Breaking News:

Jokowi Sebut Whoosh Tak Cari Untung, Politisi PDIP Ferdinand Hutahaean Bingung: Dulu Rayu Xi Jinping

Jokowi sebut proyek Whoosh tak cari untung, Politisi PDIP Ferdinand Hutahaean bingung: 'Dulu rayu Xi Jinping'

Kompas.com
JOKOWI BICARA WHOOSH : Mantan Presiden RI ke 7 Jokowi angkat bicara soal Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh yang bukan bertujuan mencari keuntungan finansial, melainkan sebagai investasi sosial untuk masyarakat. Pernyataan tersebut disampaikan Jokowi saat ditemui di Mangkubumen, Banjarsari, Kota Solo, Senin (27/10/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Joko Widodo menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh bukan dibangun untuk mencari keuntungan finansial.
  • Hal itu membuat Politisi PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean bingung.
  • Ia mengaku bingung bagaimana cara Jokowi dulu meyakinkan Presiden China Xi Jinping agar mau menggelontorkan investasi untuk Whoosh.

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Politisi PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean, mengaku terkejut usai mendengar pernyataan mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh bukan dibangun untuk mencari keuntungan finansial.

Pernyataan itu, menurut Ferdinand, justru menimbulkan tanda tanya besar di tengah publik yang sejak awal sudah menyoroti proyek tersebut karena menelan biaya sangat besar.

Ia mengaku heran sekaligus penasaran, bagaimana cara Jokowi dulu meyakinkan Presiden China Xi Jinping agar mau menggelontorkan investasi raksasa untuk proyek itu jika tujuannya memang bukan laba.

Apalagi, proyek Whoosh kini tengah menjadi sorotan karena nilai utangnya yang membengkak hingga mencapai Rp116 triliun, sehingga publik semakin kritis mempertanyakan arah dan manfaat sebenarnya dari proyek ini.

Dalam situasi penuh polemik itu, Jokowi akhirnya buka suara dan memberikan klarifikasi bahwa Whoosh bukanlah proyek komersial, melainkan bentuk investasi sosial yang berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.

Menurut Jokowi, sebagai seorang kepala negara sekaligus ayah dari Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, pembangunan Whoosh sejak awal dimaksudkan untuk menjawab masalah kemacetan parah di wilayah ibu kota dan sekitarnya.

“Prinsip dasar transportasi massal atau transportasi umum adalah layanan publik, bukan mencari laba,” kata Jokowi kepada awak media di kediamannya di Solo, Senin (27/10/2025), sebagaimana dikutip dari TribunSolo.

Ia menjelaskan bahwa meski secara hitungan ekonomi proyek tersebut terlihat merugi, namun manfaat sosial yang dihasilkan jauh lebih besar dan telah mulai dirasakan oleh masyarakat.

“Transportasi massal atau transportasi umum tidak diukur dari laba, tapi dari keuntungan sosial, social return of investment,” tambahnya.

Baca juga: Jokowi Alihkan Kerjasama Whoosh dari Jepang ke China, Mahfud MD: Kok Mau? Jangan-jangan Ada Main

KERETA CEPAT WHOOSH - Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal proyek kereta cepat Whoosh, tegaskan bukan cari untung, alasan tetap membangunnya.
KERETA CEPAT WHOOSH - Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) buka suara soal proyek kereta cepat Whoosh, tegaskan bukan cari untung, alasan tetap membangunnya. (Kompas/ Krisda Tiofani/ Fristin Intan)

Lebih lanjut, Jokowi menegaskan bahwa manfaat nyata dari proyek ini dapat dilihat dari berbagai aspek, mulai dari efisiensi waktu hingga dampak lingkungan yang positif.

“Pengurangan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, polusi yang berkurang, waktu tempuh yang lebih cepat di situlah keuntungan sosial dari pembangunan transportasi massal. Kalau ada subsidi, itu investasi, bukan kerugian,” tegas Jokowi.

Namun, pernyataan tersebut justru memunculkan perdebatan baru di kalangan publik, termasuk dari Ferdinand Hutahaean yang merasa kebingungan dengan penjelasan sang mantan presiden.

Ia mengaku sulit memahami bagaimana mungkin proyek sebesar itu dikategorikan sebagai investasi sosial semata tanpa mempertimbangkan faktor profit.

Ferdinand pun kemudian melontarkan pertanyaan yang cukup tajam, terutama terkait proses diplomasi Jokowi dengan Xi Jinping di awal proyek tersebut.

Hal ini ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam program Interupsi yang diunggah di kanal YouTube Official iNews, Kamis (30/10/2025).

“Saya tidak mengerti kalau sekarang Pak Jokowi mengatakan ini investasi sosial ya, rugi transportasi umum tidak apa-apa,” jelas Ferdinand dengan nada heran.

Ia melanjutkan dengan mempertanyakan bagaimana Jokowi bisa membujuk Xi Jinping untuk mau menanamkan modal besar dalam proyek tersebut jika sejak awal sudah diklaim bukan untuk mencari keuntungan.

“Bagaimana cara Jokowi dulu merayu Xi Jinping supaya mau membiayai proyek ini, kalau ini memang didesain untuk proyek rugi, proyek investasi sosial?” katanya lagi.

Ferdinand bahkan melontarkan sindiran dengan kalimat retoris yang menggambarkan keheranannya.

“Kira-kira Jokowi ngomong apa ke Xi Jinping? 'Mister Xi, investasilah di kerta cepat ini. Proyek investasi sosial public service obligation nanti kalau rugi tidak apa-apa'?” ucapnya menirukan secara satir.

Ia juga menilai bahwa hingga saat ini Whoosh belum mampu menjadi pilihan utama transportasi masyarakat dari Jakarta ke Bandung atau sebaliknya, meski promosinya begitu masif.

Menurut Ferdinand, jika proyek tersebut benar-benar diminati masyarakat dan digunakan secara maksimal, tentu pendapatannya tidak akan minus sebesar sekarang.

“Proyeksi yang diharapkan tadinya, gerbong kereta ini bisa terjual 80 persen atau 70 persen, maka operasionalnya ketutupi dan tidak rugi,” ucap Ferdinand menegaskan.

Namun kenyataannya, lanjut dia, hasil di lapangan jauh dari ekspektasi awal, di mana tingkat okupansi rendah membuat biaya operasional tidak tertutup.

“Tapi ternyata hari ini kita tahu kebenaran setiap hari kerugian kerta cepat ini miliaran,” pungkas Ferdinand.

Baca juga: 5 Sosok Disebut Ubedilah Harus Diperiksa soal Dugaan Korupsi Whoosh, Ada Jokowi hingga Luhut Binsar

KERETA CEPAT - Ujung atau kepala Whoosh berbentuk moncong memanjang seperti kereta Shinkansen di Jepang. Desain kereta cepat pertama di Indonesia ini tampak menarik dan disukai para penumpang.
KERETA CEPAT - Ujung atau kepala Whoosh berbentuk moncong memanjang seperti kereta Shinkansen di Jepang. Desain kereta cepat pertama di Indonesia ini tampak menarik dan disukai para penumpang. (KOMPAS.com/Krisda Tiofani)

Whoosh Bukan Kebutuhan Mendasar Masyarakat

Ferdinand Hutahaean juga terkejut dengan pernyataan Jokowi soal Whoosh bukan mencari laba, melainkan menjadi investasi sosial.

Sebab, menurutnya, proyek kereta cepat ini bukanlah kebutuhan mendasar masyarakat.

Selain itu, proyek tersebut, kata dia, tidak bisa dimasukkan kategori investasi sosial maupun public service obligation atau kewajiban dalam menyediakan layanan publik.

"Saya mengikuti statement-nya Pak Jokowi ya. Dan saya cukup kaget dan sedikit heran, mendengar beliau menyampaikan pendapatnya bahwa ini adalah tentang investasi sosial," kata Ferdinand.

"Kenapa kaget?"

"Kita memang memaklumi ketika kebutuhan mendasar masyarakat itu menjadi tanggung jawab negara dan di situlah hadirnya negara yang disebut dalam public service obligation, dan kereta cepat ini tidak bisa disebut masuk kategori investasi sosial maupun public service obligation."

"Kenapa demikian? Karena kereta cepat ini bukan kebutuhan mendasar masyarakat."

Selanjutnya, Ferdinand menyebut, yang lebih layak disebut kebutuhan mendasar masyarakat adalah TransJakarta, bukan Whoosh.

TransJakarta sendiri merupakan jaringan bus raya terpadu (BRT) yang beroperasi sejak tahun 2004 di Jakarta, Indonesia. 

Sehingga, menurut Ferdinand, TransJakarta sebagai kebutuhan dasar masyarakat layak disubsidi meski sifatnya merugi.

"Kebutuhan mendasar masyarakat dalam bidang transportasi, saya kasih contoh, Transjakarta," ujar Ferdinand.

"Transjakarta itu juga merugi. Tapi karena dia adalah kebutuhan mendasar masyarakat maka disubsidi oleh Pemda DKI Jakarta setiap tahun,"

Kemudian, Ferdinand mengaku, tidak menemukan informasi yang mendukung Whoosh layak disebut investasi sosial maupun public service obligation.

Pasalnya, proyek kereta cepat itu bersifat business-to-business alias B2B.

B2B sendiri merupakan jenis transaksi atau model bisnis di mana penjualan dilakukan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, bukan dengan konsumen perorangan.

Dalam konteks Whoosh, konsep B2B berlaku karena pengelolanya adalah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang merupakan gabungan dua kelompok bisnis antara konsorsium Indonesia (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia/PSBI) dengan 60 persen saham dan konsorsium China melalui Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen saham).

"Saya tidak menemukan di sini kebenaran atau data atau informasi yang membenarkan bahwa ini adalah investasi sosial dan public service obligation," ujar Ferdinand.

"Kenapa demikian? Karena ini adalah B2B, business-to-business."

Ditetapkan sebagai PSN, tapi Berbuntut Beban Utang, PT KAI Kewalahan

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016.

Pengelola Whoosh adalah PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia/PSBI) dengan 60 persen saham dan konsorsium China melalui Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen saham).
 
Adapun PSBI dipimpin oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan porsi saham 58,53 persen, diikuti Wijaya Karya (33,36 persen), PT Jasa Marga (7,08 persen), dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII (1,03 persen).

Sementara, komposisi pemegang saham Beijing Yawan HSR Co. Ltd terdiri atas CREC 42,88 persen, Sinohydro 30 persen, CRRC 12 persen, CRSC 10,12 persen, dan CRIC 5 persen.

Whoosh diresmikan oleh Jokowi pada 2 Oktober 2023 di Stasiun Halim, Jakarta.

Namun, dalam perjalanannya, proyek mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp19,54 triliun, dari biaya awal yang direncanakan 6,07 miliar dollar AS.

Sehingga, total investasi proyek Whoosh kini mencapai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp116 triliun.

Untuk membiayai investasi 7,2 miliar dollar AS pada proyek ini, 75 persen di antaranya didapat dari pinjaman China Development Bank.

Sementara sisanya berasal dari setoran modal pemegang saham, yaitu PT KCIC yang merupakan gabungan dari PSBI (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

Whoosh jelas memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero) yang berperan sebagai lead konsorsium PSBI.

Utang untuk pembiayaan proyek Whoosh membuat PSBI mencatat kerugian senilai Rp1,625 triliun pada semester I-2025.

Sebagai lead konsorsium PSBI, maka PT KAI (Persero) menanggung porsi kerugian paling besar, yakni Rp951,48 miliar per Juni 2025, jika dibanding tiga BUMN anggota konsorsium PSBI lainnya.

Sehingga, beban yang ditanggung PT KAI (Persero) begitu berat, baik dalam bentuk biaya operasional kereta cepat maupun pengembalian utang.

(TribunNewsmaker.com/ Tribunnews)

Sumber: Tribunnews.com
Tags:
JokowiWhooshPDIPFerdinand HutahaeanXi Jinping
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved