PPG 2025
5 Contoh Studi Kasus PPG 2025 Tentang Media Pembelajaran, Strategi Baru yang Dirancang Guru
Inilah lima contoh studi kasus PPG 2025 tentang media pembelajaran sebagai referensi, menciptakan strategi baru yang dirancang guru.
Editor: Listusista Anggeng Rasmi
Pengalaman Berharga dan Antisipasi Masalah
Pengalaman berharga yang dapat saya petik dari studi kasus ini adalah pentingnya kreativitas dan adaptabilitas guru dalam menghadapi keterbatasan.
Meskipun fasilitas fisik terbatas, mencari dan memanfaatkan media pembelajaran digital seperti Phet Simulasi terbukti sangat efektif. Ini menunjukkan bahwa inovasi tidak selalu membutuhkan biaya besar, melainkan kemauan untuk mengeksplorasi solusi alternatif.
Untuk mengantisipasi masalah serupa di masa depan, saya akan secara proaktif mencari dan mempelajari berbagai platform atau aplikasi pembelajaran interaktif lainnya yang relevan dengan materi IPA, selain itu saya dapat mengikuti pelatihan di MGMP ataupun ruang GTK.
Saya juga akan meningkatkan kualitas penanganan masalah dengan secara rutin mengevaluasi efektivitas media yang digunakan melalui observasi langsung, kuesioner siswa, dan analisis hasil belajar.
Dengan demikian, saya dapat terus menyesuaikan pendekatan pengajaran agar sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar siswa, serta memastikan bahwa setiap tantangan media pembelajaran dapat diatasi dengan solusi yang inovatif dan efektif.
2. Contoh Studi Kasus PPG 2025 tentang Media Pembelajaran
Situasi yang Anda hadapi pada saat itu, tugas Anda, dan masalah yang harus Anda selesaikan.
Sebagai seorang guru kelas 3 di SD Merah Putih pada awal tahun ajaran 2024/2025, saya memiliki tugas untuk menyampaikan materi Bahasa Indonesia, khususnya tentang Menceritakan Kembali Isi Dongeng. Harapan saya adalah siswa tidak hanya memahami alur cerita, tetapi juga mampu mengembangkan imajinasi dan keterampilan berbahasa mereka.
Namun, saya segera menyadari adanya masalah krusial terkait media pembelajaran. Fasilitas sekolah kami cukup terbatas, hanya ada proyektor yang sering bermasalah dan koneksi internet yang tidak stabil di kelas. Media pembelajaran yang biasa saya gunakan hanyalah buku teks dan sesekali gambar statis yang saya cetak.
Permasalahan utama yang saya hadapi adalah keterbatasan dan ketidaksesuaian media pembelajaran dalam menyampaikan materi dongeng. Ketika saya menggunakan video dongeng yang saya unduh (jika internet memungkinkan), durasinya seringkali terlalu panjang (lebih dari 10 menit), membuat siswa kelas 3 cepat bosan dan kehilangan fokus.
Ilustrasi dalam buku teks juga kurang menarik dan tidak beragam. Akibatnya, siswa sulit memvisualisasikan karakter dan latar tempat dalam dongeng, sehingga mereka kesulitan dalam menceritakan kembali dengan ekspresif.
Motivasi belajar mereka menurun, dan pembelajaran menjadi monoton serta kurang interaktif. Tujuan pembelajaran untuk meningkatkan imajinasi, pemahaman narasi, dan keterampilan bercerita siswa tidak tercapai secara optimal.
Tindakan yang diambil.
Menghadapi keterbatasan fasilitas dan masalah efektivitas media, saya merancang strategi baru yang lebih adaptif dan kreatif untuk materi dongeng.
- Membuat Media Visual Bergerak Sederhana secara Mandiri: Saya tidak lagi mengandalkan video unduhan yang panjang. Saya mulai membuat slideshow interaktif menggunakan aplikasi presentasi sederhana (seperti PowerPoint atau Google Slides) dengan transisi dan animasi minimalis.
- Setiap slide berisi satu adegan penting dongeng dengan ilustrasi menarik (saya menggambar sendiri atau menggunakan gambar bebas hak cipta yang relevan) dan teks singkat. Saya juga menggunakan flipbook atau buku besar bergambar buatan tangan.
- Audio Storytelling dengan Efek Suara: Mengingat keterbatasan proyektor, saya fokus pada media audio. Saya merekam suara saya sendiri saat mendongeng, dilengkapi dengan efek suara sederhana (misalnya suara hewan, angin, atau musik latar pendek) yang saya unduh sebelumnya saat ada akses internet. File audio ini diputar menggunakan speaker portable.
- Memanfaatkan Media Konkret/Peraga: Saya mengumpulkan atau membuat boneka tangan sederhana, finger puppet, atau topeng karakter dongeng dari kertas bekas. Media ini saya gunakan untuk memerankan adegan penting dongeng bersama siswa.
- Sesi "Menceritakan Kembali" yang Terstruktur: Setelah menyajikan dongeng dengan media yang baru, saya membagi siswa ke dalam kelompok kecil. Setiap kelompok mendapatkan beberapa boneka tangan atau gambar karakter, lalu mereka harus berdiskusi dan menceritakan kembali bagian dongeng yang berbeda, dengan bimbingan dari saya.
Bagaimana hasil dari tindakan tersebut?