Arjuna Tamaraya Difitnah Curi Kotak Infaq Masjid Agung Sibolga, Tak Berdaya Malah Dipukul Kelapa
Sebelum dianiaya hingga meninggal, Arjuna Tamaraya sempat difitnah oleh tukang sate dengan tuduhan mencuri kotak infaq Masjid Agung Sibolga.
Editor: ninda iswara
Ringkasan Berita:
- Arjuna Tamaraya meninggal setelah dikeroyok gara-gara tidur di masjid.
- Sebelum dianiaya, Arjuna Tamaraya sempat difitnah mencuri kotak infaq Masjid Agung Sibolga.
- Para pelaku yang beringas pun malah makin brutal menghabisi Arjuna yang sudah terkulai lemah.
TRIBUNNEWSMAKER.COM - Nasib tragis menimpa Arjuna Tamaraya, seorang pemuda asal Sibolga, Sumatra Utara.
Ia meregang nyawa secara mengenaskan setelah dikeroyok di area Masjid Agung Sibolga pada Sabtu malam (1/11/2025).
Saat itu, Arjuna sedang beristirahat di masjid tanpa menyangka bahwa malam itu akan menjadi akhir hidupnya.
Tanpa ampun, ia diserang oleh lima orang hingga tewas di tempat.
Kelima pelaku yang kini telah diamankan polisi masing-masing berinisial Chandra Lubis (38), Rismansyah Efendi Caniago (30), Zulham Piliang (57), Hasan Basri alias Kompil (46), dan Syazwan Situmorang (40).
Mereka semua telah ditetapkan sebagai tersangka dan akan menghadapi proses hukum atas aksi brutal yang mereka lakukan.
Namun, di balik peristiwa berdarah itu, tersimpan kisah yang lebih memilukan.
Berdasarkan kesaksian seorang warga berinisial MZ, Arjuna ternyata menjadi korban fitnah kejam.
Baca juga: Tampang Bengis 5 Tersangka Pembunuh Arjuna Tamaraya di Masjid Agung Sibolga, Ngaku Tersinggung
Ia dituduh mencuri kotak infak masjid tanpa bukti sedikit pun.
Menurut penuturan MZ kepada TribunMedan.com pada Selasa (4/11/2025), kejadian bermula dari salah satu pelaku, Hasan Basri alias Kompil, yang dikenal sering bermalam di masjid.
Pada dini hari, Kompil mengaku mendengar teriakan dari dalam masjid.
Bukannya menelusuri apa yang sebenarnya terjadi, ia justru memanggil rekannya, Jefri alias Cokme, seorang penjual sate di belakang masjid.
“Kompil dengar teriakan dari dalam masjid. Tapi bukan menolong, dia malah manggil Cokme, tukang sate di belakang masjid,” ujar MZ.
Dari situlah, fitnah kejam itu mulai bergulir.
Tanpa alasan jelas, Cokme menuduh Arjuna sebagai pencuri kotak infak.
Ia kemudian memanggil keponakannya, Juan, bersama dua pelaku lainnya, Risman dan Iccan, untuk datang ke masjid.
Tak butuh waktu lama, tuduhan tanpa dasar itu berubah menjadi amarah dan kekerasan yang berujung maut.
“Si tukang sate ini yang mulai memfitnah. Dibilangnya korban maling kotak infak. Padahal cuma dengar orang teriak, nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi,” tutur MZ dengan nada kesal.
Tuduhan palsu itu memicu emosi. Tanpa mencari kebenaran, mereka langsung menghakimi Arjuna di tempat, memukul dan menendang korban hingga tak berdaya semua terjadi di dalam masjid, tempat yang seharusnya menjadi simbol kedamaian dan ibadah.
Aksi keji tersebut terekam dalam video amatir yang kemudian viral di media sosial.
Dalam rekaman itu, terlihat para pelaku memukuli Arjuna dengan brutal. Bahkan, Juan menyeret tubuh Arjuna ke belakang masjid, seolah tanpa rasa kemanusiaan sedikit pun.
Kondisi korban sangat mengenaskan. Tubuhnya lemah, wajahnya penuh luka, dan ia diduga sudah tidak sadarkan diri ketika diseret keluar.
“Saat diseret, kepalanya beberapa kali terbentur anak tangga masjid,” ungkap MZ.
Namun kekerasan tak berhenti di sana.
Di area belakang masjid, Arjuna yang mulai sadar kembali dianiaya.
Tubuhnya disandarkan di sebuah pohon, lalu ditendang dan dipukuli bertubi-tubi. Tak cukup sampai di situ, ia kembali digiring ke pertigaan jalan di belakang masjid.
Di sanalah, para pelaku melakukan aksi paling keji menghantam kepala dan tubuh Arjuna dengan buah kelapa yang mereka ambil dari sisa dagangan penjual es kelapa di sekitar lokasi.
“Sadis sekali. Korban sudah tak berdaya, masih juga dipukul pakai kelapa,” kata MZ lirih.
Peristiwa ini menimbulkan duka mendalam bagi masyarakat Sibolga.
Banyak warga mengenal Arjuna sebagai perantau sederhana, rajin beribadah, dan tidak pernah membuat masalah.
Tuduhan pencurian yang menjadi awal petaka itu terbukti hanyalah fitnah yang merenggut nyawa seorang yang tak bersalah.
Masyarakat kini menuntut hukuman seberat-beratnya bagi para pelaku agar keadilan benar-benar ditegakkan.
Tragedi ini juga menjadi tamparan keras bagi semua pihak tentang bahaya menyebarkan fitnah, main hakim sendiri, dan hilangnya rasa kemanusiaan di tengah masyarakat.
Baca juga: Update Kematian Arjuna di Masjid Agung Sibolga, Ternyata Difitnah Curi Kotak Infak, Padahal Tidur
Sempat Dikasihani
Sebelum beristirahat di Masjid Agung, Arjuna sempat mengisi perutnya dengan makan nasi goreng.
Dari penuturan saksi kata, sang penjual iba melihat Arjuna karena tak punya uang lagi. Saat itu uang yang tersisa di kantong hanya Rp 10 ribu.
"Kasihan nengoknya. Katanya dia punya uang Rp 10 ribu. Pagi mau pergi ke laut cari ikan," ucapnya.
Karena merasa iba, sang penjual memberi nasi goreng secara gratis tanpa meminta bayaran.
"Saya lihat dia gak makan semuanya. Disisakan lalu nasi gorengnya dimasukkan ke dalam tas," katanya.
Apa yang diucapkan sang penjual nasi goreng terbukti.
Dari hasil pemeriksaan ditemukan sisa nasi goreng di dalam tas Arjuna, sedangkan uang Rp 10 ribu dicuri pelaku.
Sosok Arjuna
Kepergian Arjuna Tamaraya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan orang-orang yang mengenalnya. Di mata keluarga, Arjuna bukan hanya seorang anak atau keponakan, melainkan sosok yang baik hati, santun, dan penuh tanggung jawab.
Pamannya, Kausar Amin, mengenang Arjuna sebagai pribadi sederhana yang selalu menghormati orang lain dan sayang kepada keluarganya.
“Dia anaknya baik, nggak pernah buat masalah. Selalu sopan kalau bicara,” ujar Kausar dengan nada berat.
Arjuna dikenal sebagai abang yang penyayang bagi adik-adiknya. Salah satu adiknya kini tengah menempuh pendidikan di Banda Aceh.
Di tengah keterbatasan, Arjuna berusaha keras membantu keluarga. Ia adalah anak yatim, sementara sang ibu kini menetap di Simeulue, Aceh.
Pemuda kelahiran Simeulue ini merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Tiga saudarinya, dua di antaranya sedang kuliah di Banda Aceh, sangat terpukul mendengar kabar tragis tersebut.
Kausar yang kini menetap di Sibolga dan bekerja sebagai nelayan, mengaku pertama kali mengetahui kabar kematian keponakannya melalui Facebook pada Sabtu pagi, (1/11/2025).
“Saya adik kandung dari ayah korban. Begitu tahu dari Facebook, saya langsung pastikan kabar itu. Jenazah sudah kami semayamkan di Sibolga hari Sabtu kemarin.
Keluarga di Simeulue nggak sempat datang, jadi kami di sini yang mengurus semuanya,” ujarnya saat dihubungi Serambi dari Banda Aceh, Senin (3/11/2025).
Kausar kemudian bercerita, sekitar seminggu sebelum peristiwa pengeroyokan, Arjuna sempat menghubunginya melalui aplikasi Messenger. Saat itu, Arjuna menyampaikan niatnya untuk segera berangkat melaut seperti biasa.
Usai kembali dari laut, Kausar sempat menghubungi adik Arjuna, Cahaya, yang berada di Banda Aceh.
Dari sanalah ia mendapat kabar bahwa Arjuna memang sudah berangkat melaut beberapa hari sebelumnya. Namun, hanya tiga hari berselang, ia justru mendapat kabar memilukan lewat media sosial: Arjuna menjadi korban pengeroyokan di Masjid Agung Sibolga.
“Dia memang sudah lama di Sibolga. Baru saja pulang melaut dua bulan, lalu rencananya mau berangkat lagi Sabtu pagi itu,” kenang Kausar.
Biasanya, kata Kausar, jika Arjuna tahu pamannya sudah kembali dari laut, ia selalu menyempatkan diri untuk datang bersilaturahmi lebih dulu. Namun kali ini berbeda.
Arjuna tampaknya belum tahu pamannya sudah pulang, dan memutuskan beristirahat sejenak di Masjid Agung Sibolga sambil menunggu jadwal kapal keberangkatan berikutnya.
“Dia cuma istirahat di masjid, nggak tahu kalau saya sudah balik. Niatnya cuma menunggu kapal berangkat,” tutur Kausar lirih.
Berdasarkan informasi yang diterima Kausar, peristiwa tragis itu terjadi sekitar pukul 02.00 WIB, Sabtu (1/11/2025) dini hari.
Arjuna dikeroyok hingga tewas di tempat yang seharusnya menjadi rumah ibadah.
Kausar bersama keluarga kini hanya berharap keadilan ditegakkan bagi almarhum.
“Kami minta pelaku dihukum seberat-beratnya. Kalau bisa hukuman mati,” tegasnya.
“Kemarin kami juga sudah ke Polres menanyakan perkembangan kasus ini. Polisi bilang, kasusnya sudah ditangani dan laporan sudah dibuat.”
Bagi keluarga, Arjuna bukan hanya korban kekerasan, tapi korban fitnah dan kezaliman.
Ia pergi meninggalkan luka mendalam, namun kisahnya menjadi pengingat keras bagi masyarakat bahwa satu fitnah bisa merenggut satu nyawa yang tak bersalah.
(TribunNewsmaker/Bangkapos)
Sumber: Bangka Pos
| Detik-detik Muhammad Farhan Ditemukan Tinggal Kerangka di ACC Kwitang Jakpus, Disebut Bukan Pendemo |
|
|---|
| Jawab Pemandangan Umum 7 Fraksi DPRD Klaten,Bupati Klaten: Strategi Tingkatkan Pelayanan Pajak & PAD |
|
|---|
| Jawab Pemandangan Umum 7 Fraksi DPRD Klaten, Bupati Klaten Tegaskan 2 Hal yang Jadi Prioritas Daerah |
|
|---|
| Detik-detik Roy Suryo Ditetapkan Tersangka Kasus Ijazah Jokowi, Terancam 6 Tahun Penjara |
|
|---|
| DPRD Klaten Bentuk Pansus Bahas Raperda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah |
|
|---|