Breaking News:

Jelang Vonis Terdakwa Penyiram Air Keras, Novel Baswedan Tak Menaruh Harapan, Sebut Soal Sandiwara

Majelis hakim akan menjatuhkan vonis pada 2 terdakwa penyiraman air keras, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis. Novel Baswedan tidak berharap banyak

TribunNewsmaker.com Kolase/ KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG/ANTARA FOTO/ABDUL WAHAB
Novel Baswedan dan pelaku penyiram air keras 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku tidak menaruh harapan apapun terhadap vonis untuk terdakwa penyiraman air keras terhadap dirinya.

Majelis hakim akan menjatuhkan vonis pada dua terdakwa penyiraman air keras, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis.

Novel Baswedan tidak berharap banyak terkait vonis itu.

Ia bahkan menyinggung soal peradilan sandiwara.

Novel beranggapan bahwa peradilan yang berjalan selama ini sudah dirancang untuk gagal.

Sehingga seolah-olah menjadi peradilan sandiwara.

Penyiramnya Dituntut 1 Tahun Bui, Novel Baswedan Ungkap Keganjilan & Sarankan untuk Dibebaskan Saja

Penjelasan Novel Baswedan saat Ditanya Cuma Mata yang Luka & Rusak Terkena Air Keras

Dua tersangka penyiraman penyidik senior KPK, Novel Baswedan, berinisial RM dan RB dibawa petugas untuk dilakukan penahanan, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu (28/12/2019). Tersangka yang merupakan anggota Polri aktif tersebut akan ditahan selama 20 hari ke depan di tahanan Bareskrim Mabes Polri.
Dua tersangka penyiraman penyidik senior KPK, Novel Baswedan, berinisial RM dan RB dibawa petugas untuk dilakukan penahanan, di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu (28/12/2019). Tersangka yang merupakan anggota Polri aktif tersebut akan ditahan selama 20 hari ke depan di tahanan Bareskrim Mabes Polri. (Tribunnews/Herudin)

"Saya tidak taruh harapan apapun, sekalipun dihukum berat apalagi dihukum ringan karena peradilan ini sudah didesain untuk gagal,

seperti peradilan sandiwara," kata Novel, Kamis (16/7/2020), dikutip dari Antara.

Karena itulah, Novel Baswedan memilih untuk tidak berharap banyak pada putusan majelis hakim.

Terlebih dalam proses sidang dinilainya sudah dipenuhi berbagai kejanggalan.

Menurut Novel, justru akan menjadi masalah bila majelis hakim memaksakan menjatuhi hukuman berat bagi kedua terdakwa bila nyatanya kedua terdakwa bukan pelaku sebenarnya.

"Kalau seandainya putusan berat tapi pelakunya bukan dia bagaimana?

Belum lagi fakta sidang yang menjadi basis putusan,

sulit bagi hakim merangkai sendiri fakta yang jauh berbeda dengan jaksa.

Apakah baik putusan berat terhadap fakta yang bengkok?" ujar Novel.

Mirip Kasus Novel Baswedan, Wanita Iran Disiram Air Keras, Pilih Maafkan Pelaku Harusnya Dihukum Ini

Kuasa Hukum Pelaku Klaim Mata Novel Baswedan Rusak Sebab Salah Penanganan, Minta Klien Bebas

Novel mengingatkan, proses persidangan semestinya bertujuan untuk menemukan kebenaran materiil, bukan untuk justifikasi atas dasar kepentingan agar ada pelaku.

"Sehingga bila tidak ada kualifikasi bukti yang memadahi maka harus dibebaskan.

Jangan sampai wajah hukum semakin rusak dengan banyaknya kejanggalan dalam proses hukum ini," kata Novel.

Diketahui, sidang pembacaan putusan bagi dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis, akan digelar di PN Jakarta Utara, Kamis (16/7/2020).

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menuntut hukuman satu tahun penjara bagi kedua terdakwa.

JPU menganggap Rahmat Kadir terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan terlebih dahulu dan mengakibatkan luka berat.

Sementara itu, Rahmat dinilai bersalah karena dianggap terlibat dalam penganiayaan berat yang mengakibatkan Novel Baswedan kehilangan penglihatan.

Menurut Jaksa, Rahmat dan Ronny yang merupakan polisi aktif itu menyerang Novel karena tidak tidak suka atau membenci Novel yang dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Keduanya dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

Ketua JPU dari unsur Gakkumdu, Fedrik Adhar di Mapolres Metro Jakarta Utara(JIMMY RAMADHAN AZHARI)
Ketua JPU dari unsur Gakkumdu, Fedrik Adhar di Mapolres Metro Jakarta Utara(JIMMY RAMADHAN AZHARI) 

Rekam Jejak Jaksa yang Tuntut Penyerang Novel Baswedan Dihukum 1 Tahun Penjara

Hari ini, Kamis (16/7/2020), Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, dua terdakwa penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan akan menjalani sidang putusan.

Kedua terdakwa yang merupakan anggota Polri aktif ini dituntut oleh jaksa penuntut umum (JPU) satu tahun penjara.

JPU dalam sidang yang sudah berlangsung sejak 19 Maret 2020 lalu itu bernama Fedrik Adhar.

Fedrik merupakan salah satu anggota di Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Ia menjabat sebagai jaksa pratama.

Namun, ia mengawali karir sebagai jaksa dari Kejaksaan Negeri Palembang, Sumatera Selatan pada 2013 lalu.

Pernah viral karena komentari OTT KPK di medsos

Nama Fedrik sempat mencuat pada 2016 lalu. Namun, bukan karena kasus yang ditanganinya, melainkan karena komentarnya di media sosial terkait penetapan tersangka seorang jaksa oleh KPK.

Jaksa yang ditangkap kala itu adalah Fahri Nurmallo. Fahri adalah ketua tim Kejati Jabar yang menangani kasus Jajang Abdul Kholik, terdakwa kasus korupsi BPJS Jabar.

Namun, seminggu sebelum penangkapan KPK, Fahri sudah dimutasi ke Jawa Tengah.

Kemana century, blbi, hambalang e ktp,, yg ratusan trilyun, ngapain ott kecil2 ,, kalo jendral bilang lawan, kita suarakan lebih keras perlawanan dan rapatkan barisan,” tulis Fedrik dalam kirimannya di media sosial, Selasa (12/4/2016), dikutip dari tribunnews.com.

WP KPK Tanggapi Kritik Bintang Emon soal Kasus Novel Baswedan, Banjir Dukungan Meski Beresiko

Namun, twit tersebut kemudian diklarifikasi oleh Kasi Penkum dan Humas Kejati Sumsel Hotma.

Menurut Hotma, apa yang dilakukan jaksa di Muara Enim tersebut hanya menyuarakan hak pribadinya dan tidak ada sangkut pautnya dengan institusi.

"Meski dia jaksa, tidak ada hubungannya dengan institusi. Dari Kejari Muara Enim juga tidak ada laporan mengenai hal itu," ujarnya.

Jadi salah satu JPU yang menuntut Ahok

Setelah pindah ke Kejari Jakarta Utara, Fedrik ikut dalam sebuah kasus yang cukup fenomenal, yakni penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Fedrik masuk menjadi satu dari 13 JPU yang mendakwa dan menuntut Ahok.

Kasus ini sendiri berujung pada vonis dua tahun terhadap Komisaris Utama Pertamina ini.

Vonis tersebut dibacakan oleh hakim pada persidangan yang berlangsung di Kementerian Pertanian, Ragunan, Selasa (9/5/2017).

Perbuatan Ahok dinilai memenuhi unsur Pasal 156a KUHP. Vonis hakim ini lebih berat dari tuntutan jaksa.

Waktu itu, JPU menuntut Ahok dengan hukuman satu tahun penjara ditambah dua tahun masa percobaan.

Menuntut pengusaha kertas Gunarko Papan 1,5 Tahun penjara.

Fedrik juga sempat menjadi JPU dalam kasus narkoba yang menimpa pengusaha kertas Gunarko Papan.

Sebagai JPU, Fedrik menuntut Gunarko dengan hukuman satu tahun enam bulan penjara karena menggunakan narkoba dengan barang bukti sabu dengan berat bruto 4,60 gram, alat hisap sabu, korek, dan ponsel.

Akan tetapi, Gunarko divonis lebih rendah dari tuntutan Fedrik. Ia divonis menjalani hukuman satu tahun penjara.

"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika jenis sabu.

Menjatuhkan terdakwa dengan pidana satu tahun penjara," kata Tedjo saat membacakan putusan di Ruang Sidang Suryadi, PN Jakarta Utara, Senin (12/11/2018).

Menuntut hukuman mati Zul Zivilia

Tahun lalu, Fedrik juga sempat menjadi sorotan. Ia waktu itu menjadi JPU atas kasus narkoba yang menimpa vokalis Zivilia yakni Zulkifli alias Zul.

Dalam sidang yang berlangsung pada Senin (9/12/2019) silam, Fedrik menuntut Zul dengan hukuman mati.

"Terdakwa tiga, Zulkifli bin Jamaluddin selama seumur hidup dengan tetap ditahan," ujar jaksa Fedrik Adhar saat membacakan tuntutannya.

Dalam pertimbangannya, jaksa menilai Zul telah menyimpang dari program pemerintah dan merusak generasi muda.

"Untuk terdakwa Zulkifli, hal-hal yang memberatkan tidak sejalan dengan program pemerintah dan merusak generasi muda Indonesia. Hal-hal yang meringankan tidak ada," tegasnya.

Jaksa menuntut Zul dengan Pasal 114 ayat 2 juncto 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Akan tetapi, majelis hakim berkata lain. Penyanyi lagu “Aishiteru” ini divonis selama 18 tahun penjara. (Tribunnewsmaker/*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jelang Vonis Terdakwa Penyiram Air Keras, Novel: Saya Tak Taruh Harapan, Peradilan Ini Sandiwara" dan "Rekam Jejak Jaksa yang Tuntut Penyerang Novel Baswedan Dihukum 1 Tahun Penjara"

Sumber: Kompas.com
Tags:
Novel Baswedanair kerashukumKPKRahmat Kadir
Rekomendasi untuk Anda
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved