Bahwa pihaknya akan terus mengawasi kebijakan Dedi Mulyadi tersebut.
"Saya belum melihat (adanya pelanggaran HAM), saya melihat unsur positifnya, tapi saya akan pantau. Kami dari LPAI akan melibatkan teman-teman di Bandung untuk bisa terbuka apa yang betul-betul dirasakan anak," imbuh Kak Seto.
Masih belum setuju, Adhel kembali mendebat Kak Seto.
Adhel rupanya tak terima jika anak-anak dimasukkan ke barak militer.
Menjawab debat dari Adhel, Kak Seto mengurai pertanyaan menohok.
"Kenapa di barak militer kak Seto? atau markas militer?" tanya Adhel.
"Saya koreksi, dengan kata barak militer, militer kan perang. Di situ namanya dodikbela negara, depo pendidikan. Jadi untuk mendidik, memunculkan potensi anak yang otentik," ujar Kak Seto.
"Di dalam lingkungan militer?" tanya Adhel lagi.
"Apa yang keliru dari militer? kalau ada unsur disiplin, sehatnya, cerdasnya," respon Kak Seto menohok.
"Apa enggak ada tempat lain?" tanya Adhel.
"Pendidikan itu kan sesuai dengan UU sistem pendidikan nasional, bisa formal, informal, nonformal. Kalau formal tidak optimal, bisa dibawa ke nonformal, sanggar musik, sanggar tari, bela negara, ini salah satu alternatif saja,"ungkap kak Seto.
Melanjutkan debatnya, Adhel lantas mengurai soal pasal perihal anak-anak yang dilibatkan dalam aktivitas kemiliteran.
Menjawab pernyataan dari Adhel, Kak Seto pun kembali menskakmat pria yang berprofesi sebagai pengacara itu.
"Tapi kak Seto, di Pasal 76H UU Perlindungan Anak, melibatkan anak dalam militer itu pidana 5 tahun penjaranya, makanya saya laporan ke Komnas HAM, dikhawatirkan terbuka peluang yang sangat luas terjadi pelanggaran HAM memiliterisasikan pendidikan," ujar Adhel.
"Iya, kalau itu tidak dipantau oleh unsur yang lain, kan di sana ada dinas pendidikan, dinas sosial, dinas kesehatan, dan dinas pemberdayaan perempuan dan dinas perlindungan anak," respon Kak Seto.
(TribunNewsmaker.com/Febriana) (TRIBUNNEWSMAKER/Tribun Medan)