Breaking News:

Sosok

Sosok & Profil Dr Sumardiyono, Dosen yang Dikenal Dekat dengan Mahasiswi UNS Sebelum Insiden Tragis

Sosok Dr. Sumardiyono, dosen UNS Solo, mendadak jadi sorotan publik usai namanya disebut dalam surat wasiat Devitasari Anugraeni.

Editor: Eri Ariyanto
TribunNewsmaker.com | Istimewa/TribunSolo.com/Ahmad Syarifudin
MAHASISWI UNS - Sosok Dr. Sumardiyono, dosen UNS Solo, mendadak jadi sorotan publik usai namanya disebut dalam surat wasiat Devitasari Anugraeni. 

"Mahasiswi yang bersangkutan memiliki IPK 3.8 dan merupakan mahasiswa penerima beasiswa KIP-K (Kartu Indonesia Pintar – Kuliah)," jelasnya pada Selasa (1/7/2025).

Adapun Devitasari merupakan perempuan asal Temanggung.

Merupakan mahasiswa Program Studi D4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Sekolah Vokasi UNS angkatan 2021.

Prof Agus menyatakan, peristiwa dugaan percobaan bunuh diri mahasiswi UNS tersebut tidak terkait dengan proses belajar mengajar di Program Studi D4 K3 Sekolah Vokasi UNS.

Melainkan terkait dengan kondisi gangguan kejiwaan yang dialami mahasiswi yang bersangkutan.

"Pimpinan Univesitas turut prihatin dan berduka, semoga korban segera bisa ditemukan," kata Prof. Agus.

Stigma Negatif

Pakar Psikologi UNS, Dr. Farida Hidayati menyoroti banyaknya stigma negatif yang harus dihadapi menjadi halangan gangguan jiwa tidak teratasi sehingga berakhir melakukan bunuh diri.

“Ada beberapa hal penyebab satu mereka memang tidak ingin cerita. Mereka tidak ingin meminta bantuan. Karena apa? Takut dianggap sebagai orang yang lemah, tidak memiliki kekuatan kurang bersyukur, tidak religius, misalnya gitu. Stigma-stigma itu membuat mereka terhalang untuk melakukan konsultasi dengan profesional,” ungkapnya.

Selain itu, ia juga mengakui tidak sedikit biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi gangguan jiwa.

Ketersediaan fasilitas kesehatan mental juga dinilai masih sangat minim.

“Yang kedua karena biaya yang mahal. Biaya yang mahal mereka harus mengeluarkan pembiayaan ya mungkin mereka mereka tidak siap. Ketersediaan psikolog itu kan juga terbatas ya. Artinya tidak seperti dokter atau seperti penyakit fisik itu lebih mudah dijangkau, misalnya ke puskesmas,” terangnya.

Menurutnya, timbulnya pikiran untuk mengakhiri hidup karena ketidakmampuan meregulasi emosi.

Ia tak mampu menjalani proses panjang dalam menyelesaikan permasalahan hidup.

“Memang salah satu penyebab adalah ketidakmampuan melakukan regulasi emosi. Sebenarnya banyak peran dari lingkungan. Mahasiswa ini kan cenderung sesuatu yang menginginkan segala ini cepat selesai, mereka tidak memiliki proses. Ini adalah budaya instan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadiannya,” terangnya. 

Halaman
1234
Tags:
SumardiyonomahasiswiUNSDevitasari Anugraeni
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved