Warung sempat lesu karena dikelola oleh kerabat selama Bu Tumini fokus merawat suaminya sebelum sang suami meninggal dunia.
Meski sendirian, Bu Tumini tidak menyerah dan kembali menghidupkan usahanya dan perlahan-lahan mie ayamnya kembali disukai pelanggan.
Popularitas mie ayam Bu Tumini baru mulai melejit seiring berkembangnya media sosial di awal tahun 2000-an.
Banyak netizen dan food vlogger yang mengulas cita rasa unik mie ayam racikan Bu Tumini, sehingga warungnya dikenal.
Sejak itu, antrean panjang di depan warung menjadi pemandangan biasa, bahkan setiap harinya bisa melayani ratusan pengunjung.
Bahkan tidak sedikit pengunjung yang datang dari luar kota Yogyakarta, hingga luar pulau.
Bu Tumini pun bekerja keras untuk menjaga cita rasa mie ayam agar tidak mengecewakan pengunjungnya.
20 tahun bekerja, Bu Tumini meninggal dunia dan kini warungnya diurus oleh anak-anaknya.
Baca juga: Sleman Yogyakarta Punya Spot Terbaik Nikmati Gagahnya Merapi Tanpa Mendaki, Fasilitasnya Lengkap
Bu Tumini meninggal dunia pada 8 Februari 2020, di Rumah Sakit Rajawali Citra, Bantul, setelah melihat warungnya sukses selama 2 dekade.
Kepergiannya meninggalkan duka mendalam, tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga para pecinta mie ayam, terutama di Yogyakarta.
Bu Tumini dikebumikan di Jatiayu, Gunungkidul, berdampingan dengan mendiang suaminya.
Sang anak kini tinggal di Sleman, dan memperluas usaha dengan membuka cabang mie ayam lain bernama Junior Satu.
Anak kedua mengelola warung utama di Jalan Imogiri Timur, sementara anak ketiga membuka usaha serupa di sekitar markas Brimob dan Jalan Affandi.
Ketiga anaknya tetap menjaga rasa mie ayam yang otentik dan menjadi prinsip utama keluarga.
Sehingga, bumbu mie ayam dari keempat cabang tetap disuplai dari dapur utama di warung Giwangan, yakni bumbu racikan Bu Tumini.
(Tribunnewsmaker.com/Talitha)