Breaking News:

Banyak Kasus Siswa Keracunan MBG, Jangan Sembarangan Beri Obat Antidiare, Ini Penjelasan Dokter

Banyak kasus siswa Keracunan MBG, jangan sembarangan beri obat antidiare, Ini penjelasan dokter.

Tribun Solo/Anang Maruf Bagus Yuniar
ILUSTRASI DISTRIBUSI MBG - Paket makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) Sekolah Dasar (SD) Negeri 03 Dukuh, Kecamatan/Kabupaten Sukoharjo. Ratusan siswa SMP Negeri 35 Kota Bandung diduga keracunan setelah menyantap menu program Makanan Bergizi Gratis (MBG) pada Selasa (29/4/2025). Dokter ingatkan jangan sembarangan beri obat antidiare, ini penjelasannya. 

Banyak Kasus Siswa Keracunan MBG, Jangan Sembarangan Beri Obat Antidiare, Ini Penjelasan Dokter

TRIBUNNEWSMAKER.COM - Kasus keracunan massal yang diduga berasal dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi buah bibir di Jawa Barat.

Setelah sebelumnya ramai diberitakan terjadi di Kabupaten Garut, kini kasus serupa mencuat di wilayah Bandung Barat.

Jumlah korban pun jauh lebih besar, dengan laporan menyebutkan lebih dari 1.000 siswa mengalami gejala keracunan usai mengonsumsi makanan dari program tersebut.

Anak-anak itu dilaporkan merasakan mual, muntah, pusing, hingga diare, kondisi yang sontak membuat orang tua panik dan masyarakat semakin khawatir.

Padahal, program MBG pada awalnya dirancang untuk memberikan asupan gizi sehat dan seimbang bagi anak sekolah, bukan justru menimbulkan masalah kesehatan massal.

Menanggapi fenomena ini, Ketua Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Terapi Intensif Anak (UKK ETIA) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Yogi Prawira, SpA, Subsp. ETIA(K), ikut angkat bicara.

Ia menegaskan bahwa secara prinsip, pihaknya tetap mendukung program MBG, namun kasus luar biasa seperti ini harus dijadikan bahan refleksi.

“Tentu kita mendukung program dari pemerintah, tapi pada saat terjadi satu kejadian luar biasa, maka ini waktunya kita melakukan mitigasi.

Kita perlu belajar bersama apa yang bisa diperbaiki ke depan,” kata Dokter Yogi dalam wawancara virtual, Jumat (26/9/2025).

Baca juga: Profil Dokter Tan Shot Yen Ahli Gizi Kritik Pedas Menu MBG, Syok Ada Burger & Spageti, Penulis Buku

KASUS KERACUNAN MBG - Petugas sedang menyiapkan tempat makan yang akan digunakan pada program makan bergizi gratis di SPPG Pulogebang, Cakung, Minggu (5/1/2025).
KASUS KERACUNAN MBG - Petugas sedang menyiapkan tempat makan yang akan digunakan pada program makan bergizi gratis di SPPG Pulogebang, Cakung, Minggu (5/1/2025). (KOMPAS.com/Febryan Kevin)

Menurutnya, kejadian ini seharusnya mendorong semua pihak untuk melakukan evaluasi menyeluruh, mulai dari proses distribusi hingga kualitas makanan yang disajikan.

Lebih jauh, Dokter Yogi menjelaskan bahwa keracunan makanan merupakan penyakit yang muncul akibat konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi.

Kontaminasi bisa bersumber dari bakteri, virus, parasit, jamur, bahkan bahan kimia berbahaya.

Ia menyebutkan beberapa bakteri yang paling sering menjadi penyebab antara lain Salmonella, Escherichia coli (E. coli), Listeria, dan Clostridium botulinum.

Selain itu, dari kelompok virus, hepatitis A juga termasuk yang berbahaya, sementara dari parasit bisa berupa cacing maupun amuba.

“Tubuh kita sebenarnya punya mekanisme pertahanan alami ketika menghadapi makanan yang tidak sehat,” jelasnya.

Saat makanan terkontaminasi masuk ke dalam tubuh, sistem pertahanan akan berusaha mengeluarkan zat berbahaya tersebut.

Proses alami inilah yang kemudian menimbulkan gejala seperti mual, muntah, diare, atau nyeri perut.

“Kadang-kadang bisa timbul sampai BAB berdarah, selain itu, bisa muncul gejala sistemik seperti demam, sakit kepala, bahkan pandangan kabur.

Khusus pada keracunan Clostridium botulinum, gejalanya bisa lebih serius, seperti kelemahan anggota gerak hingga kesemutan,” paparnya.

Ia menekankan bahwa gejala keracunan tidak boleh dianggap remeh, apalagi pada anak-anak yang lebih rentan.

Menurut Dokter Yogi, bahaya terbesar dari keracunan makanan adalah risiko dehidrasi.

Muntah dan diare berulang dapat membuat anak kehilangan banyak cairan serta elektrolit penting.

Jika tidak segera ditangani, kondisi tersebut dapat mengancam keselamatan jiwa.

Dalam kondisi darurat, langkah awal yang bisa dilakukan orang tua adalah memberikan istirahat total kepada anak.

MBG DI KLATEN - Siswa SMPN 2 Cawas, Kecamatan Cawas, Klaten menikmati menu makan bergizi gratis, Kamis (4/9/2025).
MBG DI KLATEN - Siswa SMPN 2 Cawas, Kecamatan Cawas, Klaten menikmati menu makan bergizi gratis, Kamis (4/9/2025). (TribunSolo/Ibnu Dwi Tamtomo)

Baca juga: 5 Kasus Keracunan MBG, di Bandung Barat Korban 1000 Orang, Ada Ikan Hiu Goreng Mengandung Merkuri

Meskipun masih muntah, penderita harus tetap mendapatkan cairan, meski dalam jumlah sedikit tetapi diberikan lebih sering.

“Bisa dengan air putih, bisa juga oralit, tergantung pada seberapa besar kehilangan cairan dan garam,” ucap Dokter Yogi.

Setelah kondisi membaik, anak-anak bisa kembali diberi makanan ringan yang lembut bagi lambung, seperti bubur, roti, atau pisang.

Namun, sangat penting untuk menghindari makanan pedas, asam, kopi, maupun susu yang justru dapat memperparah gangguan pencernaan.

Selain itu, ia memperingatkan agar penggunaan obat antidiare tidak dilakukan sembarangan.

“Obat penyetop diare justru bisa memperparah, karena racun atau bakteri tertahan di tubuh lebih lama. Mekanisme alami tubuh untuk mengeluarkan zat berbahaya itu jangan dihambat,” tegasnya.

Dengan maraknya kasus keracunan yang dikaitkan dengan program MBG, masyarakat berharap ada pengecekan ulang dan peningkatan pengawasan kualitas makanan.

Program pemerintah ini dinilai penting, namun keselamatan dan kesehatan anak-anak tetap harus menjadi prioritas utama.

Kasus di Garut dan Bandung Barat kini diharapkan bisa menjadi pelajaran berharga agar ke depan, program yang niatnya baik ini benar-benar memberi manfaat tanpa menimbulkan bencana kesehatan baru.

(TribunNewsmaker.com/ TribunJabar)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved