Breaking News:

Pilpres 2024

Gibran Ikut Tolak RUU DKJ yang Akan Menghilangkan Pilkada Langsung, Tak Merasa Ada yang Diuntungkan

Saat ini RUU masih dalam pembahasan sehingga usulan mengenai penghilangan Pilkada di Jakarta belum diputuskan.

Editor: Sinta Manila
TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka, Kamis (7/12/2023). 

Sebab, dalam RUU DKJ ada aturan yang berimplikasi pada peniadaan pemilihan kepala daerah (pilkada) setelah Jakarta tidak lagi menjadi Ibu Kota Negara.

Ilustrasi Pilkada
Ilustrasi Pilkada (Kompas/ Lasti Kurnia)

Aturan itu tertuang dalam Pasal 10 ayat 2 draf RUU DKJ yang berbunyi: "Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD".

Meski RUU DKJ menghilangkan pilkada langsung, demokrasi disebut tetap muncul melalui usulan DPRD.

Aturan itu pun dihujani kritikan.

Sederet anggota DPRD DKI Jakarta dari berbagai fraksi menolak ketentuan tersebut.

Baca juga: Limbad Ke sana Kemari, Masuk TPN Ganjar, Tapi Ikut Kampanye Prabowo, Lalu Foto Bareng Bos Perindo

Dinilai kebiri hak warga

Anggota Fraksi PDI-P DPRD DKI Gilbert Simanjuntak mengkritik RUU DKJ yang baru saja disetujui DPR.

Menurut Gilbert, aturan gubernur dipilih oleh presiden akan mengebiri hak konstitusional warga.

"Rakyat Jakarta mampu memilih sendiri gubernurnya. Jangan kebiri hak konstitusionalnya,” ujar Gilbert saat dihubungi, Rabu (6/12/2023).

Menurut Gilbert, reformasi dan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mendukung adanya otonomi daerah serta pilkada langsung.

Karena itu, usulan menghilangkan pemilihan gubernur setelah Jakarta tak lagi menjadi Ibu Kota Negara, bertolak belakang dengan semangat reformasi.

Salah satu alasan pilkada langsung adalah karena sentralistik Orde Baru yang mengangkat kepala daerah, sehingga isu saat itu adalah militer, Jawa, dan penunjukan presiden.

Sangat aneh apabila sekarang timbul ide neo orba untuk sentralistik,” kata Gilbert.

Ilustrasi Pemilu.
Ilustrasi Pemilu. (Kompas.com)

Menurut Gilbert, biaya pilkada Jakarta yang disebut mahal tak bisa dijadikan alasan untuk mengatur penunjukan langsung gubernur dan wakil gubernur oleh presiden.

Daftar pemilih tetap (DPT) di Jakarta saat ini sekitar 8 juta orang.

Gilbert menyebut, jumlah itu terbilang sedikit dibandingkan provinsi lain di Indonesia yang memiliki puluhan juta pemilih.

“Apabila pertimbangan karena faktor biaya pilkada, maka dengan DPT sekitar 8 juta di Jakarta sebagai kota, ini tidak ada artinya dengan DPT provinsi lain yang begitu luas dengan jumlah pemilih 28 juta lebih,” ujar Gilbert.

Artikel diolah dari TribunSolo.com

 

Sumber: Tribun Solo
Tags:
GibranRUU DKJDPR
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved