggara negara pada kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa program bansos Covid-19 Kementerian Sosial (Kemensos).
Sebab, kasus ini menyangkut program sosial untuk penanganan Covid-19 yang telah dinyatakan sebagai bencana nonalam nasional.
Firli menyinggung aturan pada Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Korupsi Bansos Covid-19, Pejabat Kemensos Ditangkap, Pernyataan KPK Soal Ancaman Pidana Mati Viral
Aturan itu menyatakan, jika suatu tindak pidana korupsi dilakukan dalam kondisi tertentu maka bisa dijatuhkan pidana mati.
"Kita juga paham pandemi Covid-19 ini telah dinyatakan oleh pemerintah sebagai bencana nonalam."
"Sehingga kami tidak berhenti sampai di sini," ujar Firli dalam konferensi pers secara daring pada Minggu (6/12/2020).
"Tentu kami akan bekerja berdasarkan saksi dan bukti-bukti apakah bisa masuk Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 tersebut," tuturnya.
Firli mengakui, KPK masih harus bekerja keras untuk bisa membuktikan adanya pelanggaran sebagaimana yang dimaksud oleh aturan itu.
"Malam ini yang kita lakukan ini adalah berupa tindak pidana dugaan penerima suap oleh penyelenggara negara, jadi itu dulu," ucap Firli.
Selain itu, ia juga mengungkapkan kronologi operasi tangkap tangan (OTT) atas kasus dugaan suap bantuan sosial tersebut.
Menurut Firli, kegiatan operasi berawal dari informasi masyarakat yang diterima tim KPK pada Jumat (4/12/2020).
"Informasi tersebut tentang dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh Penyelenggara Negara yang diberikan oleh AIM dan HS kepada MJS, AW dan Juliari P Batubara (JPB)," ujar Firli dalam konferensi pers secara daring pada Minggu (6/12/2020) pagi.
"Sedangkan khusus untuk JPB pemberian uangnya melalui MJS dan SN (orang kepercayaan JPB)," lanjutnya.
Baca juga: Korupsi Bansos Covid-19, Pejabat Kemensos Ditangkap, Pernyataan KPK Soal Ancaman Pidana Mati Viral
AIM dan HS diketahui merupakan pihak swasta. Sedangkan AW dan MJS adalah pejabat pembuat komitmen di Kementerian Sosial. Sementara itu, SN adalah seorang sekretaris di Kemensos.
Dari informasi yang diperoleh, Firli melanjutkan, rencananya penyerahan uang akan dilakukan pada Sabtu sekitar pukul 02.00 WIB di salah satu tempat di Jakarta.
Firli menuturkan, uang sebelumnya telah disiapkan AIM dan HS di salah satu apartemen di Jakarta dan di Bandung.
Uang itu disimpan di dalam tujuh koper, tiga tas ransel dan amplop kecil yang jumlahnya sekitar Rp 14, 5 miliar.
"Selanjutnya tim KPK langsung mengamankan MJS, SN dan pihak-pihak lain di beberapa tempat di Jakarta, untuk selanjutnya pihak-pihak yang diamankan beserta uang dengan jumlah sekitar Rp 14,5 miliar dibawa ke KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut," papar Firli.
Dia mengungkapkan, dari hasil tangkap tangan ini ditemukan uang dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing.
Masing-masing sejumlah sekitar Rp 11, 9 miliar, sekitar 171,085 dollar Ameria Serikat (setara Rp 2,420 miliar) dan sekitar 23.000 dollar Singapura (setara Rp243 juta). (TribunNewsmaker/ Irsan Yamananda)
BACA JUGA : di Tribunnews.com dengan judul Selain Juliari, Dua Mensos Ini Juga Pernah Ditangkap KPK karena Korupsi, Ada yang Divonis 1,8 Tahun.