Warung Soto di Yogyakarta Jadi Klaster Baru Setelah Penjual Positif Covid-19, Tracing Sulit Dipantau

Editor: Talitha Desena
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas medis Dinas Kesehatan Kota Bogor melakukan uji cepat (rapid test) massal Covid-19 dengan skema drive thru di GOR Pajajaran, Bogor, Sabtu (4/4/2020). Sebanyak 128 orang dalam pemantauan (ODP) mengikuti rapid test ini dari target 284 orang.(KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO)

"Bila ini tak bisa kita nilai, itu bukan sesuatu yang aman-aman saja. Malah sebaliknya, kita berada dalam posisi yang rawan karena kita tidak bisa menilai situasi sesungguhya di wilayah tersebut," lanjut Dicky.

Update corona nasional (ilustrasi) (freepik.com/ kanchanap)

Indikator kedua adalah infection rate yang juga dipengaruhi oleh kapasitas testing. Dicky menyebut infection rate tersebut bisa menilai seberapa parah virus corona telah menyebar.

Ketiga, positivity rate baik pada level nasional maupun daerah yang berada di atas rata-rata global atau indikator WHO, yaitu di bawah 5 persen.

"Rata-rata kita di atas 10 persen, belum pernah turun di bawah 10 persen. Tentu ini situasinya rawan," kata Dicky.

Indikator terakhir untuk menilai bahwa Indonesia berada pada fase rawan adalah persentase penggunaan tempat tidur rumah sakit yang menunjukkan peningkatan.

Menurut dia, setiap daerah harus melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator tersebut untuk melihat sejauh mana tingkat keseriusan kondisi Covid-19.

Senada dengan Dicky, Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, sejak awal wabah Covid-19 terjadi di Indonesia kondisinya sudah kritis.

Dia menyayangkan kondisi itu tidak dianggap sebagai situasi kritis oleh pemerintah.

"Dari dulu kan Covid-19 di Indonesia sudah kritis. Tapi tak pernah dianggap kritis. Itu problem besar," ujar Pandu saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (28/8/2020).

Alih-alih menggunakan tenaga besar kementerian dan lembaga yang sudah ada, pemerintah malah membentuk satuan khusus lain yaitu Satuan Tugas (dulu bernama Gugus Tugas).

"Semestinya pandemi Covid-19 ditangani negara, artinya oleh Presiden dan kementerian serta lembaga yang sudah ada," lanjut Pandu.

• Wanita di Batam Usap Wajahnya dengan Air Liur Jenazah Covid-19: Sempat Kabur, Ini Hasil Tes Swabnya

Menurut Pandu, baik Gugus Tugas maupun Satuan Tugas sama-sama bersifat ad hoc.

Dengan begitu keduanya tak punya kekuatan hukum dan tak bisa membuat regulasi sebagaimana kementerian atau lembaga negara yang sudah ada.

Kondisi ini, kata Pandu, berimplikasi dari pengambilan kebijakan strategis selanjutnya dalam penanganan Covid-19.

Salah satunya adalah pelaksanaan testing atau pemeriksaan terhadap masyarakat yang terpapar Covid-19, individu suspek dan lainnya.

Halaman
1234