Menkeu Purbaya Disebut Kendur Usai Setujui Ucapan Jokowi soal Whoosh, Rocky Gerung: Harus Konsisten
Rocky Gerung melihat ada pengenduran ketegasan sikap Menkeu Purbaya dengan menyetujui sedikit pernyataan Jokowi soal utang Whoosh.
Editor: ninda iswara
Ringkasan Berita:
- Rocky Gerung menilai sikap Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terkesan melembek.
- Sikap beda Menkeu Purbaya ini terlihat setelah Jokowi buka suara soal utang Whoosh.
- Jika Purbaya menyetujui Whoosh sebagai proyek sosial, seharusnya APBN dibiarkan menanggung utangnya agar pertanggungjawabannya jelas.
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Pengamat politik Rocky Gerung menilai sikap Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terkesan melembek terhadap Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) terkait persoalan utang proyek Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC) atau yang dikenal dengan nama Whoosh.
Penilaian tersebut muncul setelah Rocky menyoroti pernyataan Purbaya di hadapan publik.
Sebagaimana diketahui, proyek kereta cepat Whoosh merupakan salah satu proyek besar yang dicanangkan dan diresmikan pada masa pemerintahan Jokowi.
Awalnya, proyek ini direncanakan bekerja sama dengan Jepang, namun kemudian beralih ke China dengan skema pinjaman berbunga lebih tinggi, keputusan yang juga diambil langsung oleh Jokowi.
Kini, proyek tersebut menjadi sorotan karena nilai utangnya yang membengkak hingga mencapai Rp116 triliun.
Sebelumnya, Purbaya sempat menyatakan dengan tegas bahwa ia tidak akan mengizinkan pembayaran utang Whoosh menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurutnya, Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, yang setiap tahun memperoleh dividen sekitar Rp90 triliun, seharusnya ikut menanggung beban tersebut.
Menariknya, saat ditanya mengenai tanggung jawab negara terhadap utang proyek yang digagasnya itu, Jokowi memilih bungkam dan tidak memberikan jawaban.
Baca juga: Popularitasnya Singkirkan Dedi Mulyadi, Menkeu Purbaya Tak Punya Kekuatan Medsos, Prabowo Tugasi Ini
Jokowi Bicara Whoosh
Terbaru, Jokowi bersuara menjelaskan soal kereta cepat yang menghubungkan Jakarta dan Bandung itu.
Di Solo, Jokowi tegas menyatakan bahwa proyek tersebut tidak semata-mata bertujuan mencari laba, melainkan untuk mengatasi masalah kemacetan di ibu kota.
“Prinsip dasar transportasi massal atau transportasi umum adalah layanan publik, bukan mencari laba,” kata Jokowi dikutip dari TribunSolo pada Senin (27/10/2025).
Meski dinilai merugi, Jokowi mengatakan keuntungan sosial dari keberadaan kereta cepat sudah dirasakan masyarakat mulai dari meningkatnya produktivitas hingga waktu tempuh yang lebih singkat.
“Transportasi massal atau transportasi umum tidak diukur dari laba, tapi dari keuntungan sosial, social return of investment. Pengurangan emisi karbon, peningkatan produktivitas masyarakat, polusi yang berkurang, waktu tempuh yang lebih cepat di situlah keuntungan sosial dari pembangunan transportasi massal. Kalau ada subsidi, itu investasi, bukan kerugian,” terangnya.
Selama puluhan tahun, DKI Jakarta dan sekitarnya menghadapi masalah kemacetan yang sangat kompleks.
“Kita harus tahu dulu masalahnya. Di Jakarta, kemacetan sudah parah, bahkan sejak 30–40 tahun lalu. Jabodetabek dan Bandung juga menghadapi kemacetan yang sangat parah,” jelasnya.
| Cara Jadi Peserta Arisan Trans 7 Gratis, Hanya Isi Biodata & Foto Grup Unik, Hadiah Hingga 45 Juta |   | 
|---|
| Terungkap Percakapan Rahasia Menkeu Purbaya dan Jaksa Agung, Bongkar Borok Oknum Pajak & Bea Cukai |   | 
|---|
| Profil Rusli, Kades Rengasjajar Bogor Bela Istri Pamer Uang Hasil Tambang, Semprot Dedi Mulyadi |   | 
|---|
| 3 Sosok Pelaku Pembunuh Mandor di Gianyar Bali, Anak Buah yang Dendam karena Diperlakukan Tak Baik |   | 
|---|
| Sosok Hasan Basri, Wakil Bupati Pidie Jaya yang Tinju Kepala SPPG, Dulunya Kerja Jadi Kontraktor |   | 
|---|
 
							 
											 
											 
											 
											