Jika Ijazah Jokowi Tak Terbukti Palsu, Begini Peluang Roy Suryo Terhindar Penjara, Kata Mahfud MD
Apakah Roy Suryo berisiko masuk penjara jika tuduhan ijazah palsu Jokowi tak terbukti? Begini peluang Roy Suryo berkelit masuk penjara, kata Mahfud MD
Editor: Agung Budi Santoso
Apakah Roy Suryo berisiko masuk penjara jika tuduhan ijazah palsu Jokowi tak terbukti? Begini peluang Roy Suryo berkelit masuk penjara, kata Mahfud MD
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, mengungkapkan bahwa penggugat ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa saja tidak dijatuhi hukuman, meskipun gugatan yang dilayangkan tidak terbukti.
Menurut Mahfud, hal itu bisa terjadi apabila tujuan gugatan tersebut benar-benar demi kepentingan umum.
“Oleh sebab itu, untuk menyatakan benar atau tidak benar, selain kepentingan materil, ada hal lain yang perlu diperhatikan,” kata Mahfud dalam siniar (podcast) di kanal YouTube miliknya pada Rabu (7/5/2025).
Mahfud menjelaskan, dalam hukum pidana, sebuah tuduhan yang terkesan mencemarkan nama baik, memfitnah, atau menyebarkan berita bohong terhadap seseorang, tetap bisa tidak dianggap sebagai tindak pidana apabila dilakukan untuk kepentingan umum.
Hal ini, lanjutnya, diatur dalam Pasal 310 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi:
“Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.”
Mahfud juga menyinggung yurisprudensi dari Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 882 Tahun 2010, yang menurutnya relevan untuk dijadikan acuan dalam kasus gugatan ijazah Jokowi.
Dalam perkara tersebut, seorang terdakwa dijatuhi hukuman pidana karena menuduh orang lain melakukan korupsi. Meski dinyatakan bersalah oleh pengadilan pidana dan divonis enam bulan penjara (dengan masa percobaan satu tahun), terdakwa tersebut memenangkan gugatan perdata atas tuduhan yang sama.
"Orang ini dihukum enam bulan, masa percobaan satu tahun," ujar Mahfud. Namun, karena ada dua putusan yang berbeda, terdakwa kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK), dan hasil PK menyatakan dirinya bebas.
"Menang di perdata, dihukum di pidana. Lalu dia mengajukan PK, dan putusan PK menyatakan orang ini bebas," jelas Mahfud.

Dari situ, Mahfud menekankan pentingnya tertib hukum dalam penanganan perkara. Ia mencontohkan kasus ijazah Jokowi, di mana laporan awal datang dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) ke Bareskrim Polri pada 9 Desember 2024. Laporan ini dianggap sebagai laporan pidana utama.
Kemudian, pada 30 April 2025, Jokowi secara langsung melaporkan lima orang ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik—yang disebut Mahfud sebagai laporan pidana ikutan.
Mahfud menjelaskan bahwa jika laporan utama dari TPUA telah selesai diproses dan tidak terbukti, maka laporan Jokowi bisa saja tidak dilanjutkan, terutama jika gugatan TPUA dianggap sebagai bagian dari kepentingan umum.
Namun, jika ternyata laporan TPUA semata-mata bertujuan untuk memfitnah, maka laporan Jokowi tetap bisa diproses.
Dedi Mulyadi Dikritik Karena Ajak Warga Iuran Rp1.000 Per Hari, Aturan Disebut Terlalu Dipaksakan |
![]() |
---|
Sosok Nashrudin Azis, Mantan Wali Kota Cirebon Tersangka Korupsi, Anaknya Maling Sepatu di Masjid |
![]() |
---|
Cara Licik Halim Kalla, Adik Eks Wapres RI Jusuf Kalla Rugikan Negara Rp 1,3 T, Ini Peran & Kasusnya |
![]() |
---|
Sederet Kontroversi Meilanie Buitenzorgy Dosen IPB, Sebut Gibran Lulusan SD & Ragukan Kampus MDIS |
![]() |
---|
Zaini Shofari Kritik Pedas Dedi Mulyadi Soal Program 'Poe Ibu', Sebut Ada Paksaan, Ini Sosoknya |
![]() |
---|