Komentar Mahfud MD Terkait PSBB DKI Jakarta, Ungkap Bukan Masalah Tata Negara Tapi Tata Kata
DKI Jakarta kembali terapkan PSBB, ini komentar Menko Polhukam Mahfud MD, bukan masalah tata negara
Editor: Talitha Desena
TRIBUNNEWSMAKER.COM - PSBB DKI Jakarta masih terus menjadi bahan pembahasan sejumlah pihak.
Salah satu figur yang turut berkomentar adalah Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Mahfud MD mengatakan PSBB Jakarta terjadi akibat kesalahan tata kata.
Bukan permasalahan tata negara.
Apa maksudnya?
Mahfud MD mengatakan permasalahan pemilihan kata PSBB.
• BERLAKU Mulai Besok, Simak Daftar Sanksi & Denda Pelanggar Protokol Kesehatan PSBB DKI Jakarta
• BERLAKU Mulai Besok, Simak Daftar Sanksi & Denda Pelanggar Protokol Kesehatan PSBB DKI Jakarta

Sehingga kini akibat dari pengumuman tersebut dianggapnya kacau.
Dirinya juga turut menyebut kerugian dalam bidang ekonomi.
"Karena ini tata kata, bukan tata negara.
Akibatnya kacau kayak begitu," kata Mahfud dalam seminar nasional Evaluasi 6 Bulan dan Proyeksi 1 Tahun Penanganan Covid-19 di Indonesia secara daring, Sabtu (12/9/2020) malam, dikutip dari Antara.
Akibatnya, kata Mahfud, setelah PSBB total diumumkan, esoknya (Kamis 11/9/2020), pukul 11.00 WIB para ahli ekonomi menginformasikan bahwa negara mengalami kerugian sekitar Rp297 triliun.
"Hanya sebentar karena pengumuman itu, padahal sebenarnya (yang diumumkan PSBB) itu 'kan perubahan kebijakan," kata Mahfud.
Sejak awal, kata Mahfud, pemerintah pusat tahu bahwa status DKI Jakarta akan menerapkan PSBB.
Dan sejak awal, PSBB sudah menjadi kewenangan daerah.
Perubahan kebijakan pun, kata dia, dapat diterapkan dalam range tertentu.
Akan tetapi, seolah-olah Jakarta 'menarik rem darurat' yang menjadi persoalan.
"Misalnya, di daerah tertentu PSBB dilakukan untuk satu kampung.
Di sana, diberlakukan untuk satu pesantren.
Di sana, diberlakukan untuk pasar, begitu," kata Mahfud.
"Yang jadi persoalan itu, Jakarta itu bukan PSBB-nya, melainkan yang dikatakan Pak Qodari (Direktur Eksekutif Indobaremeter) itu rem daruratnya," sambung Mahfud.
Diketahui, Anies memutuskan untuk menarik rem darurat dan kembali menerapkan PSBB. PSBB akan kembali diterapkan mulai 14 September 2020 mendatang.
Anies menyebutkan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan sejumlah faktor yakni ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang hampir penuh dan tingkat kematian yang tinggi.
"Tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin," ujar Anies.
"Dalam rapat Gugus Tugas Percepatan Pengendalian Covid-19 di Jakarta, disimpulkan bahwa kita akan menarik rem darurat yang itu artinya kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu," kata dia.
Pandangan Ahli Epidemiologi Terkait PSBB DKI Jakarta
Ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono turut buka suara.
Pandu Riono menilai pengetatan kegiatan masyarakat di DKI Jakarta sudah tepat.
Mengingat alasan utama diberlakukannya PSBB dikarenakan jumlah kasus Covid-19 di Ibu Kota yang terus meningkat.
Serta kuota tempat tidur untuk pasien Covid-19 makin menipis.
Menurutnya, semua langkah-langkah yang dilakukan sudah sesuai aturan.
Selain itu, Pandu Riono juga menyoroti reaksi yang bermunculan dari keputusan ini.
“Menurut saya, semua langkah-langkah ini sudah sesuai aturan dan regulasi yang sudah ada, yang tidak sesuai itu reaksi yang berlebihan,” kata Pandu ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (13/9/2020).
Diketahui, rencana PSBB total tersebut sempat mendapat kritik dari sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju.
Pandu mengatakan, rencana penerapan PSBB tersebut dibuat berdasarkan data Indikator Pantau Pandemi serta masukan ahli epidemiologi.
Indikator tersebut terdiri dari epidemiologi, kesehatan publik, serta kesiapan pelayanan kesehatan.
Menurutnya, langkah pengetatan kembali sudah terencana, apabila terjadi peningkatan kasus Covid-19.
Pandu merujuk pada Peraturan Gubernur Nomor 80 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif.
Pada Pasal 13 ayat (1) Peraturan Gubernur tersebut dituliskan, masa transisi dihentikan sementara apabila terjadi peningkatan kasus baru Covid-19 secara signifikan.
Di Pasal 13 ayat (4) disebutkan, PSBB diberlakukan apabila masa transisi untuk tingkat provinsi dihentikan sementara.
“Itu kan transisinya yang dibahas.
Salah satu transisi itu adalah pengetatan juga, pengetatan kembali.
Jadi PSBB itu nggak dicabut, bukan menetapkan PSSB lagi, enggak,” tuturnya.
Diketahui, PSBB total akan kembali diterapkan mulai 14 September 2020 mendatang.
Anies menyebutkan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan sejumlah faktor yakni ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang hampir penuh dan tingkat kematian yang tinggi.
"Dalam rapat gugus tugas percepatan pengendalian covid 19 di Jakarta, disimpulkan bahwa kita akan menarik rem darurat yang itu artinya kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu," kata Anies, Rabu (9/9/2020).
Menurut Anies, keputusan ini juga mengikuti aturan Presiden Joko Widodo yang meminta kesehatan lebih dipentingkan.
Dengan penerapan PSBB ini, berbagai aktivitas dipastikan akan kembali dibatasi yakni aktivitas perkantoran, usaha, transportasi, hingga fasilitas umum.
Keputusan Anies itu pun mendapat respons dari tiga menteri ekonomi Kabinet Indonesia Maju.
Para pembantu ekonomi Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut menilai, penerapan kembali PSBB bisa berdampak pada ekonomi yang saat ini sudah mulai bergeliat setelah sebelumnya terpukul karena penerapan PSBB Jakarta pada Maret lalu.
(Tribunnewsmaker.com/*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Soal PSBB Jakarta, Mahfud MD: Ini Tata Kata, Bukan Tata Negara, Akibatnya Kacau dan PSBB DKI Diperketat, Ahli Epidemiologi: Sudah Sesuai Regulasi, yang Tak Sesuai itu Reaksi yang Berlebihan
Dan di Tribunnews.com, PSBB DKI Jakarta, Ini Komentar Mahfud MD, Ungkap Sebenarnya Masalah Tata Kata Bukan Tata Negara