Khazanah Islam
Bolehkah Seorang Muslim Minum Darah Ular untuk Pengobatan? Berikut Penjelasan Ustaz Muthohar
Apakah boleh mengonsumsi darah ular yang haram untuk pengobatan? Begini penjelasan ulama.
Editor: Sinta Manila
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Sebagaimana diketahui bahwa ular termasuk hewan bertaring yang dagingnya haram untuk dikonsumsi.
Begitupula darah, darah hewan apapun bagi agama Islam hukumnya haram.
Baca juga: Bolehkan Menikahi Sepupu Sendiri? Buya Yahya Beri Penjelasan, Berikut Perempuan yang Haram Dinikahi
Dalam segi medispun, darah berbahaya karena mengandung penyakit.
Akan tetapi, ada keyakinan bahwa daging dan darah ular dapat bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit.
Lalu bagiamana dengan umat muslim yang ingin mengonsumsi darah ular untuk keperluan pengobatan?
Darah ular dipercayai oleh sebagian orang dapat meningkatkan libido kaum pria, mengatasi darah rendah serta meningkatkan kebugaran tubuh.
Daging ular dapat dijadikan sebagai penghangat tubuh. Empedu ular diyakini dapat menyembuhkan penyakit kanker, paru-paru dan tumor.
Kemudian, sumsum ular dipercaya dapat menyembuhkan rematik, pengapuran dan asam urat.

Dan kulit ular yang dicampur kopi dipercaya sebagai obat penutup luka. Selain itu, minyak ular disebut ampuh mengobati penyakit kulit. Pemakaiannya dioles.
Menurut Khadimul Majlis Tanwirul Qulub, ustadz M Muthohar, secara garis besar Islam tidak membenarkan berobat dengan hal semacam itu.
Karena ada dalam sebuah hadis yang artinya, “Allah tidak menjadikan kesembuhanmu di dalam suatu perkara yang diharamkan untukmu."
Terkait pengobatan atau suplemen, boleh atau tidaknya muslim menggunakan bahan ular tersebut, ustadz Muthohar menjelaskan bahwa terjadi khilaf atau selisih pendapat di kalangan ulama mengenai masalah tersebut.
“Karena ular termasuk hewan yang diharamkan dan kalau mati dengan proses bagaimana pun dihukumi najis,” ucap dia.
Maka, lanjutnya, keharaman perkara tersebut ada tiga unsur pertama melata, kedua menjijikkan, dan ketiga najis.
Dan seandainya masih ada obat selain perkara tersebut, maka semua ulama menyepakati keharamannya.
Ustadz Muthohar menuturkan, bagi orang yang berobat dan benar-benar tahu tentang ilmu kesehatan, bahwasanya tidak bisa menempati obat yang manjur, selain obat tersebut, atau dia diberi kabar oleh dokter yang muslim bahwa obat yang mujarab hanyalah terbuat dari ular, maka hukumnya boleh menggunakannya. Selain itu tidak diperbolehkan.
Hukum dalam Islam sendiri terkait penggunaan hewan melata itu, imbuh ustadz Muthohar, tidak boleh karena itu masuk kategori hewan yang diharamkan kecuali keadaan darurat.
“Tergantung hewannya. Bila hewan tersebut diharamkan untuk dikonsumsi, maka hukumnya sama haramnya, Kalau hewan tersebut halal dikonsumsi, maka halal untuk di buat obat,” jelas dia.
Ketika memilih obat, dia menyarankan agar dilihat dulu komposisinya, dari bahan yang halal apa tidak, dan ada efek samping yang membahayakan apa tidak?
Terkait ayat yang menjelaskan tentang praktik demikian, dia mengungkapkan itu tercantum dalam Surat Al-Maidah ayat 3, yang artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.
Selain itu, lanjutnya, termasuk kategori haram, darah juga termasuk benda najis yang mengharuskan kita menyucikan anggota tubuh, semisal untuk kepentingan salat.
Benda najis tentu juga haram dapat digunakan untuk kepentingan darurat pengobatan.
Hal ini dimungkinkan karena manusia adalah makhluk mulia, sehingga penyakit yang diderita harus dihilangkan sekali pun dengan benda najis.
Hal ini sebagaimana riwayat perihal masyarakat Uraniyin di masa Rasulullah SAW.
“Ada pun hadis tentang masyarakat Uraniyin dan perintah Nabi Muhammad SAW terhadap mereka untuk meminum air kencing unta berkaitan dengan kepentingan pengobatan.
Pengobatan dengan menggunakan benda najis diperbolehkan ketika tidak ada benda suci yang dapat menggantikannya.” (lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, Beirut, Darul Fikr, cetakan kedua, 1985 M/1405, juz I, halaman 161).
Dari sini, imbuh ustadz Muthohar, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengobatan dengan darah ular bersifat jalan terakhir sebagai darurat karena tidak ada lagi obat alternatif selain darah ular tersebut.
Darah ular dapat dijadikan obat bila terbukti dan teruji secara klinis mutakhir sebagai obat atas penyakit tersebut.
“Artinya, pertimbangan ilmu pengetahuan medis perlu menjadi pertimbangan utama dalam hal ini, bukan karena konon atau katanya,” tegas dia.
Tapi bila hanya katanya, dia menyarankan sebaiknya menghindari darah ular sebagai obat karena keharamannya sudah jelas, sementara manfaatnya masih bersifat spekulasi.
“Dalam hal ini, kami sepenuhnya menaruh kepercayaan kepada dunia medis, “ pungkasnya.
* Melihat Saja Takut
ULAR kobra merupakan hewan berbisa yang menakutkan. Namun, ada sebagian orang yang justru mengonsumsinya.
Sejumlah orang percaya bahwa sumsum dan darah ular kobra dapat menyembuhkan beberapa penyakit.
Di antaranya diabetes, sesak napas, kolestrol, bahkan meningkatkan stamina pria.
Seorang penjual pentol di Kabupaten Tanahbumbu, Yono Soesilo, mengaku mengetahui bahwa ular tersebut bisa dijadikan obat. Bahkan di daerah asalnya, Surabaya, ada yang berjualan masakan berbahan ular itu.
“Saya sekadar tahu saja, saya tidak pernah mencoba, agak ngeri juga soalnya,” ungkap dia kepada Serambi UmmaH.
Yono mengaku tidak memiliki nafsu memakan daging ular tersebut. Dia merasa jijik, terbayang ketika ular tersebut berjalan menggeliat, sehingga tidak sanggup memakannya.
Menurut dia, ada temannya yang memang mencoba mengonsumsi darah atau daging ular. “Kata dia badan lebih enakan,” ujar Yono.
Secara terpisah, satu ibu rumah tangga bernama Sarah, mengaku juga tidak bernafsu makan daging ular.
Jangankan mengonsumsi, melihat saja dia takut. “Waduh nggak deh mas, mending makan daging sapi,” ucapnya.
Sarah menuturkan, dia termasuk orang yang sepakat idak diperbolehkan untuk dikonsumsi.
Sebab, hewan tersebut disunahkan untuk dibunuh, sesuai petunjuk di dalam Al-Qur’an.
Tapi, imbuh Sarah, seandainya memang terkait obat, maka mau tidak mau itu harus dikonsumsi dalam artian tidak ada lagi obat lain selain itu.
“Kembali lagi harus melihat skala prioritas, apakah memang benar-benar diperlukan?” tanya dia.
(Tribunnewsmaker.com/Banjarmasinpost.com)
Sumber: Banjarmasin Post
Sehelai Rambut Kelihatan di Jidat saat Shalat, Apakah Tetap Sah? Ulama Buya Yahya Jelaskan Hukumnya |
![]() |
---|
Hukum Keluar Angin dari Kemaluan Depan Wanita, Apakah Sama dengan Kentut? Ini Penjelasan Buya Yahya |
![]() |
---|
Menikah dengan Suami Orang, Apakah Juga Termasuk Jodoh? Buya Yahya Jelaskan dari Pandangan Islam |
![]() |
---|
Demi Tutup Aib Anak Hasil Zina, Bolehkah Pakai bin Ayahnya saat Ijab Kabul? Buya Yahya Beri Panduan |
![]() |
---|
Najis Tercampur karena Pakaian Direndam Sabun, Buya Yahya Beri Panduan Menyucikan Sesuai Syariat |
![]() |
---|