Keji Dokter PPDS Unpad Perkosa Anak Pasien, Bius Korban Dalih Transfusi Darah untuk Ayah yang Kritis
Modus Priguna Anugerah Pratama adalah memberikan obat bius yang membuat korban tidak sadarkan diri dengan dalih cek darah.
Editor: Fitriana
"Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu," kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, dalam konferensi pers di Polda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Bandung, Rabu (9/4/2025).
"Tersangka PAP meminta korban MH untuk diambil darah dan membawa korban dari Ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 Rumah Sakit Hasan Sadikin," lanjutnya.
Korban yang diduga tak mengetahui prosedur pengecekan darah hanya mengikuti instruksi Priguna untuk berganti baju.
"Ia meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya, dan setelah sampai di ruang 711, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi warna hijau.”
Baca juga: Kini Psikolog Anak, Kak Seto Pernah Frustasi Gagal jadi Dokter, 7 Bulan Gelandangan, jadi Pembantu
Setelah korban berganti baju, tersangka memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan MH kurang lebih sebanyak 15 kali.
"Tersangka memasukkan jarum ke tangan kurang lebih 15 kali. Kemudian tersangka menyambungkan jarum tersebut ke selang infus."
"Lalu memasukkan cairan bening ke selang infus tersebut, beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tak sadarkan diri," kata Hendra.
Setelah sadar, tersangka meminta korban untuk berpakaian kembali dan mengantarnya sampai lantai 1 Gedung MCHC.
"Akibat kekerasan seksual korban mengalami sakit di beberapa bagian tubuh tertentu," tutup dia.
Priguna diketahui adalah dokter yang sedang menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis dari Universitas Padjadjaran.
Buntut aksi kejinya ini, PAP ditetapkan sebagai tersangka dijerat Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
"Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara," kata Hendra.
Penyidik, kata Hendra, sedang mendalami motif pelaku, termasuk kemungkinan adanya kelainan perilaku seksual yang akan diperkuat melalui pemeriksaan psikologi forensik.
"Sementara itu, sejumlah barang bukti, termasuk hasil visum dan alat kontrasepsi, telah diamankan untuk keperluan penyelidikan lanjutan," katanya.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memastikan telah memberikan sanksi tegas terhadap tersangka.