Fakta Halim Kalla, Adik Jusuf Kalla Tersangka Kasus Korupsi PLTU 1 Kalbar, Eks DPR, Lulusan USA
Deretan fakta Halim Kalla, adik Jusuf Kalla jadi tersangka kasus korupsi PLTU 1 Kalbar, rugikan negara Rp 1,35 triliun, eks anggota DPR.
Editor: ninda iswara
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Nama Halim Kalla, pengusaha nasional sekaligus adik dari Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, tengah menjadi sorotan publik setelah terseret dalam kasus dugaan korupsi proyek strategis nasional, yakni pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat.
Kasus ini bukanlah perkara kecil. Proyek bernilai triliunan rupiah yang dimulai sejak 2008 itu kini menjadi sorotan tajam, setelah mangkrak sejak tahun 2016.
Padahal, proyek tersebut dirancang untuk menyediakan pasokan listrik berkapasitas 2x50 megawatt di Kabupaten Mengkawah, Kalimantan Barat.
Tak hanya Halim Kalla, sederet nama besar lainnya juga ikut terseret dalam pusaran kasus ini
Salah satunya adalah mantan Direktur Utama PT PLN (Persero), Fahmi Mochtar.
Keduanya kini resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Mabes Polri.
Kepastian status hukum keduanya disampaikan langsung oleh Kepala Kortas Tipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo, dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Senin (6 Oktober 2025).
Baca juga: Cara Licik Halim Kalla, Adik Eks Wapres RI Jusuf Kalla Rugikan Negara Rp 1,3 T, Ini Peran & Kasusnya
“Tersangka FM sebagai Direktur PLN saat itu, pihak swasta HK (Direktur PT BRN), RR (Dirut PT BRN), dan HYL (Dirut PT Praba),” ungkapnya dalam kesempatan tersebut.
Proyek PLTU 1 Kalbar sejatinya merupakan salah satu bagian dari program percepatan pembangunan infrastruktur energi yang dicanangkan pemerintah.
Pendanaannya pun berasal dari kredit komersial yang dikucurkan oleh dua bank besar nasional, Bank BRI dan Bank BCA, melalui skema pembiayaan Export Credit Agency (ECA).
Namun, harapan untuk menghadirkan listrik bagi masyarakat Kalimantan Barat dari proyek ini seolah sirna.
Meski telah mengalami proses addendum kontrak sebanyak 10 kali hingga tahun 2018, proyek tersebut justru tak kunjung selesai dan akhirnya terhenti pada 2016.
Dalam penjelasan lebih lanjut, Irjen Cahyono mengungkapkan adanya indikasi kuat penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek tersebut, yang menjadi penyebab utama kegagalan atau stagnasi proyek sejak hampir satu dekade lalu.
“Proyek PLTU diduga melawan hukum penyalahgunaan wewenang sehingga pekerjaan mengalami kegagalan alias mangkrak sejak 2016,” jelasnya.
Sebagai informasi, addendum dalam konteks proyek ini mengacu pada tambahan klausul atau perubahan dalam perjanjian kontrak yang dibuat secara terpisah, namun tetap menjadi bagian sah dari kontrak utama.
Dalam praktiknya, addendum biasanya digunakan untuk menyesuaikan isi kontrak dengan perkembangan kondisi proyek di lapangan.
Namun, dalam kasus ini, penggunaan addendum justru dinilai sebagai bagian dari praktik yang patut dicurigai.
4 Fakta Halim Kalla, Adik Jusuf Kalla
1. Sosok Halim Kalla
Halim Kalla, adik mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla ini, lahir di Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, pada 1 Oktober 1957.
Tahun ini, ia memasuki usia 68 tahun.
Pada tahun 2006, Halim Kalla pernah menjadi pengusaha satu-satunya yang berani memperkenalkan Digital Cinema System (DCS) di Indonesia.
DCS itu menjadi revolusi teknologi dalam pembuatan, peredaran, dan penayangan film di bioskop.
Halim Kalla juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tahun 2009.
Dikutip dari situs resmi KPU RI, Halim pernah menjabat sebagai Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan II periode 2009-2014.
Pria yang menamatkan pendidikan tinggi di State Univ. of New York at Buffalo, USA, ini juga merupakan Direktur Utama Intim Wira Energi Wisma Nusantara Jakarta.
2. Terseret Kasus PLTU Kalbar
Terkini, Halim Kalla ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat 2008–2018.
Proyek PLTU senilai Rp1,254 triliun diduga bermasalah sejak awal.
Penyelidikan pun dilakukan sejak 2021 dan dilimpahkan ke Bareskrim Polri pada 2024.
Dirtindak Kortas Tipidkor Polri, Brigjen Totok Suharyanto, membeberkan peran Halim Kalla dalam perkara ini.
"FM selaku dirut PLN telah melakukan pemufakatan untuk memenangkan salah satu calon dengan tersangka HK dan tersangka RR selaku pihak PT BRN dengan tujuan untuk memenangkan lelang PLTU 1 Kalimantan Barat," katanya kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Baca juga: Sosok Halim Kalla, Adik Jusuf Kalla yang Terseret Pusaran Korupsi Proyek PLTU 1 Kalbar Rp1,3 T

3. Diduga Rugikan Negara Rp 1,35 Triliun
Selain Halim Kalla, ada sejumlah sosok yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan PLTU 1 Kalbar berkapasitas 2x50 megawatt.
Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri mengungkapkan empat tersangka, satu di antaranya mantan Direktur Utama PLN, Fahmi Mochtar.
“Tersangka FM sebagai Direktur PLN saat itu, pihak swasta HK (Direktur PT BRN), RR (Dirut PT BRN), dan HYL (Dirut PT Praba),” ucap Irjen Cahyono Wibowo, dalam konferensi pers, Senin ini.
PLTU yang berlokasi di Desa Jungkat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah itu, sejatinya menjadi bagian dari penguatan infrastruktur energi nasional.
Namun, proyek yang dimulai sejak 2008 justru mangkrak sejak 2016 dan dinyatakan “total loss” oleh BPK.
Ditaksir, kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi proyek PLTU Kalbar ini, mencapai Rp 1 triliun.
“Kalau kursnya sekarang Rp16.600 per dolar AS, berarti kerugian negara kurang lebih Rp1,350 triliun,” jelas Cahyono.
4. Kronologi Kasus: dari Lelang PLTU ke Dugaan Korupsi
Diberitakan sebelumnya, PLTU Kalbar-1 dilelang pada 2008 dengan pendanaan dari PT PLN (Persero), bersumber dari kredit komersial Bank BRI dan BCA melalui skema Export Credit Agency (ECA).
Selanjutnya, pemenang lelang ditetapkan sebagai konsorsium Kerja Sama Operasi (KSO) BRN, yang dipimpin Halim Kalla.
Tetapi, konsorsium dinilai tidak memenuhi sejumlah persyaratan prakualifikasi dan teknis.
Mereka tak memiliki pengalaman membangun pembangkit tenaga uap minimal 25 MW, tidak menyerahkan laporan keuangan audited tahun 2007, dan tidak menyampaikan dokumen SIUJKA.
“Penetapan pemenang lelang dilakukan meski konsorsium tidak memenuhi syarat teknis dan administratif. Ini menjadi titik awal rangkaian pelanggaran yang berujung pada kerugian negara,” kata Cahyono.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsorsium adalah himpunan beberapa pengusaha yang mengadakan usaha bersama; kumpulan pedagang dan industriawan; perkongsian.
Adapun kontrak pekerjaan senilai USD 80 juta dan Rp507 miliar ditandatangani pada 11 Juni 2009 antara RR dan Fahmi Mochtar.
Seluruh pekerjaan kemudian dialihkan kepada pihak ketiga, yakni PT PI dan QJPSE, perusahaan energi asal Tiongkok.
“Seluruh pekerjaan dialihkan ke pihak ketiga tanpa dasar hukum yang jelas. Proyek mangkrak, tapi uang sudah mengalir,” tambah Cahyono.
Pembangunan PLTU gagal dimanfaatkan sejak 2016, meski kontrak telah direvisi sepuluh kali hingga 2018.
Menurut laporan investigatif BPK RI, proyek ini menimbulkan indikasi kerugian negara sebesar USD 62,410 juta dan Rp323,2 miliar.
Polri menyebut kasus ini sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum dalam pengadaan barang dan jasa.
Dugaan Aliran Dana Suap
Kemudian, Polri mendalami dugaan aliran dana dari konsorsium BRN melalui PT PI kepada sejumlah pihak yang diduga menerima suap.
Cahyono menyebut, ada beberapa pihak yang menerima aliran uang.
"Untuk mendalami dan menyempurnakan kami perlu alat bukti tambahan," ucapnya.
Kasus ini, awalnya ditangani oleh Polda Kalimantan Barat sejak April 2021.
Kemudian, diambil alih oleh Bareskrim Polri pada November 2024 karena keterbatasan anggaran dan risiko kerawanan.
(TribunNewsmaker/Tribunnews)
Sumber: Tribunnews.com
4 Kontroversi Lucky Hakim, Didesak Mundur dari Bupati Indramayu, Warga Siapkan Bus: Tidak Amanah |
![]() |
---|
Liciknya Dede Maulana Bunuh Nindia di Jambi, Rampok Pajero Demi Terlihat Ganteng: Cewek-cewek Suka |
![]() |
---|
Sosok Lora Moh Ubaidillah, Korban Tragedi Al Khoziny, Anak Kiai Pondok, Pintar dan Rajin Beribadah |
![]() |
---|
Rendra jadi Korban Tewas Tragedi Ponpes Al Khoziny, Adik Punya Firasat, Nangis Kangen: Mas Pulang |
![]() |
---|
Menkeu Purbaya Potong Dana TKD, 5 Gubernur Bereaksi, Sherly Tjoanda Keluhkan, Pramono Anung Pasrah |
![]() |
---|