Breaking News:

Gibran Berpeluang Lolos Jadi Cawapres Prabowo Lewat MK, Jokowi Jawab Tudingan: Saya Tidak Mencampuri

Gibran Rakabuming Raka berpeluang lolos jadi Bacawapres Prabowo Subianto lewat MK, Jokowi jawab tudingan: Saya tegaskan, tidak mencampuri!

Kompas.com
Gibran Rakabuming Raka berpeluang lolos jadi Bacawapres Prabowo Subianto lewat MK, Jokowi jawab tudingan: Saya tegaskan, tidak mencampuri! 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Gibran Rakabuming Raka berpeluang lolos jadi Bacawapres Prabowo Subianto lewat MK, Jokowi jawab tudingan: Saya tegaskan, tidak mencampuri!

Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dalam urusan penentuan bakal calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres). Hal tersebut disampaikannya melalui keterangan pers yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden pada Senin (16/10/2023) malam.

“Saya tegaskan saya tidak mencampuri urusan capres atau cawapres,” ujar Jokowi.

Pernyataan tersebut merespons pertanyaan wartawan mengenai wacana putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang diusulkan menjadi bakal cawapres pada pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Presiden menyebut bahwa persoalan capres dan cawapres tersebut merupakan ranah partai politik.

“Pasangan capres dan cawapres itu ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, jadi silakan tanyakan saja ke partai politik, itu wilayahnya parpol,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Presiden juga merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal gugatan batas usia capres dan cawapres.

Menurut Kepala Negara, hal itu merupakan kewenangan yudikatif dan mempersilakan masyarakat untuk menanyakan langsung kepada Mahkamah Konstitusi.

“Mengenai putusan MK silakan ditanya ke Mahkamah Konstitusi, jangan saya yang berkomentar,” ujarnya. “Silakan juga pakar hukum yang menilainya. Saya tidak ingin memberikan pendapat atas putusan MK, nanti bisa disalah mengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif,” lanjutnya.

Siapa Almas Tsaqibbiru? MK mengabulkan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang UU Pemilu, soal batas usia capres-cawapres yang diajukan Almas Tsaqibbirru. Inilah sosok Almas Tsaqibbirru yang mengakui sebagai pengagum Gibran Rakabuming Raka.
Siapa Almas Tsaqibbiru? MK mengabulkan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang UU Pemilu, soal batas usia capres-cawapres yang diajukan Almas Tsaqibbirru. Inilah sosok Almas Tsaqibbirru yang mengakui sebagai pengagum Gibran Rakabuming Raka. (Dok Tribunnews)

Gibran Lolos Jadi Bacawapres Berkat Sosok Mahasiswa  Ini

Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Gugatan ini dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan, Senin. Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedianya berbunyi,

“Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”

Atas putusan MK ini, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.

Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta (Kompas.com/ Fitria Chusna)

Hakim Konstitusi Arief Hidayat Bongkar Kejanggalan Putusan MK Soal Syarat Usia Capres Cawapres 

Hakim Konstitusi Arief Hidayat membeberkan kejanggalan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Senin (16/10/2023).

Pasalnya lewat putusan tersebut, MK membolehkan orang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.

Padahal pada hari yang sama, sebelumnya MK menolak tiga putusan batas usia capres dan cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun.

Menurut Arief, ia merasakan adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada lima perkara a quo yang ditangani MK soal batas usia capres dan cawapres. Keganjilan ini perlu dia sampaikan karena mengusik hati nuraninya.

"Hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukan sikap penuh integritas, independen, dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik manapun dan hanya berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara yang berdasar pada ideologi Pancasila," kata Arief saat membacakan dissenting opinion di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Keganjilan pertama, papar hakim konstitusi yang diusulkan DPR ini, adalah soal penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda. Bahkan, prosesnya memakan waktu hingga 2 bulan, yaitu pada Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang ditolak MK pagi tadi, dan 1 bulan pada Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang juga ditolak MK.

Ia mengakui, lamanya penjadwalan sidang memang tidak melanggar hukum acara, baik yang diatur dalam UU tentang MK maupun Peraturan MK. Namun, penundaan berpotensi menunda keadilan.

Para petugas persidangan berusaha mengganti mikrofon yang digunakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman karena mati saat sidang putusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu terkait batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Para petugas persidangan berusaha mengganti mikrofon yang digunakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman karena mati saat sidang putusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu terkait batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023). (Kompas.com/ Rony Ariyanto Nugroho)

"Dan pada akhirnya akan meniadakan keadilan itu sendiri (justice delayed, justice denied). Terlebih hal in merupakan suatu ketidaklaziman yang saya rasakan selama lebih kurang 10 tahun menjadi hakim konstitusi dalam menangani perkara di MK," ucap Arief.

Oleh karenanya, ia mengusulkan agar Mahkamah menetapkan tenggang waktu yang wajar antara sidang perbaikan permohonan dengan pemeriksaan persidangan untuk mendengarkan keterangan DPR dan Pemerintah. Dengan begitu, peristiwa seperti ini tidak akan terjadi lagi di kemudian hari.

"Perbaikan ini dilakukan dengan menyempurnakan hukum acara perkara pengujian undang-undang," tutur dia. Keganjilan lainnya adalah turut sertanya Ketua MK Anwar Usman atas salah satu perkara yang berakhir dikabulkan MK.

Padahal dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada Selasa (19/9/2023), tiga perkara yang akhirnya ditolak MK, Perkara Nomor 29PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023, Ketua MK Anwar Usman tidak hadir.

Saat itu, RPH dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra dan Arief menanyakan alasan Anwar Usman tidak hadir.

* Diolah dari berita tayang di Kompas.com 

 

Tags:
Gibran RakabumingJokowiPrabowo SubiantoMahkamah Konstitusi
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved