Breaking News:

Yusril Sebut Putusan MA Soal Pilpres Tak Batalkan Kemenangan Jokowi, Berikut Penjelasannya

Yusril menjelaskan, putusan MA baru diproses pada 28 Oktober 2019, seminggu setelah Jokowi-Ma'ruf dilantik oleh MPR.

Editor: Irsan Yamananda
Tribunnews/ Danny Permana
Yusril Ihza Mahendra 

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra ikut angkat bicara mengenai putusan Mahkamah Agung (MA) No. 44 P/HUM/2019.

Menurutnya, putusan tersebut tak akan membatalkan kemenangan Jokowi - Maruf di Pilpres 2019.

Yusril menjelaskan, kemenangan paslon nomor 1 tersebut diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). 

"MA sama sekali tidak berwenang mengadili sengketa Pilpres. Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) itu final dan mengikat," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Rabu (8/7/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.

Dalam menetapkan kemenangan Jokowi - Maruf, lanjut Yusril, KPU merujuk pada Putusan MK.

Seperti diketahui, putusan tersebut menolak permohonan sengketa yang diajukan kubu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno kala itu.

Postingan Kaesang Pangarep Bikin Heboh, Putra Jokowi Bahas Pernikahan: Kalau Nikah Harus Ada Wali?

SIBUK Kritik Jokowi Sampai Lupa Menikah, Rocky Gerung Rupanya Sulit Cari Wanita Tipe Ini

Menkes Terawan Ditanya Soal Reshuffle Kabinet Jokowi, Langsung Hentikan Tanya Jawab & Masuk Mobil

Kuasa hukum pasangan Joko Widodo-Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, saat ditemui di kantornya, Kasablanka Office Tower, Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Kuasa hukum pasangan Joko Widodo-Maruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, saat ditemui di kantornya, Kasablanka Office Tower, Jakarta, Jumat (12/7/2019). (KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

Selain itu, lanjut Yusril, putusan MA baru diproses pada 28 Oktober 2019, seminggu setelah Jokowi-Ma'ruf dilantik oleh MPR.

Dengan demikian, putusan MA itu bersifat prospektif atau berlaku ke depan sejak tanggal diputuskan.

Sehingga tidak berlaku retroaktif atau surut ke belakang.

Yusril mengatakan, aturan Pilpres yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon memang tidak diatur dalam dalam Pasal 416 UU 7/2017 tentang Pemilu.

Ketentuan Pasal 7 ayat 3 PKPU No 5 Tahun 2019 itu mengaturnya dengan mengacu kepada Putusan MK No 50/PUU-XII/2017.

Putusan tersebut menafsirkan ketentuan Pasal 6A UUD 45 dalam hal Paslon Capres dan Cawapres hanya dua pasangan.

Karena itu, menurut Yusril, yang berlaku adalah suara terbanyak tanpa perlu diulang lagi untuk memenuhi syarat sebaran kemenangan di provinsi-provinsi sebagaimana diatur Pasal 6A. 

Kata Pengamat Soal Video Presiden Jokowi Marah-marah ke Menteri, Mengapa Baru Dipublikasi?

Yusril menuturkan, putusan MK dalam perkara pengujian undang-undang mempunyai kekuatan yang setara dengan norma undang-undang itu sendiri.

Meskipun, lanjutnya, putusan MK bukan merupakan suatu bentuk peraturan perundang-undangan.

"Sedangkan MA memutus perkara pengujian PKPU itu dengan merujuk kepada Pasal 416 UU Pemilu yang tidak mengatur hal itu, sehingga menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU itu bertentangan dengan UU Pemilu," kata Yusril.

"Masalahnya MA memang tidak dapat menguji apakah PKPU itu bertentangan dengan Putusan MK atau tidak. Di sini letak problematika hukumnya," tutur dia.

Yusril menambahkan, putusan MK dilakukan dalam konteks pengujian terhadap norma Pasal 158 UU No 42 Tahun 2008 tentang Pilpres.

Isinya sama dengan norma Pasal 416 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Karena materi pengaturan yang diuji bunyinya sama, maka Putusan MK terhadap pengujian Pasal 158 UU No 42 Tahun 2008 itu mutatis dan berlaku terhadap norma Pasal 416 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Karena itu, kalau paslon Pilpres itu hanya dua pasangan, aturan yang benar dilihat dari sudut hukum tata negara adalah Pilpres dilakukan hanya 1 kali putaran dan paslon yang memperoleh suara terbanyak itulah yang menjadi pemenangnya," ucap Yusril.

Video Ungkap Kejengkelan di Pidato Jadi Sorotan, Ini Deretan Momen Presiden Jokowi Luapkan Kemarahan

Sebelumnya diberitakan, MA mengabulkan permohonan uji materi Pasal 3 Ayat (7) PKPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.

Gugatan ini diajukan oleh pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri, dan beberapa pengugat lainnya.

Dalam putusan Nomor 44 P/PHUM/2019 tersebut dan diunggah pada 3 Juli 2020 lalu, MA menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan denan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terutama Pasal 416 ayat 1.

“Mengabulkan permohonan hak uji materiil yang diajukan para pemohon untuk sebagian dan menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 bertentangan dengan UU 7/2017,” demikian dilansir Kompas.com dari Kontan.co.id, Selasa (7/7/2020).

Pasal 3 ayat 7 PKPU 5/2019 berbunyi, Dalam hal hanya terdapat 2 (dua) Pasangan Calon dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, KPU menetapkan Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak sebagai Pasangan Calon terpilih.

Sedangkan Pasal 416 ayat 1 UU 7/2017 berbunyi, Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50%(lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 1/2 (setengah) jumlah provinsi di Indonesia.

Dalam pertimbangannya MA berpendapat, KPU yang mengeluarkan PKPU 5/2019 telah membuat norma baru dari peraturan yang berada diatasnya, yakni UU 7/2019. Selain itu, KPU juga memperluas tafsir dalam pasal 416 UU 7/2017. (TribunNewsmaker/ *)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Yusril Sebut Putusan MA soal Pilpres Tak Batalkan Kemenangan Jokowi-Ma'ruf".

Sumber: Kompas.com
Tags:
JokowiYusrilMaruf AminJoko Widodo
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved