Khazanah Islam
Bolehkah Wanita yang Hamil di Luar Nikah Dicampuri Pria yang Menikahinya? Begini kata Buya Yahya
Apakah wanita yang hami di luar nikah itu boleh dinikahi? bolehkan pria yang menikahi wanita hamil di luar nikah itu boleh mencampuri istrinya?
Penulis: Sinta Manila
Editor: Sinta Manila
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Wanita yang sudah hamil di luar pernikahan nasibnya kerap menjadi tanda tanya masyarakat.
Mulai dari apakah wanita yang hami di luar nikah itu boleh dinikahi?
Bagaimana jika yang menikahi bukanlah pria yang menghamilinya?
Setelah itu, bolehkan pria yang menikahi wanita hamil di luar nikah itu boleh mencampuri istrinya selayaknya suami istri?
Merunut tentang permasalah itu, Dirjen Binmas Islam, Kementerian Agama RI memberikan penjelasan terkait hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah.
Dikutip dari bimasislam.kemenag.go.id, berikut ini adalah penjelasan tentang hukum wanita yang akan menikah saat mengandung.
Syekh Nawawi Banten dalam Tausyih ala Fathil Qaribil Mujib berpendapat, hukum menikahi perempuan hamil di luar nikah atau karena zina itu sah.
Baca juga: Hukum Menikahi Wanita yang Sedang Hamil di Luar Nikah, Begini Pendapat Syekh Nawawi
Syekh Nawawi berpendapat demikian:
Jika seseorang menikahi wanita yang tengah hamil karena zina, maka akad nikahnya secara qath’i sah.
Menurut pendapat yang lebih sahih, ia juga tetap boleh menyetubuhi istrinya selama masa kehamilan.
Imam al-Mawardi dalam kitab al-Hawi al-Kabir mengutip pendapat sahabat Abu Bakar yang membolehkan pria yang berzina dengan perempuan untuk menikahinya sebagaimana redaksi berikut:
Diriwayatkan dari Sayidina Abu Bakar, dia berkata; ‘Jika seorang pria berzina dengan seorang perempuan, maka tidak haram baginya untuk menikahi perempuan tersebut."

Pendapat ini juga sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam Pasal 53 ayat 1 hingga 3.
Pada Pasal53 ayat 1 terdapat penjelasan bahwa wanita hamil di luar nikah itu dapat menikah dengan pria yang menghamilinya.
Sementara itu, pada ayat 2 tertera keterangan perkawinan dengan wanita hamil yang disebut ayat 1 dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
Ayat 3 dari Pasal 53 berbunyi, perkawinan dengan wanita hamil di luar nikah itu tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Walaupun sah, Imam al-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzdzab mencantumkan pendapat Imam Abu Hanifah yang menganggap menikahi perempuan hamil di luar nikah sebelum ia melahirkan itu makruh.
Pendapat Buya Yahya
Jika ada perempuan yang hamil karena zina itu makruh menikahinya saat ia belum melahirkan.
Lalu penjelasan Buya Yahya pada siaran YouTubenya pada Al Bahjah TV menjawab permasalahan ini.
"Apakah menolongnya haru menikahinya?
Dan ingat juga ini kesalahan bagi sebagian besar orang tua yang anak gadisnya dihamili sama orang, maka dikejar orang itu dengan bahasa yang sudah biasa di masyarakat.
Kau berbuat kau bertanggung jawab.
Yang menghamili orang jahat, akankah anak yang terdzolimi langsung diserahkan padanya?
Sudah jahat begitu mau dikasih putrinya.
Yang perlu difahami adalah, bagaimana menyelamatkan anak gadis ini.
Dia berat dia beban ada kandungannya, kalau dia putus asa bisa membunuh." ujar Buya Yahya.

Ulama tersebut memperingatkan bahwa jangan langsung menyerahkan pada orang yang sudah mehamili.
Karena dia sudah jahat pada sang anak gadis bukan langsung menyerahkan anak yang hamil tersebut agar bertanggung jawab.
Atau justru mengucilkan gadis hamil itu sehingga membuatnya stres.
Lalu bagaimana jika ada yang menikahinya apakah boleh mencampuri wanita hamil yang bukan darah dagingnya itu?
Berdasarkan mazhab Syafi'i, larangan menikah dalam mazhab ini hanyalah untuk wanita yang punya suami atau dalam masa idah.
Atau hamil tapi punya suami, jadi jika ada wanita hamil tapi ada pria suaminya sebelumnya maka tidak boleh dinikahi.
"Maka jika wanita itu hamil dalam keadaan tidak ada suami maka tidaka da idah dalam mazhab Syafi'i.
Dari mazhab imam malik, jika ada orang menolong untuk menikahinya.
Maka hendaknya jangan digauli agar tidak bercampur antara air mani dengan yang sudah ada di kandungannya.
Menikahi saja tidak digauli maka nasabnya tidak sambung nanti kepada yang menikahinya.
Tapi dalam mazhab syafii boleh, secara hukum seperti itu." ujar Buya Yahya.
Sehingga bisa diartikan boleh dinikahi dan dicampuri tidak akan sambung nanti nasabnya kepada yang menikahi selain itu bukan dari air maninya.
Di akhir penjelasan, Buya Yahya menekankan pada tujuan.
Jangan sampai orang yang menikahi hanya untuk memanfaatkan dalam kesempitan atau untuk senang-senang saja.
(Tribunnewsmaker.com/MNL)
Sumber: Tribunnewsmaker.com
Sehelai Rambut Kelihatan di Jidat saat Shalat, Apakah Tetap Sah? Ulama Buya Yahya Jelaskan Hukumnya |
![]() |
---|
Hukum Keluar Angin dari Kemaluan Depan Wanita, Apakah Sama dengan Kentut? Ini Penjelasan Buya Yahya |
![]() |
---|
Menikah dengan Suami Orang, Apakah Juga Termasuk Jodoh? Buya Yahya Jelaskan dari Pandangan Islam |
![]() |
---|
Demi Tutup Aib Anak Hasil Zina, Bolehkah Pakai bin Ayahnya saat Ijab Kabul? Buya Yahya Beri Panduan |
![]() |
---|
Najis Tercampur karena Pakaian Direndam Sabun, Buya Yahya Beri Panduan Menyucikan Sesuai Syariat |
![]() |
---|