Berita Viral

UPDATE Guru Tega Botaki 19 Siswi SMP Gegara Tak Pakai Ciput, Kepala Sekolah: Tidak Boleh Ngajar Lagi

Editor: Damar Klara Sinta
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - guru di Lamongan nekat mencukur rambut siswi hingga gundul gegara tak pakai ciput

Kejadian tersebut dibenarkan oleh Kepala SMPN 1 Sukodadi Harto.

Baca juga: BABAK BARU! Kasus Pencabulan 12 Siswi Madrasah di Wonogiri yang Dilakukan Kepsek & Guru: Siap Sidang

"Memang benar ada kejadian itu tanggal 23 Agustus 2023 saat siswa mau pulang, gara-gara tak pakai ciput," kata Harto saat dihubungi oleh Kompas.com, Senin (28/8/2023).

Pakai alat cukur elektrik

Ilustrasi potong rambut. (The Loop)

Harto menjelaskan, guru EN mengaku sering mengingatkan para siswi untuk mengenakan dalaman jilbab atau ciput. Sejumlah siswi saat itu diduga tidak mengenakannya.

Mereka kemudian dipanggil oleh guru EN saat hendak beranjak pulang pada Rabu (23/8/2023).

Menurut pengakuan guru EN pada Harto, ada sekitar 19 siswi yang saat itu dibotaki.

"Entah terlalu sayang atau seperti apa, kemudian Bu EN melakukan itu (pembotakan). Hanya saja pakai alat (cukur) yang elektrik, makanya ada yang rambutnya kena banyak," tutur dia.

Mediasi

Baca juga: Wanita Diminta Potong Rambut Oleh Teman yang Akan Menikah Karena Terlalu Cantik, Mencuri Perhatian

Orangtua para siswi merasa tak terima setelah mendapatkan laporan dari anak-anak mereka.

Sehari berselang, atau pada Kamis (24/8/2023) pihak sekolah menggelar mediasi.

Guru SMP nekat potong rambut siswinya hingga gundul gegara tak pakai ciput (Kompas.com)

Sebelum itu, guru EN didampingi kepala sekolah juga sempat mendatangi rumah sejumlah siswi untuk meminta maaf.

Menurut Harto, dalam mediasi tersebut semua pihak sepakat berdamai.

"Sudah damai melalui mediasi pada tanggal 24 Agustus 2023 kemarin, orangtua siswi (korban pembotakan) menyadari perilaku anaknya serta apa yang telah dilakukan Bu EN dan mereka semua (para orangtua) menerima. Tadi (hari ini) pembelajaran di sekolah juga sudah berlangsung normal seperti biasa, malah ada yang jadi petugas upacara," kata Harto.

Sementara Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Munif Syarif mengatakan, selain diselesaikan melalui mediasi, sekolah juga memberi pendampingan psikologis pada para siswa.

"Pihak sekolah juga menyediakan psikiater untuk pendampingan bagi para siswi (yang menjadi korban)," tutur dia.

Halaman
1234