Syok Baru Tahu Anaknya Jadi Korban Pelecehan, Orang Tua Ingin Eks Kapolres Ngada Dihukum Mati
Orang tua korban pelecehan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, menuntut hukuman mati.
Editor: Fitriana
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Orang tua korban pelecehan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, menuntut hukuman mati atau penjara seumur hidup bagi pelaku.
Mereka syok dan terpukul lantaran baru tahu anaknya menjadi korban pelecehan setelah didatangi pihak kepolisian.
Hal itu tentu membuat orang tua terpukul dan marah atas tindakan pelecehan seksual yang dilakukan AKBP Fajar terhadap anaknya yang masih di bawah umur.
Terlebih sosok yang menjadi perantara atau pihak yang mengenalkan anaknya dengan pelaku adalah tetangga yang kenal baik dengan mereka.
Tentu, situasi ini membuat keluarga korban sangat terpukul.
"Ibunya sendiri sangat mengecam atas situasi ini, apalagi anaknya masih sangat kecil dan yang menjadi perantara itu juga adalah orang yang dikenal sangat baik, bahkan tinggal di situ."
"Mereka sangat marah, mereka menuntut untuk hukuman yang seberat-beratnya, hukuman harus maksimal, bahkan harus hukuman seumur hidup atau hukuman mati, mereka berharap seperti itu," kata Kepada Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Nusa Tenggara Timur (NTT), Veronika Ata, Minggu (16/3/2025), dikutip dari tayangan KompasTV.
Bahkan, lanjut Veronika, keluarga korban baru mengetahui peristiwa ini setelah didatangi pihak kepolisian.
Sontak, keluarga syok mendengar peristiwa yang menimpa anaknya ini.
"Orang tuanya sangat terpukul dan marah dan mereka kecewa dengan situasi yang saat ini terjadi."
Baca juga: 4 Kasus Libatkan Polisi, Kapolres Ngada Cabuli Bocah, Brigadir Ade Bunuh Bayi, Intimidasi Sukatani
"Menurut ibunya, mereka baru tahu ketika teman-teman dari Polda datang untuk menginformasikan bahwa anaknya menjadi korban," ujar Veronika.
Diketahui, AKBP Fajar telah mencabuli empat orang korban, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.
Atas perbuatannya ini, AKBP Fajar harus menerima hukuman pidana hingga sanksi etik oleh pihak kepolisian.
Pasalnya, ia anggota kepolisian aktif, bahkan menjabat sebagai pimpinan di wilayah Ngada, NTT.
AKBP Fajar lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis (13/3/2025).
Ia juga sudah ditahan di Bareskrim Polri dengan penempatan khusus (patsuskan).
Atas perbuatannya, AKBP Fajar dijerat dengan pasal berlapis, di antaranya Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B, serta Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, J, dan L UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Selain itu, ia dijerat Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 27 ayat 1 UU ITE No. 1 Tahun 2024.
Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Pada Senin (17/3/2025) hari ini, AKBP Fajar akan menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta Selatan.
AKBP Fajar terancam PTDH atau pemberhentian tidak dengan hormat atau pelanggaran berat tindak pidana penyalahgunaan narkotika dan asusila terhadap anak di bawah umur.
Baca juga: Akui Lakukan Pencabulan, Kapolres Ngada Belum Ditetapkan Tersangka, Kini Dimutasi ke Yanma Polri
Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi (Karowabprof) Divisi Propam Polri. Brigjen Agus Wijayanto menuturkan AKBP Fajar sudah menjalani proses pemeriksaan kode etik di Propam Polri sejak 24 Februari 2025.
"Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa perbuatan FWLS (AKBP Fajar,-red) termasuk kategori pelanggaran berat, sehingga sidang kode etik akan segera digelar," kata Brigjen Agus.
Selain sanksi etik, AKBP Fajar menghadapi jeratan hukum pidana.
Terduga pelanggar juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Deny/Reynas)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com.